Forever Only 13
“Lo pikirin lagi, Kak. Kalian masih punya banyak waktu buat ngobrol berdua, nikmatin quality time lo sama Ara dan Hana. Dan pikir-pikir lagi, apa lo udah siap kehilangan mereka?”
“she is perfect as a wife, not many men are lucky to have a good wife, so why did you let her go?”
“aku masih sayang kamu. Aku mau bertahan bukan cuma karena ada Hana di antara kita, tapi karena aku sayang sama kamu.“
“Mas nyerah sama diri Mas sendiri yah? Termasuk sama pernikahan kita?“
Kata-kata itu selalu terngiang-ngiang di kepala Yuno hingga saat ini, pagi itu ketiganya berakhir di sebuah carvan yang Yuno sewa. Ia memilih pantai sebagai tempat carvan mereka singgahi, ini masih terlalu pagi, bahkan di luar masih gelap. Namun Yuno sudah terbangun, ia melihat Istri dan anaknya itu yang sedang tidur di sebelahnya, yup Yuno berada di tengah dengan dua perempuan yang sangat ia sayangi itu mengapitnya.
Ia memperhatikan setiap lekuk wajah Istrinya yang selalu ia lihat ketika menutup mata dan membuka mata keesokan harinya, ia sudah banyak melewati suka dan duka bersama Ara, wanita itu yang membuatnya jauh lebih kuat. Di tambah dengan kehadiran malaikat kecil di hidup keduanya, sekali lagi Yuno bertanya pada dirinya sendiri.
Apa ia sudah siap untuk kehilangan keduanya? Bercerai dengan cara baik-baik demi kebaikan bersama? Memang itu ada? Meskipun terbilang baik-baik, tapi tetap saja ada masalah di rumah tangga mereka. Meski terdengar remeh, tapi bagi Yuno ini bukan suatu hal yang remeh, ini soal Jeff. Tentang dirinya, dirinya yang lain yang selalu berusaha untuk menyakiti Istrinya.
Yuno memejamkan matanya, mengusap wajahnya itu. Di sebelahnya Ara menggeliat, Istrinya itu masih tertidur, namun tangannya memeluk tubuh Yuno dan mengusapkan wajahnya di lengannya, Membuat Yuno menoleh ke arah Istrinya itu.
Tanpa ia sadari, sebuah senyuman terbit di wajahnya. Tangan besarnya itu mengusap wajah Ara sangat pelan, apa ia sudah siap tidak melihat wanitanya ketika ia membuka mata di pagi hari nanti?
Ketika sedang larut dalam pikirannya sendiri sambil menatap wajah cantik kesayangannya, kedua mata yang selalu Yuno sukai itu terbuka. Iris hitam legam itu menatapnya, ia sedikit mengucek matanya yang terasa perih. Kemudian tersenyum, senyuman yang selalu berhasil membuat Yuno tergila-gila pada wanitanya itu.
Yuno tidak perduli dulu Jeff pernah bilang kalau Ara adalah gadis yang manja, yang Yuno suka memang gadis yang manja. Yuno suka memanjakan Ara, semua rajukan yang keluar dari bibir ranum itu tidak tahan membuat Yuno untuk ingin selalu mengabulkan permintaanya.
“good morning, Papa..” sapaan itu keluar dari bibirnya, ia kemudian tersenyum.
“morning Too.” Yuno menyingkirkan anak rambut yang berada di wajah Istrinya itu dan mengecup keningnya.
“Hngg..” bibirnya cemberut, “bukan di situ kayanya deh.”
“Apanya?” Yuno mengerutkan keningnya bingung.
“Ciumnya!!”
“Terus dimana?”
Ara mengerucutkan bibirnya, sungguh Yuno berani bersumpah. Ara yang terlihat kekanakan pagi ini dan mengerucutkan bibirnya itu mirip sekali dengan Hana, kelakuan manja Istrinya di pagi hari itu membuat Yuno tertawa dan tidak tahan untuk tidak menciumnya.
Dengan cepat ia layangkan 1 kecupan di bibir Istrinya itu, keduanya saling tertawa. Namun rasanya Ara masih belum cukup jika hanya di kecup saja, jadi wanita itu mendekatkan dirinya dan mencium Yuno lebih dulu.
Ara itu masih agak kaku, ia jarang sekali mencium Yuno duluan. Bahkan Yuno masih bisa menghitung berapa kali Ara menciumnya dengan kedua jari tangannya, ciuman itu terlalu manis bagi Yuno, bagaimana bisa bibir mungil itu mengecup bibirnya, melumat dan dan menggigitnya kecil.
Yuno masih terlalu terkejut, namun pada akhirnya ia memejamkan matanya. Menikmati setiap kuluman dan kecupan bibir mungil itu di atas bibirnya, tangan Yuno yang semula diam itu kini berpindah memegangi pinggang ramping istrinya itu.
Rambut panjang Ara yang terurai itu, menutupi wajah keduanya dari samping. Pertemuan antara bibir itu membuat keduanya terbuai dan masih terus mencacapi satu sama lain, sungguh, Ara rasanya di buat mabuk kepayang hanya dengan ciuman di pagi mereka yang tidak biasa ini.
Namun ciuman itu tidak berlangsung lama, karena Hana menggeliat dan mengubah posisinya menjadi menghadap kedua orang tua nya. Ara buru-buru menjauhkan tubuhnya dari tubuh Suaminya itu, walau Hana masih memejamkan matanya. Tapi tetap saja Ara dan Yuno terkejut, keduanya tidak ingin Hana memergoki apa yang kedua orang tua nya lakukan.
“Mau sarapan apa sayang?” tanya Yuno.
Keduanya bangun dan masih duduk di ranjang, Ara juga mematikan AC mobil yang ada di carvan dan menggantinya dengan membuka jendela yang berada di dekat ranjang mereka. Begitu jendelanya di buka, semilir angin laut di pagi hari itu langsung masuk ke dalam carvan mereka.
“Chef Yuno yang mau masak yah?”
“yes, Istriku ini mau makan apa?”
“Mas?”
“Tuh kan manggil itu lagi.” protes Yuno, Ara masih sering kali salah memanggilnya.
“Hana belum bangun, janji deh kalau Hana bangun aku panggil Papa.”
Yuno menghela nafasnya pelan, namun pada akhirnya ia mengangguk setuju.
“Yaudah, kamu mau makan apa hm?”
Rasanya pagi ini Yuno ingin sekali bermesraan dengan Ara, jadi, ia peluk tubuh itu dari belakang dan ia kecupi bahu Ara.
“Mau pasta deh, Mas.”
“Selain pasta, sayang. Aku gak bawa pasta.”
“Hmm.. Apa yah,” Ara masih mikir-mikir ingin di masakan apa, Yuno itu pandai sekali memasak. Ara bisa minta di masakan apa saja oleh Suaminya itu karena Yuno selalu bisa membuatnya.
“Mas, apa dong kasih saran gitu.”
“Apa yah? Aku lagi sibuk nyiumin rambut kamu,” Yuno terkekeh. “Ini loh wangi nya enak banget.”
“Ishhh aku gak minta kamu review wangi rambut aku, bantuin aku mikir mau sarapan apa Mas Yuno...” rengek Ara dan itu semakin membuat Yuno tertawa melihatnya.
“Avocado toast, hm? Or corn sup?”
“Semuanya aja deh, Mas. Tapi nanti siang kita jadi makan seafood kan?” Ara menoleh ke arahnya, kedua matanya berkedip seperti memohon. Terlihat seperti anak kucing yang sedang memohon untuk di rawat.
“Iya sayang.”
Begitu Yuno mengiyakan, Ara tersenyum. Keduanya langsung mengarah ke mini kitchen yang ada di carvan itu. Biarpun mini kitchen, tapi hampir semua perlengkapan dapurnya itu lengkap, ada pemanggang roti, microwave, oven dan mixer.
Sembari memperhatikan Yuno membuat toast, Ara juga membuat adonan cloud bread untuk Hana. Anaknya itu suka sekali makan cloud bread, dan tadi Ara mengintip anak itu belum bangun. Semalam Hana tidur agak sedikit larut karena terlalu banyak bercanda bersama Papa nya itu.
“Aku yang nerusin bikin cloud bread nya gapapa sayang, kamu bangunin Hana aja gih. Udah jam 7 juga, di luar segar banget udaranya loh,” ucap Yuno.
“Beneran gapapa?”
“Yup, nanti kalau udah jadi sarapannya aku panggil, tapi main di pantainya tunggu aku yah.”
“Ih Mas tapi di luar angin nya kencang, nanti masuk angin gimana?”
“Gak ada masuk angin, emang kamu makan angin?”
Ara mengangguk, ia meninggalkan adonan cloud bread nya itu. Sebelum membangunkan Hana, Ara sempat mengecup pipi Suaminya itu, kebetulan Yuno juga sedang sedikit membungkuk, dan itu memudahkan Ara untuk menciumnya. Karena jika Yuno tidak membungkuk, itu artinya Ara harus sedikit berjinjit agar bisa mencium pipinya.
Setelah itu Ara langsung melenggang untuk membangunkan Hana, anak itu masih tidur jadi Ara akan membangunkannya pelan-pelan. Ia naik ke ranjang, dan mengecup pipi Hana.
“princess nya Ibu, bangun yuk sayang. Katanya Kakak mau belajar naik sepeda, um?” bisik Ara di telinga putrinya itu.
Hana menggeliat, mata kecilnya yang terpejam itu terbuka. Ia tersenyum melihat Ibu nya di depannya itu, dan memeluk Ibunya.
“Ibu...”
“Ya, sayang?”
“Papa kemana?”
“Lagi buat sarapan, kenapa um?”
“Hana mau main di pantai aja yah, Buk?”
“Main di pantainya nunggu Papa yah? Kan Papa lagi masak, nanti habis sarapan baru kita main-main di pantai.”
Hana mengangguk, ia melepaskan pelukan Ibu nya itu dan mengubah posisinya menjadi duduk.
“Tapi Ibu pegangin Hana yah waktu naik sepeda?” tanya Hana.
“sure Ibu di belakang Kakak kok.”
“Kakak mandi dulu terus kita main sepeda di luar yah?”
Hana mengangguk pelan, namun pagi itu bocah itu terlihat agak sedikit manja. Hana merentangkan tangannya ke arah Ibu nya itu. “Ibu, gendong.”
Ara yang liat itu terkekeh pelan, jarang sekali Hana terlihat manja seperti ini. Jadi akhirnya Ara menggendong anak itu dan membawanya ke kamar mandi, setelah itu keduanya asik bermain sepeda di luar carvan.
Di dalam caravan sembari menunggu cloud bread nya matang, Yuno memperhatikan Hana yang sedang belajar naik sepeda dengan Ara yang berada di belakangnya. Mereka hidup Yuno, melihat keduanya tertawa membuat hati Yuno menghangat. Dan sekali lagi ia bertanya pada dirinya sendiri, apa ia siap kehilangan saat-saat seperti ini?
Ketika sudah selesai sarapan, ketiganya bermain-main di pantai. Mereka berenang, membuat istana pasir, perang bola pasir sampai Hana dan Ara berakhir mengubur Yuno di dalam pasir. Hanya ada tawa hari itu tanpa mengenal lelah, saat siang tiba. Yuno membuatkan aneka macam seafood dan tidak ketinggalan dengan es kelapa.
Keduanya makan dengan sangat lahap, mereka juga sempat melihat anak penyu di pinggiran pantai. Rasanya Yuno ingin menghentikan waktu saat ini, agar hanya berhenti di saat-saat indah seperti ini saja.
Gita benar, meski sudah nampak terlihat baik-baik saja. Yuno dan Ara seperti berusaha mengubur masalah kemarin, membuat masalah itu seolah-olah tidak pernah terjadi. Padahal Yuno tahu, kalau masih ada yang tampak mengganjal di antara mereka.
Malamnya, saat Hana sudah terlelap tidur. Yuno dan Ara memutuskan untuk berbicara tentang mereka, pernikahan mereka dan masalah kemarin di depan carvan. Di temani secangkir coklat panas, api unggun dan deburan ombak yang menjadi saksi bisu keduanya.
“Aku rasa emang kita perlu ngobrol banyak hal, Mas.”
Matanya menatap deburan ombak, sembari sesekali ia sesap coklat panas itu yang berada di tangannya.
“Boleh mulai dari aku?” tanya Yuno, yang di jawab anggukan kecil oleh Ara.
Sebelum memulai ceritanya, Yuno menarik nafasnya dahulu. Ini akan menjadi obrolan yang panjang bagi keduanya.
“Di rumah sakit aku memang enggak baik-baik aja, Sayang. Maaf aku gak pernah cerita, aku cuma enggak mau bikin kamu kepikiran dan bahayain kamu dan Nathan waktu itu”
Ara sepertinya tahu ara pembicaraan Yuno kemana, yup. Jeff sudah menceritakannya, namun tetap saja ia ingin mendengar cerita ini dari sudut pandang Suaminya.
“Aku sering dengar teman-teman sesama dokter dan perawat bilang aku gak kompeten, mereka bilang itu di belakang aku,” Yuno meringis, ia sempat bertanya-tanya. Apa ia memang tidak kompeten sebagai seorang dokter?
“Mereka bilang aku anak yang manja dan cuma bisa mengandalkan orang tua, nepotisme dan masih banyak hal-hal menyakitkan yang aku gak sengaja dengar dari mereka. Aku ngerasa semua orang yang ada di sana makai topeng kalau di depan aku”
“Apalagi waktu Papa memutuskan untuk daftarin aku studi lagi dan ambil spesialis jantung. Jujur, aku belum siap. Aku masih mau nikmatin waktu-waktu aku sama kamu dan Hana. Aku bahkan berniat untuk jadi dokter umum aja, aku gak mau Hana gak ngerasain adanya sosok Papa di hidupnya karena waktu aku lebih lama di rumah sakit di banding di rumah.”
Yuno menunduk, sejak kecil Yuno sering di tinggal kedua orang tua nya untuk bekerja. Bahkan Yuno pernah di ajak ke rumah sakit dan melihat kedua orang tua nya bekerja, sejak umurnya masih terlalu muda. Kedua orang tua nya sudah mendoktrin Yuno kelak besar ia harus menjadi dokter demi meneruskan profesi keluarga.
Bahkan sejak Yuno baru menginjak sekolah dasar, orang tua nya sudah mendaftarkan Yuno ke berbagai bimbel, jika nilai Yuno turun pun, Papa akan memarahinya habis-habisan dan tidak mengizinkan Yuno untuk bermain. Sejak itu Yuno mulai menggilai belajar, bahkan Yuno mengurangi jam tidurnya demi bisa belajar sampai materi yang tidak ia kuasai berakhir ia kuasai.
Sebuah keharusan yang Yuno wajib wujudkan karena ia adalah satu-satunya anak di keluarga itu. Dan yang semakin membuat Yuno tertekan adalah sepupu dari pihak Papa adalah calon dokter semua, dan Papa yang memiliki jiwa kompetitif kuat itu tidak ingin Yuno tersaingi oleh keponakan-keponakannya. Apalagi, Yuno satu-satunya cucu laki-laki di keluarga Wijaya.
“Aku juga ngerasa bersalah, sering ninggalin kamu waktu kamu hamil Hana karna waktu itu aku masih coas. Bahkan waktu kamu melahirkan, aku datang terlambat. Aku enggak ada di samping kamu, aku ngerasa gak becus jadi Suami waktu itu. Aku ada untuk orang lain yang membutuhkan aku, tapi aku gak pernah ada buat Istri aku sendiri”
“Mungkin beban-beban di pundak aku terlalu banyak sampai akhirnya Jeff datang dan ngehancurin semuanya,” Yuno meringis.
Ara lega mendengarnya, semua cerita Yuno dan kejujurannya. Ara sangat menghargai itu, ia tidak suka melihat Suaminya sedih dan merasa buruk, jadi ia genggam tangan yang terasa sedikit dingin itu.
“Waktu aku memutuskan mau menikah sama kamu, aku udah tahu semua konsekuensi nya kalau nantinya kamu bakalan sering ninggalin aku, Mas. Dan aku enggak masalah sama itu, tapi yang penting kamu selalu nyempatin waktu singkat kamu buat sekedar ngobrol sama aku dan main sama Hana. Aku bisa memaklumi kamu dan pekerjaan kamu.”
Ara sudah menerima konsekuensi itu, yah meski sering kali ia merasa kesepian. Tapi rasa kesepian itu selalu Yuno tebus dengan rasa bangga ketika Yuno berhasil menjadi seorang dokter, ketika Ara mengantarkan makanan ke rumah sakit dan melihat Yuno sedang memeriksa pasien-pasiennya, Ara selalu bangga dengan Yuno.
“Jeff benar, Mas. Sampai saat ini aku masih sulit menerima sisi dari diri kamu yang lain,” Ara menunduk. “Aku terlalu mencintai kamu sebagai Aryuno, aku gak bisa mencintai Jeff dengan dirinya sendiri”
“Mungkin itu juga yang membuat Jeff benci sama aku, waktu dia datang. Aku berusaha keras untuk menerima dia pelan-pelan, bahkan aku berpikir buat bikin dia sayang sama aku juga. Tapi terlalu banyak sikap Jeff dan kata-katanya yang membuat aku sakit”
“Aku salah waktu itu, aku bahayain Nathan dengan nekat keluar buat ke super market, padahal Jeff bilang kalau aku enggak boleh kemana-kemana karna tekanan darah aku tinggi. Tapi aku mikirnya waktu itu aku cuma butuh refreshing karena terlalu sesak, aku selalu nunggu kamu kembali tapi yang aku dapati setiap hari cuma tatapan dingin dari mata kamu, Aku drop, aku pingsan sampai berakhir Jeff marah besar ke aku.”
Ara masih ingat bagaimana Jeff benar-benar marah waktu itu. Jeff memang tidak pernah memukulnya, tapi tetap saja laki-laki itu sering menarik tangannya dengan kasar dan meneriakkannya.
“Waktu itu aku ikutin kemana Jeff pergi, dia ternyata nonton konser sama perempuan yang aku kenal, dia Shanin. Klien aku di rumah sakit dulu, waktu itu aku ketemuan sama Shanin dan jelasin semuanya ke dia tentang kamu dan Jeff, aku lega banget waktu itu karena Shanin paham dan dia mau jauhi Jeff”
“Aku marah banget ke Jeff, aku bukan cemburu karena dia dekat sama perempuan lain. Tapi karena dia pakai tubuh kamu buat dekat sama perempuan itu, dia bikin seolah-olah kamu selingkuh dan bikin aku cemburu.” Ara tersenyum miris, masih sakit rasanya kalau mengingat hal itu. Rasanya seperti ia tengah di selingkuhi
“Yah, dia berhasil. Tapi waktu itu dia balik marah, dia jelasin kalau dia cuma jadiin Shanin senjata balas dendam dia”
Ara menoleh ke arah Yuno, mata mereka berdua saling bertemu saat ini. Yuno tetap kaget mengetahui fakta ini dari Ara sendiri meski Jeff sudah menuliskannya di buku.
“Jeff jujur ke aku, kalau dia sayang sama aku, Mas. Selama ini sikap kasar nya dia ke aku, cuma sebagai bentuk kalau dia cemburu karena aku hanya mencintai kamu. Dia ingin aku mencintai dia sama besarnya kaya aku mencintai kamu, termasuk soal Shanin. Dia mau aku ngerasain cemburu yang selama ini dia rasain.”
Air mata Ara menetes, ia masih benci dengan alasan Jeff untuk satu hal itu. Rasanya saat ini ia tidak ingin lagi melihat tatapan tajam dan dingin itu lagi di kedua netra kecoklatan milik Suaminya. Ia tidak ingin Jeff hadir di antara ia dan Yuno lagi.
“Aku marah banget, aku kelepasan waktu itu dan itu awal mula Nathan pergi.”
Yuno menghela nafasnya kasar, ia mengusap matanya sebelum air matanya itu turun membasahi.
“Maaf aku kepikiran soal pisah, karena waktu itu Jeff bilang kalau dia gak akan biarin kamu kembali, aku gak mau pisah, Mas. Aku gak sanggup tanpa kamu.”
Ara menangis, ia menutupi wajahnya dengan kedua tangannya dan menangis seperti orang frustasi.
“Bukan pisah sama kamu yang aku inginkan, tapi Jeff. Aku enggak mau dia hadir di antara kita lagi.”
Yuno memeluk Istrinya itu, ia sendiri gak punya jaminan apa-apa untuk mengatakan Jeff tidak akan kembali. Malam itu keduanya menangis dengan saling memeluk, keduanya sudah meluapkan apa yang selama ini mengganjal di hati mereka.
“Aku juga minta maaf, maaf karena bikin kamu berpikir aku menyerah sama pernikahan kita. Aku cuma ngerasa gak pantas buat dapat kesempatan kedua setiap kali aku keingetan Nathan,” bisik Yuno di sela-sela isaknya.
Yuno memang tidak punya jaminan jika Jeff tidak akan pernah kembali, tapi ia memikirkan untuk membuat kesepakatan kembali pada laki-laki itu. Apalagi saat ini Yuno tahu jika Jeff juga mencintai Istrinya, meski sedikit cemburu. Namun logikanya masih berkata jika Jeff juga dirinya sendiri.
Jadi saat Ara sudah tidur di dalam carvan, Yuno tulis sebuah surat untuk Jeff. Dan ia taruh di buku penghubung mereka, berharap Jeff tidak akan mengingkari kesepakatan mereka seperti saat keduanya membuat kesepakatan untuk menjadi dokter dahulu.