But When My Arms Are Around You, There's Nothing Else To Crave 12
“Kok pakai seragam sekolah sih, Mas?” tanya Ara, dia terkekeh karena Yuno tiba-tiba saja memberi seragam SMA mereka dulu.
Pagi ini, Yuno mengajak Ara dan Hana untuk pergi bersama ke taman bermain. Tapi saat Ara sudah memilih baju untuk ia pakai ke taman bermain hari ini, Yuno justru datang dari lantai 1 dan membawa seragam SMA merek, Ara tentu saja kaget tapi dia pikir ini juga terkesan unik.
“Kamu ingat gak waktu terakhir aku ajak ke taman bermain sebelum aku berangkat ke Jerman dulu?”
Ara mengangguk, mana mungkin ia lupa. Itu untuk pertama kalinya ia bolos sekolah, waktu itu Gita datang ke BM400 dan mengajaknya pergi dan mereka menunggu seseorang di halte. Tiba-tiba saja Yuno datang, membawa jaket couple untuk mereka berdua dan pergi ke taman bermain.
“Ingat, yang habis itu kamu pergi dan gak pamit sama aku kan?”
Yuno tersenyum, “mau ngulang waktu itu lagi? Tapi versi bertiga sama Hana?”
Tiba-tiba saja senyum di wajah Ara menghilang, apa maksudnya setelah ini Yuno mau pergi darinya tanpa berpamitan juga?
“Sayang?” panggil Yuno begitu ia menyadari perubahan di raut wajah Istrinya.
“Kamu mau pergi lagi?”
Yuno yang di tanya begitu malah terkekeh, padahal Ara udah takut banget kalau Yuno akan pergi lagi setelah ini tanpa berpamitan lagi. Kenangan itu memang indah, tapi Ara tidak suka hari selanjutnya setelah mereka berkencan ke taman bermain. Karena keesokannya Yuno langsung pergi ke Jerman, dan ia tidak sempat mengantar cowok itu ke bandara karena kelelahan.
“Sayang, mau pergi ke mana lagi aku kalo disini rumah aku.” Yuni menjawil hidung mancung Istrinya itu dengan gemas.
“Kirain, awas yah kamu kaya gitu lagi.”
“Kayanya Ara yang manja waktu SMA udah kembali lagi deh gara-gara aku bawa seragam sekolah kita?” Yuno menyeringai, ia membawa kedua lengannya untuk memeluk pinggang ramping Istrinya itu dan menyatukan hidung mereka.
“Emang kalau sekarang udah gak manja lagi?” Ara menaikan satu alisnya, menaruh kedua tangannya di bahu Yuno.
“i think, kamu jauh lebih dewasa setelah jadi Ibu.”
“Kak Yuno suka aku versi yang mana?” Ara berkedip-kedip menggoda Suaminya itu, tapi itu justru membuat Yuno bertambah gemas dengannya. Apalagi mendengar Ara memanggilnya dengan sebutan 'Kak Yuno'
“Dua-duanya?”
Keduanya terkekeh, wajah mereka yang semakin dekat itu membuat nafas Yuno menyapu wajah Ara. Membuat wanita itu memejamkan matanya sampai ia bisa merasakan ada benda kenyal di atas bibirnya, Yuno mengecup bibir ranum itu dengan gerakan yang sangat pelan, seperti ia tengah mengatakan bahwa ia sangat merindukan wanitanya.
Tidak ada gerakan tergesa-gesa, sesekali keduanya mengubah posisi dengan memiringkan sedikit kepala, kemudian kembali melumat bibir satu sama lain. Tangan Ara yang tadinya berada di bahu Suaminya itu kini beringsut mengusap belakang kepala Yuno.
Saat di rasa sudah cukup mengutarakan perasaanya melalui ciuman itu, Yuno melepaskannya lebih dulu. Membuka kedua matanya dan menatap wajah cantik kesayangannya, yang selalu ia lihat setiap pagi. Jika di teruskan, mereka bisa kesiangan ke taman bermain.
“Aku sayang kamu,” bisiknya di telinga Ara.
“Mas?”
“Hm?”
“Maaf yah.”
“for what, um?“
Ara diam, ia mengusap wajah yang kemarin sempat ia pukul itu. Meski itu Jeff tapi tetap saja Ara memukul wajah Yuno.
“Aku sempat mukul kamu,” jawabnya.
“Gapapa.” Suaminya itu tersenyum, ia tidak ingat kapan Ara memukulnya. Yuno juga enggak tahu seberapa sakit Istrinya itu memukulnya. “Kita siap-siap yuk?”
“Um.”
Hari itu mereka bertiga benar-benar pergi berkencan, Yuno dan Ara mengenakan seragam SMA mereka dan Hana yang juga mengenakan seragam sekolahnya. Saat mereka masuk ke taman bermain, Yuno sempat membelikan bando yang akan mereka pakai saat seharian ini.
Yuno memakai bando dengan kuping Micky Mouse, Ara yang memakai bando dengan kuping Minnie Mouse dan Hana yang mengenakan bando Daisy Duck. Ketiganya sempat berfoto bersama, hari itu Hana benar-benar senang. Anak itu berlarian di ikuti dengan Yuno dan Ara di belakangnya.
“Hana mau naik itu, Pah!!!” pekik bocah itu, Hana menunjuk Camelot Carousel, sebuah wahana sederhana. Kuda yang berputar mengeliling itu, banyak anak-anak yang menaiki wahana itu dulu karena tempatnya berada di depan saat mereka masuk ke wahana bermain.
“let's go!!!” ucap Yuno.
Yuno menggendong Hana dan berlari menuju Camelot Carousel, sementara Ara menyusul di belakangnya sambil sesekali tersenyum. Yuno selalu memiliki 1001 cara untuk membuatnya dan Hana bahagia, mereka bertiga naik Camelot Carousel. Sesekali Yuno merekam dan memotret Istri dan anaknya itu.
Hana itu kalau sudah melihat kamera langsung berubah menjadi gadis centil, anak itu akan berpose dengan percaya dirinya. Kalau ini sih bukan nurunin Ara atau pun Yuno, sifat alamiah anak itu yang senang bergaya di depan kamera.
“Mau naik apa lagi kita princess?” tanya Yuno setelah mereka turun dari Camelot Carousel.
“World Monorail!!” pekik Hana.
“Yang itu, Kak?” Ara menunjuk sebuah kereta yang berada di atas mereka, kereta itu yang akan membawa mereka berkeliling mengitari seluruh wahana bermain.
“Yup!!”
“Boleh dong, ayo kita naik World Monorail!!” ucap Yuno, kali ini dia tidak menggendong Hana, Hana berada di tengah-tengah dengan tangan saling terpaut.
Menaiki World Monorail Hana banyak bertanya pada Yuno tentang nama-nama wahana yang ada di taman bermain itu, Hana juga banyak bercerita tentang karakter-karakter Disney kesukaannya.
“Kalau naik Monorail gini harusnya tuh sambil nyanyi, siapa yang setuju kalau Papa harus nyanyi?” pekik Ara.
Hana dan dirinya sendiri langsung tunjuk tangan, keduanya tertawa saat Yuno menunjukan wajah cemberutnya. Namun sedetik kemudian laki-laki itu tersenyum hingga bolongan di pipinya terlihat.
“Mau nyanyi apa princess-princess nya Papa?”
“under sea!!!” pekik Hana girang, Hana dan Yuno itu gemar sekali bernyanyi lagu-lagu princess dari Disney land. Dan under sea adalah lagu kesukaan keduanya.
“under sea, again?” tanya Yuno, ia menyipitkan matanya melihat ke arah Hana.
“Yup!! please Papa Hana yang paling ganteng.” Hana mengatupkan kedua tangannya di depan dada, seperti anak itu tengah membuat sebuah permohonan.
“Mas, anak kamu bisa ngerayu kaya gini nih siapa yang ngajarin?” Ara ketawa sampai memegangi perutnya, karena ini untuk pertama kalinya Hana merayu Papa nya seperti itu. Biasanya Hana kalau menginginkan sesuatu itu pasti hanya merajuk manja saja, persis seperti Ara waktu kecil.
“Kebanyakan main sama aunty nya ini sih, tapi baiklah princess Hana. prince Yuno akan mengabulkan permintaanmu,” Ucap Yuno, bahkan ia terkekeh saat selesai mengatakan itu.
“The seaweed is always greener In somebody else's lake, You dream about going up there But that is a big mistake Just look at the world around you Right here on the ocean floor Such wonderful things surround you What more are you lookin' for?“
“Under the sea!! Under the sea!! Darling it's better, Down where it's wetter Take it from me. Up on the shore they work all day, Out in the sun they slave away. While we devotin' Full time to floatin' Under the sea!” Ara dan Hana bernyanyi bersama. Saking seringnya Yuno dan Hana bernyanyi lagu itu, Ara sampai jadi ikutan hapal.
Mereka sempat makan siang dulu di sana, hari ini benar-benar seperti hari terbahagia mereka. Hana bahkan tidak mengenal lelah untuk terus berlarian mengelilingi taman bermain itu.
“Kita photo booth yuk?” Yuno menunjuk sebuah photo booth yang tidak jauh dari tempat mereka membeli corn dog.
“Mukaku udah dekil gini, kamu ngajakin aku photo booth, Mas. Harusnya tuh dari tadi tau,” Ara cemberut.
“Papa ayo foto!!” Hana yang sedang makan corn dog hingga saus nya itu sedikit mengotori sela-sela bibir nya langsung berjalan ke area photo booth lebih dulu. Anak itu terlalu bersemangat hari ini.
“Anaknya juga minta tuh. yuk?”
“Mas...” Ara merengek, membuat Yuno jadi gemas sendiri.
“Masih cantik kok.”
“Bohong!!” Ara cemberut, namun sedetik kemudian ia tersenyum waktu Yuno berdiri di depannya dan merapihkan rambut panjangnya itu.
“Dah, kalau sekarang jadi tambah cantik.”
“Kamu ih,” Ara yang salting, hanya bisa mencubit pinggang Yuno dan berjalan lebih dulu menyusul Hana ke area photo booth.
Mereka masuk ke area photo booth itu, Yuno juga sempat mengambil beberapa properti untuk mereka foto nanti. Seperti kacamata, bando-bando lucu, wig dan kumis yang terlihat nyeleneh ketika ia yang memakainya.
“Mas, jangan pakai kumis yang itu ih, ngeselin, aku sebel liatnya!!” rengek Ara, waktu Yuno menempelkan kumis palsu yang dia ambil tadi.
Hana yang melihat kedua orang tua nya kembali rukun itu jadi tertawa, apalagi saat Papa nya itu memakai kumis yang membuat Ibu nya kesal.
“Mas, jangan pakai kumis yang itu ih, ngeselin, aku sebel liatnya!!” Hana meniru ucapan Ibu nya ia kemudian tertawa.
“Hana!!!” Yuno dan Ara memperingati anak itu bersamaan.
Hanya yang di tegur begitu hanya tertawa, bahkan anak itu sampai memegangi perutnya sendiri.
“Habisnya Ibu sama Papa lucu, Hana mau panggil Papa pakai sebutan Mas juga ahhh”
“Kakak, gak boleh,” Ara menggeleng, sepertinya ini sudah saatnya ia mengubah panggilan untuk Yuno jika di depan Hana.
“Papa... Ibu galak nihhh,” ledek Hana, anak itu memeluk Papa nya seperti tengah mengadu.
Yuno yang melihat Ara dan Hana yang merajuk bersamaan itu jadi gemas sendiri, namun ia tetap memeluk Hana dan memangku anaknya itu.
“Gak boleh dong, Kak. Hana tetap manggil Papa pakai sebutan Papa, yah?” ucap Yuno memberi tahu Hana.
“Tapi kenapa Ibu panggil Papa pakai sebutan Mas? Memangnya Papa, Kakaknya Ibu yah?” Yuno pernah mengajari Hana memanggil Elios dengan sebutan Mas, yang artinya sama saja dengan Kakak. Mungkin sejak itu Hana menganggap jika panggilan itu di gunakan untuk Kakak beradik saja.
“Bukan dong sayang, itu karena...” Yuno melirik Ara, ia juga menyenggol lengan Istrinya itu, berharap Ara membantunya untuk menjawab pertanyaan Hana. Namun Ara hanya bergeming, membiarkan Yuno menjawab pertanyaan-pertanyaan Hana.
“Itu karena Papa lebih tua dari Ibu makanya Ibu manggilnya kaya gitu, ya kan, Buk? Kan panggilan Mas bukan cuma untuk saudara saja, tapi untuk orang lain yang lebih tua juga boleh.” Yuno menyenggol lengan Ara lagi, dan wanita itu mengangguk mengiyakan.
“Besok-besok Ibu panggilnya pakai sebutan Papa yah.”
“Ayay siap captain!!” pekik Ara.
Mereka foto bertiga di dalam photo booth itu dengan berbagai pose, begitu hasilnya keluar, Hana tersenyum. Anak itu suka sekali dengan hasil fotonya.
“Nanti mau Hana kasih lihat ini ke teman-teman Hana waktu sekolah.” Ucap Hana, ia masih memandangi foto itu. Itu untuk pertama kalinya Hana photo booth.
“Kakak suka banget sama hasilnya yah, nak?” Ara menoleh ke arah anaknya itu yang duduk di kursi belakang, mereka sudah pulang dari taman bermain dan sekarang sedang di perjalanan pulang.
Hana mengangguk, “suka sekaliiiii, Hana mau sering-sering di foto!”
Yuno yang sedang menyetir itu tertawa, ia melihat Hana dari kaca yang ada di atas nya untuk melihat ke kursi belakang. “Nanti kita foto lagi yah, kita harus sering-sering foto nih kayanya.”
“Setiap pergi bertiga yah, Pah? Kapan lagi Pah?” tanya Hana.
“Lusa?”
“Mau kemana lagi, Mas?” tanya Ara.
“Ada deh, masih rahasia. Papa kan cuti kerja, Papa mau jalan-jalan sama Ibu dan Hana.”
“Asikkk!!!” Hana menepuk-nepuk tangannya.
Setelah pulang dari taman bermain, anak itu tidur lebih dulu. Hana kelelahan karena terus berlarian dan tertawa seharian ini, jadi tanpa Yuno mendongengkannya lagi. Anak itu sudah tertidur pulas di kamarnya, setelah meredupkan lampu kamar anaknya itu. Yuno masuk ke dalam kamarnya dan Ara.
Istrinya itu sedang memakai rangkaian skincare nya, melihat Yuno yang masuk ke kamar mereka. Ara tersenyum dari depan kaca meja riasnya, Yuno lega hari ini hanya ada senyuman dan tawa di wajah anak dan Istrinya itu.
Kakinya melangka mendekati Ara dan memeluk tubuh mungil itu dari belakang, mencium bahu telanjang Istrinya itu kemudian berangsur ke pipi tirusnya.
“Kamu happy gak hari ini hm?” tanya Yuno. Ia ingin memastikan bahwa Ara benar-benar bahagia hari ini, setidaknya itu yang bisa membuat perasaanya lega.
“Um,” Ara mengangguk, “makasih yah, Mas.”
Tangan kurusnya itu mengusap punggung tangan Yuno yang berada di atas perutnya, Ara juga menciumi rambut tebal suaminya itu. Ia benar-benar bahagia hari ini, seperti luka-luka yang ia dapatkan itu berangsur sembuh.
Ara membalikan tubuhnya, mengusap wajah tampan Suaminya itu. Kedua mata mereka saling bertemu, iris kecoklatan yang selalu teduh saat memandangnya. Membuat Ara selalu terbuai dan jatuh lebih dalam pada laki-laki yang selalu mencintainya.
Bibir yang terbentuk dengan indahnya itu ia sentuh, malam itu baik Yuno dan Ara saling menginginkan satu sama lain. Wajah mereka yang hanya berjarak beberapa inci saja itu Yuno kikis kembali hingga kini benda pink dan kenyal itu saling bersentuhan.
Ada decapan ketika Yuno membungkam bibir Ara dengan bibirnya, membawanya kepada satu ciumannya yang masih selalu memabukkan bagi wanita itu. Tidak seperti tadi pagi keduanya seling berciuman bagai mengutarakan perasaan masing-masing, malam ini Yuno mencium Istrinya itu seperti orang kehausan.
Meninggalkan sisa-sisa kewarasan Ara di setiap ciumannya, pinggang Ara di gamit dan bibir nya di pungut habis. Tangan Ara yang semula berada di bahu Suaminya itu kini berpindah, membelai dada bidang Suaminya itu pelan. Meraba nya dan hingga ia bisa merasakan betapa debaran jantung Yuno itu berdegup sangat kencang.
Tangan Yuno yang semula ada di pinggang ramping istrinya itu, kini berpindah membelai turun hingga ke bokongnya, membelainya perlahan hingga kini satu kaki Ara ia naikan dan ia taruh di pinggangnya, membawa tubuh mungil itu untuk ia gendong. Dengan hanya satu gerakan saja, Yuno berhasil membawa tubuh mungil itu ke tubuhnya, membiarkan kedua siku Ara berada di bahu nya.
Ada luapan kerinduan, ego serta nafsu dalam kecupan demi kecupan yang mampu menerbangkan kewarasan keduanya. Dengan langkah perlahan, Yuno berjalan menuju ranjang mereka menidurkan istrinya disana tanpa melepaskan ciuman di antara mereka.
Ruangan yang semula sejuk karena pendingin ruangan itu kini terasa panas, masih dengan bibir mereka yang saling mengecup, tangan Ara berpindah membelai bahu Yuno dan membuka satu persatu kancing piyama yang di kenakan suaminya itu, kemudian membuka piyama itu dan melemparnya sembarangan.
“Mmhh..” ketika Ara mulai mengerang, disitulah Yuno semakin jatuh dalam pesona wanita itu. Tidak memperdulikan tubuhnya yang sedikit lelah hari ini, malam itu mereka kembali memulai malam panjang penuh cinta, selanjutnya, hanya Yuno dan Ara yang tahu apa yang terjadi pada malam itu.