Epilog
Tangisan dari suara bayi di box bayi sebelah Yuno itu membuat Yuno mengerjapkan matanya, rasanya baru 1 jam yang lalu ia tidur dan sekarang ia harus kembali terbangun karena suara tangisan anaknya itu.
Yuno melihat ke ranjang tempat sebelah Istrinya itu tidur, namun Ara tidak ada di sana dan itu membuat Yuno harus kembali bangun dan menggendong si bungsu itu.
“Aksara, Haus yah sayang?” Yuno menimang-nimang anaknya itu. Ketika sudah berada di gendongan nya, anaknya yang bernama Aksara Kalundra putra Wijaya itu berhenti menangis.
Ia malah melihat wajah Ayahnya yang tersenyum menatapnya, tidak lama kemudian pintu kamarnya terbuka. Menampak Ara yang masuk sembari menggendong Askara.
“Bu, Aksa nangis nih. Kayanya dia haus deh, kamu susuin dulu yah. Sini gantian aku yang jagain Aska,” ucap Yuno.
Ara mengangguk, ia menidurkan Askara di ranjang mereka dan bergantian menggendong Aksara untuk kemudian ia susui. 1 bulan yang lalu, Ara melahirkan anak kembar laki-laki. Yang Yuno dan Ara beri nama Askara Kanaka Putra Wijaya dan Aksara Kalundra Putra Wijaya.
Aksara lahir lebih dulu 7 menit dari pada Askara. Dan proses melahirkan keduanya waktu itu begitu haru, apalagi saat Yuno menemani Ara di ruang bersalin. Itu untuk pertama kalinya Yuno melihat Istrinya berjuang melahirkan buah cinta mereka.
“Ngantuk yah?” tanya Yuno, dia melihat Ara menyusui Aksara sembari bersandar di head board ranjang mereka dengan mata terpejam.
“Banget, Mas. Tadi aku habis gantiin celana nya Askara karena dia pup.”
Yuno tersenyum, tangannya yang lain mengusap wajah Istrinya itu dan mengecup nya singkat. Sungguh, Yuno berani bersumpah jika ia tidak akan pernah menyakiti Istrinya.
Yuno sudah melihat Ara bertaruh nyawa dan mengorbankan banyak hal demi anak-anak mereka. Dan Yuno ingin selalu memastikan jika Ara akan lebih banyak bahagia dengannya, ya. Yuno akan selalu memastikan itu.
“Besok pagi mau massage sayang? Biar pegal-pegal nya hilang?”
Ara menghela nafasnya pelan, tubuhnya memang lelah dan pegal karena mengurus si kembar walau Yuno banyak membantunya, tapi tetap saja mereka harus berbagi perhatian pada Hana. Apalagi si kembar yang sering bangun tengah malam dan masih menyusu pada Ara.
“Nanti yang jagain si kembar siapa?” tanya Ara.
“Aku lah, aku kan Papa nya.”
“Ihh.. Mas.” Ara mencubit pipi Suaminya itu dengan gemas.
“Kamu massage di rumah aja, nanti aku panggil orangnya ke rumah. Besok kan Mama sama Bunda mau ke sini juga, aku gak tega liat kamu pegal-pegal begini. Pasti capek kan sayang?”
Ara mengangguk, “kamu gak capek emangnya? Kan kamu juga ikut jagain.”
“Capek, tapi aku tau kamu pasti lebih capek karena kamu udah bawa-bawa mereka selama 9 bulan, terus nyusuin mereka juga. Hormon kamu tuh pasti berantakan banget, aku gak mau kamu kena baby blues.“
Setelah kedua anak mereka tertidur, sembari menunggu mata mereka kembali mengantuk, Yuno memijat-mijat lengan Istrinya itu yang bersandar di dadanya. Mata keduanya tak luput dari si kembar yang sedang pulas di dalam box bayi sebelah ranjang mereka.
“Sayang?”
“Hm?”
“Makasih yah.”
“Untuk?”
“for everything, untuk sayang sama aku, bertahan sama aku, anak-anak yang lucu dan untuk segala kesabaran kamu.” Yuno menciumi pucuk kepala Istrinya itu, setiap pagi yang selalu Yuno ucapkan setelah bangun tidur adalah rasa syukur yang tiada hentinya karena semesta telah menemukanya dengan Ara. Wanita yang paling mengertinya, memberikanya bahagia, keluarga dan tempatnya mengadu.
“Makasi juga, Mas. Karena gak pernah menyerah sama diri kamu sendiri. Dan menjadi Suami sekaligus Ayah yang baik.”
Yuno tahu kalau kedepannya mungkin tidak akan hanya ada bahagia saja, tapi ia dan Ara akan selalu menemukan alasan-alasan untuk mereka tetap bertahan.
“we are going to last, selamanya hanya kamu yang jadi pertama dan terakhir buat aku, dan akan selalu aku pastikan. i still wake up every morning and the first thing i want to do is see your face.” ucap Yuno.
Ara mengangguk kecil, ngomong-ngomong ia jadi lupa ingin memberi tahu Suaminya sesuatu tentang kabar bahagia dari Julian.
“Mas, minggu depan kamu praktek gak?” tanya Ara.
“Kenapa hm?”
“Kita ada undangan pernikahan loh. Julian sama Vera.”
Ngomong-ngomong, Julian sama Vera temannya Shanin itu akhirnya menikah. Shanin yang mengenalkan Vera pada Julian, dan kebetulan juga kantor tempat Julian bekerja itu sedang mengadakan proyek bersama dengan kantor tempat Vera bekerja. Jadi lah mereka semakin dekat sampai akhirnya menjalin hubungan dan memutuskan untuk menikah.
Ara lega banget dengarnya, Julian laki-laki baik menurutnya, dan Julian pantas mendapatkan wanita yang juga baik untuknya. Dan Ara lega, akhirnya Julian bisa melupakannya dan mengubur perasaanya untuk Ara.
“Kayanya kosong, Sayang. Minggu juga kan? Kalo pun ada mungkin aku jaga malam kayanya. Bisa kok, nanti kita ke acaranya bareng yah.”