But When My Arms Are Around You, There's Nothing Else To Crave

I wanna be where the people are I wanna see Wanna see 'em dancin' Walkin' around on those Whad'ya call 'em? oh – feet Flippin' your fins you don't get too far Legs are required for jumpin', dancin' Strollin' along down a What's that word again? street

Hana tersenyum, ia ikut bernyanyi dan menari bersama dengan Papa nya. Pagi itu setelah selesai mandi pagi dan sarapan, Hana dan Yuno menonton Little Mermaid yang sudah mereka tonton puluhan kali.

Kadang-kadang saat Yuno bernyanyi. Hana akan ikut bernyanyi dan menari juga, suara Yuno itu bagus. Makanya tiap kali Papa nya itu bernyanyi, Hana akan sangat kegirangan. Saat lagu yang di nyanyikan Yuno itu sudah habis, Hana bertepuk tangan dengan bangga kemudian kembali memakan strawberry sunday nya lagi.

“Papa sing again!!!” pekik Hana.

Yuno merenggangkan punggungnya yang terasa agak pegal itu, ini sudah hampir jam 8 dan Ara belum turun ke lantai 1 juga, bahkan Yuno sudah selesai membuat sarapan untuk Istri dan anaknya itu.

“Papa bangunin Ibu dulu yah, nanti kita nyanyi sama-sama lagi.”

Hana mengangguk, ia kembali duduk di sofa dan memakan strawberry sunday nya lagi. Sementara itu, Yuno naik ke lantai 2 dan masuk ke kamarnya dan Ara, Yuno pikir Ara belum bangun ternyata Istrinya itu sudah rapih dan nampak cantik pagi ini.

“Aku pikir belum bangun, sayang.” ucap Yuno, ia duduk di sebelah Ara yang kebetulan sedang duduk di sofa kamar mereka sembari memakai body lotion.

“Udah wangi aku, Mas.”

maybe you can kiss me so I believe it?” Yuno menaik turunkan alisnya dengan genitnya.

Ara yang melihat Suaminya itu meledeknya justru jadi tertawa geli, pasalnya Yuno kalau sedang menggodanya itu bukan terlihat sexy, tapi malah seperti Bapak-Bapak genit apalagi saat ini ia hanya mengenakan kaus putih polos dan celana pendek khas rumahan.

“Apasih, kamu kaya Bapak-Bapak genit yang suka di depan komplek tau gak?” Ara terkekeh, dan ucapan nya itu membuat Yuno juga tertawa, walau dia sedikit enggak terima sih di sama-samain sama Bapak-Bapak komplek yang genit itu.

“Sayang, masa aku di samain sama Bapak-Bapak genit itu? Aku kan genitnya sama kamu aja.”

“Tapi muka kamu kaya tadi tuh nyebelin tahu.”

“Bukanya harusnya sexy yah?” Yuno mendekatkan wajahnya, ia ingin mencium Istrinya itu tapi Ara sedikit menghindar karena wanita itu benar-benar sebal dengan ekspresi yang Yuno tunjukan.

“Mas.. Nyebelin ih, genit banget. Genit nya kaya gitu lagi.

Ara yang sebal akhirnya menutupi wajah Suaminya itu dengan majalah yang ada di meja dekat sofa mereka duduk. Sebenarnya Ara cukup salah tingkah, Yuno yang genit pagi ini memang membuatnya gemas sekaligus sebal. Tapi harus Ara akui jika pagi itu Suaminya nampak begitu tampan walau setiap hari pun selalu tampan baginya.

Atau mungkin juga Ara salah tingkah atas malam panjangnya bersama Yuno semalam.

“Mukaku di tutupin gini, padahal kalo aku lagi tidur kamu sering pandang-pandang.”

“Yah soalnya kalau lagi tidur gemas,” jawab Ara ngeles.

Yuno menyingkirkan majalah yang menutupi wajahnya itu, “jadi kalau bangun enggak?” protesnya.

Ara tersenyum, ia menusuk pipi Yuno itu dengan telunjuknya gemas. “Gemas juga kok.”

Keduanya saling tersenyum, setelah apa yang mereka lakukan kemarin seharian. Cinta di antara keduanya kembali bermekaran, membuat Ara semakin berat pada keputusan yang pernah ia ambil.

“Sayang?” panggil Yuno.

“Apa, Mas?”

“kayanya kamu harus panggil aku pakai sebutan Papa sekarang deh,” pikirnya, Yuno gak mau Hana ikut-ikutan memanggilnya dengan sebutan 'Mas' juga seperti Ara memanggilnya.

“Tapi kamu kan bukan Papaku,” jawab Ara ngeles.

“Ya aku kan Suami kamu, tapi aku kan Papa nya Hana. Kamu ingat gak kata pertama yang Hana ucapin waktu dia bisa ngomong apa?”

Ara tertawa, bagaimana Ara bisa lupa dengan kata pertama yang Hana ucapkan dulu? Kata-kata itu bukan hanya membuat Yuno dan Ara kaget, tapi juga kedua orang tua mereka. Pasalnya Hana mengatakannya saat mereka sedang kumpul keluarga.

“Mas Yuno,” jawab Ara membuat Yuno mendengus.

“Nah itu, kebanyakan dengar kamu manggil aku pakai sebutan Mas Yuno tuh, sampai dia manggil Papa nya sendiri Mas Yuno.”

Ara masih tertawa, dia masih ingat kejadian itu. Dan cukup sulit membujuk Hana untuk memanggil Yuno dengan sebutan Papa, sejak itu lah Ara mulai sering memanggil Yuno dengan sebutan Papa agar Hana menirunya. Tapi semenjak Hana sudah besar, Ara kembali memanggil Suaminya itu dengan sebutan Mas Yuno kembali.

Saking gemasnya, Ara sampai harus memeluk Yuno. Tapi masih sembari tertawa sampai Yuno jadi bad mood sendiri mengingat kejadian itu.

“Iya, iya. Aduh astaga, aku gak bisa gak ketawa kalo ingat itu,” ucap Ara.

“Makanya panggil aku Papa sekarang, yah.”

Meski masih merasa aneh dengan panggilan itu, Ara tetap mengangguk setuju. Kali ini ia akan memanggil Yuno dengan sebutan itu.

“Iya Papa,” cicit Ara.

“Gak kedengaran,” protes Yuno.

“Papa.”

“Apa?”

“Papa....” pekik Ara.

Keduanya tertawa, meski masih agak asing di telinganya mendengar Ara memanggilnya dengan sebutan itu. Tapi Yuno lebih senang dengan panggilan itu, namun tawa Ara tiba-tiba berhenti, di gantikan dengan rintihan. Istrinya itu memegangi perutnya sendiri sembari meringis.

“Sayang, kenapa?” tanya Yuno sedikit panik.

“Bekas operasi aku kemarin agak ngilu.”

“Aku periksa yah?”

Ara mengangguk, setelah di beri persetujuan oleh Istrinya itu. Yuno menyingkap baju yang Ara pakai, ia memeriksa jahitan yang ada di perut Istrinya itu. Untungnya tidak ada yang serius, mungkin kemarin Ara terlalu banyak beraktifitas hingga bekas sayatan akan mudah terasa ngilu.

“Gak kenapa-kenapa, Sayang. Kayanya kamu cuma kecapekan aja karena kemarin abis ngelakuin banyak aktifitas. Nanti di kompres aja yah.”

Dulu waktu melahirkan Hana, Ara melahirkannya secara normal walau dalam proses yang sangat panjang. Dan ini adalah operasi caesar pertamanya, melihat luka sayatan di perut Istrinya itu membuat yuno mengingat kembali tentang kepergian Nathan.

Setelah memastikan lukanya tidak kenapa-kenapa, Yuno kembali merapihkan baju yang Ara pakai. Suasana yang tadinya mencair dan penuh tawa itu tiba-tiba saja menjadi sedikit canggung, bahkan Ara bisa merasakan perubahan dari raut wajah Suaminya itu yang berubah drastis.

“Mas?” Ara menyentuh pundak Suaminya itu. “Kenapa?”

Yuno menggeleng, “aku cuma keinget Nathan aja.”

Yuno tersenyum getir, sejujurnya Yuno masih belum bisa menerima kepergian Nathan. Yuno pernah bilang ke Ara, kalau Ara mengizinkan. Yuno enggak mau hanya memiliki 1 orang anak, dia gak mau Hana merasakan kesepian seperti dirinya.

Yuno mau Hana memiliki saudara kandung, makanya waktu tahu Istrinya itu hamil lagi. Yuno benar-benar senang dan sangat bersyukur, tapi siapa sangka jika harapannya itu pupus. Kehilangan Nathan menjadi luka yang sangat dalam untuk Yuno, meski terlihat sudah sedikit berdamai tapi setiap malam Yuno masih suka bergelut dengan rasa bersalah dan menangis di kamar Nathan.

“Nathan udah pergi ke tempat yang lebih baik, Mas.”

“Um,” Yuno mengangguk. “Dan itu karena aku.”

“Mas...”

“Persidangan kita mulai kapan?” tanya Yuno tanpa di sangka-sangka.

Sungguh, rasanya seperti Ara habis di ajak terbang tinggi dan kemudian di hempaskan sampai ke dasar bumi. Hatinya sakit, Yuno masih menginginkan perpisahan itu di saat Ara bahkan sudah ingin mengurungkan niatnya.

“Kamu setuju kalau kita berpisah?” tanya Ara. Hening beberapa saat, Yuno hanya menunduk sembari memperhatikan pola yang ada di sofa yang diduduki Ara, sementara Ara sibuk memperhatikan Yuno. Berusaha membaca isi kepala suaminya itu walau ia tidak mampu.

“Mas nyerah sama diri Mas sendiri yah? Termasuk sama pernikahan kita?

“Mungkin itu pilihan terbaik, aku takut sama diri aku sendiri. Aku takut nyakitin kamu, memangnya kamu enggak takut sama aku?” Yuno benar-benar menyerah pada dirinya sendiri, ia ingin mempertahankan pernikahannya namun disisi lain ia juga tidak mampu melindungi Ara dan Hana dari dirinya sendiri.

Ara menunduk, Ara masih mengingat rasa sakitnya. Semua yang Jeff lakukan padanya, tapi bagaimana bisa ia meninggalkan Yuno di saat ia masih terus menyalahkan dirinya sendiri? Bahkan di saat Yuno terlihat seperti memperbaiki semuanya.

“Aku mau kita mediasi dulu, sebelum aku benar-benar yakin mau gugat kamu, Mas.”

“Kamu belum yakin?”

Ara mengangguk, “aku masih sayang kamu. Aku mau bertahan bukan cuma karena ada Hana di antara kita, tapi karena aku sayang sama kamu. Aku gak bisa bayangin gimana hidup aku nanti tanpa kamu.”


“Kak Yuno, disini!!” Gita mengangkat tangannya begitu melihat Yuno yang datang dari pintu masuk cafe.

Begitu melihat Gita, Yuno langsung menghampiri Adik sepupunya itu dan duduk di sana. Tadi Yuno sempat keluar rumah sebentar untuk membeli beberapa kebutuhan yang akan ia bawa untuk pergi berlibur besok.

Dan kebetulan Gita mengajaknya bertemu, jadi sekalian saja ia bertemu dengan Gita. Kebetulan tempat mereka bertemu juga satu arah dengan super market tempat Yuno belanja kebutuhan.

“Kok tumben gak ngajak Eloise sama Elios?” tanya Yuno, padahal Yuno merindukan keponakan-keponakannya itu, ada cake juga yang ia beli untuk keponakannya itu, tapi Gita malah tidak mengajak anak-anaknya.

“Mereka lagi main di rumah Januar.”

Yuno memberikan paper bag berisi cake yang ia beli barusan, “buat si kembar.”

“Awww thank you Pakdhe Yuno,” ledek Gita.

Yuno mengangguk, “mau ngomong apa? Pake ketemuan di cafe segala, bukannya ke rumah aja.”

“Orang gue abis dari kantornya Arial, jadi sekalian aja disini. Lo juga lagi di luar kan.”

“Ngeles aja,” Yuno terkekeh.

Gita menghela nafasnya pelan, “Kak, gue mau nanya sama lo deh.”

“Nanya apa?”

“Soal lo sama Ara, hubungan kalian.”

Begitu Gita menyinggung tentang pernikahannya, wajah Yuno yang tadinya berseri saat memasuki cafe itu jadi mendadak mendung.

“Ara pasti cerita ke lo yah, Git?” tebak Yuno, Ara dan Gita dekat banget. Ara sering banget cerita ke Gita, jadi sudah bisa Yuno pastikan jika Istrinya mungkin menceritakan tentang pernikahannya yang sedang tidak baik-baik saja pada Adik sepupunya itu.

“Lo masih sayang Ara gak sih, Kak?”

“Ara bahkan yang bikin gue bertahan, Git. Gimana bisa lo masih nanya gue sayang sama dia apa enggak,” Yuno mendengus.

“Ara tuh mau pertahanin rumah tangga kalian loh, ya.. Gue tau mungkin kemarin dia lagi emosi aja karena masalah yang bertubi-tubi, yah lo bayangin dong Kak. Rumah tangganya yang tadi nya adem ayem tiba-tiba jadi retak gini, terus dia mikir mau pisah aja, sebenernya itu juga gara-gara kata-katanya Jeff sih.”

Begitu mendengar nama Jeff di sebut, Yuno yang tadinya bersandar itu jadi menenggapkan tubuhnya.

“Jeff bilang apa?”

Gita menunduk, dia ngerasa salah ngomong. Dia takut kalau jujur Yuno malah akan tetap setuju pada keputusan Ara untuk bercerai, yang di maksud Gita adalah soal Jeff yang bilang kalau Jeff tidak akan membiarkan Yuno kembali.

“Ga Usah di bahas lagi lah.”

“Git..”

“Kak, menurut gue. Lo harus bicarain ini lagi sama Ara deh, semuanya. Jangan sampai ada yang gak di bicarain, gue yakin kalian masih terkesan nutup-nutupin kejadian kemarin kaya seolah-olah enggak pernah terjadi kan?”

Yuno setuju dengan itu, ia dan Ara saat ini belum pernah benar-benar membahas tentang apa yang terjadi kemarin, keduanya justru terkesan mencoba untuk melupakan kejadian kemarin dan menganggap kejadian itu tidak pernah terjadi. Dan berusaha baik-baik saja dengan semuanya, padahal Yuno dan Ara tahu masih ada hal yang mengganjal di antara mereka.

“Lo pikirin lagi, Kak. Kalian masih punya banyak waktu buat ngobrol berdua, nikmatin quality time lo sama Ara dan Hana. Dan pikir-pikir lagi, apa lo udah siap kehilangan mereka?” ucap Gita.

To Be Continue