I Hate This Part

Bukan Jeff enggak tahu bagaimana rekan kerja Yuno serta perawat di rumah sakit ini membicarakannya di belakang, ah. Lebih tepatnya bukan membicarakan Jeff, melainkan Yuno. Sudah terhitung berapa banyak mulut yang menjelekan Yuno selama Jeff menggantikan laki-laki itu.

Ini juga yang membuat Yuno tertekan selain harus mengambil studi nya lagi, yup. Mulut-mulut yang melabelinya dengan nepotisme. Mereka menganggap Yuno kurang kompeten di bidang kedokteran, ada lagi yang mengatakan Yuno anak yang ketergantungan dengan Papa nya.

Dan siang ini, Jeff mendengar ada seorang perawat yang membicarakan Yuno saat Jeff sedang berganti baju di ruang istirahat. Apalagi kalau bukan mengatainya kalau kemampuan Yuno setara dengan dokter coass. di belakang pintu ruang istirahat Jeff mengepal tangannya kuat, Jeff bisa saja meledak saat ini kalau tidak ingat ia sedang bertugas.

Bagaimana pun juga ia seorang dokter. Jeff enggak bisa serampangan menyerang orang lain di rumah sakit, seiring bertambah umurnya Yuno. Jeff juga sedikit lebih bisa mengontrol emosinya, meskipun Jeff tetaplah laki-laki berusia 25 tahun. Usianya enggak bertambah, setua apapun Yuno nanti. Jeff akan tetap pada usianya yang ke 25.

Setelah selesai berganti baju, Jeff keluar dari ruang istirahat. Kedua perawat yang tadi sedang membicarakannya itu kaget saat Jeff keluar dari ruang istirahat, mereka enggak tahu Jeff yang mereka tahu Yuno itu ada di dalam.

“Siang Dokter Yuno,” sapa salah satunya agak sedikit gugup.

Jeff enggak menunjukan ekspresi apa-apa, wajahnya datar menatap kedua perawat itu. Kemudian meninggalkan mereka dan mulai berjaga di UGD, karena sudah berganti shift Jeff melanjutkan pekerjaan yang tadi sedang di lakukan oleh dokter jaga yang lain.

Kali ini dia memeriksa seorang laki-laki berusia 18 tahun yang sudah demam lebih dari 7 hari, Jeff memeriksa suhu nya, memeriksa tubuh pasien dan juga memeriksa detak jantungnya.

“Ada muntah, batuk, atau sulit bernafas?” tanya Jeff.

“Muntah enggak ada sih, Dok. Cuma batuk udah 3 hari ini dan demamnya sudah masuk hari ke 8,” jelas wali pasien.

“Demam nya setiap jam berapa aja?” Jeff menyiapkan torniket dan tabung berwarna ungu yang berisi antikoagulan ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) untuk pemeriksaan hematologi dan crossmatch. Jeff akan melakukan pemeriksaan darah pada pasien.

“Setiap jam 10 pagi, kemudian turun setelah di beri Paracetamol, dan kembali demam di jam 4 sore.”

Jeff mengangguk, ia memasangkan torniket pada lengan pasien dan mulai mencari vena nya. Ketika telah di temukan vena nya Jeff mengoleskan alcohol swab pada permukaannya, dengan mudah Jeff mengumpulkan darah pasien kemudian menaruhnya di tabung.

“Cek ke lab, kalau sudah keluar hasilnya langsung kasih ke saya,” ucap Jeff pada perawat yang berdiri di sebelahnya.

“Hasil pemeriksaan darahnya baru akan keluar sekitar 1 jam lagi, karena demam nya yang lumayan tinggi dan ada kemungkinan terkena demam berdarah. Mungkin anak Ibu akan di rawat inap, Ibu bisa melakukan pendaftaran dulu di depan.”

“Baik, dok.”

“Tolong pasang infusnya, saya mau menghubungi farmasi dulu buat anterin beberapa obat ke UGD,” ucap Jeff pada perawat yang tadi membantunya.

Tidak lama kemudian dari arah pintu masuk UGD datang sebuah mobil ambulan lain, itu adalah Emergency medical services (EMS) layanan darurat yang menyediakan paramedis atau bantuan pra rumah sakit.

Keadaan agak sedikit kacau, karena pasien yang datang benar-benar termasuk kategori emergency Jeff langsung bersiap untuk memeriksa pasien tersebut. Seorang gadis remaja, umurnya kisaran 16-17 tahun.

“Pasien keracunan, dengan riwayat melukai diri sendiri, kesulitan bernafas dan nyeri dada saat bernafas, nafas di paru-paru kiri menurun. Ada muntah darah sebelum di bawa ke sini, sekitar 100cc dan tenggorokannya sakit,” jelas paramedis yang membawa korban.

Jeff menyimak ucapan paramedis itu, dia langsung memeriksa suhu badan pasien serta saturasi oksigen dalam darahnya.

“Pompa perutnya!” ucap Jeff pada perawat yang berjaga. “Pasang respirator baru.”

Jeff agak menyingkir dari sana, dia harus memastikan cairan apa yang di minum oleh pasien. Dia enggak mau salah ambil langkah medis dan membahayakan nyawa pasien.

“bawa sampel cairan yang di minum?” tanya Jeff pada paramedis yang membawa pasien tadi.

Paramedis tadi memberikan sebuah botol ke Jeff dan Jeff langsung memeriksa cairan yang ada di dalamnya, pertama ia hirup dulu. Bau nya sangat menyengat, Jeff sampai mengernyit Kemudian ia tuang isinya ke di atas permukaan tangannya.

Tidak lama kemudian Jeff membulatkan matanya, ia panik bukan main. “LEPASIN OKSIGENNYA!!” teriak Jeff.

Tanpa berpikir panjang Jeff langsung menghampiri pasien yang masih sadar, gadis itu masih kesulitan bernafas dan mencoba bernafas dengan mulutnya.

“Berapa banyak yang kamu tenggak?!” sentak Jeff, membuat semua orang yang ada di sana kaget. Apalagi Dokter Alice yang sering berjaga bersama Yuno. Ia tidak pernah melihat Yuno mengeluarkan nada tinggi sepanik apapun dia.

“Aaahh.. 4 tegakan, dok..” ucap gadis itu.

Jeff menghela nafasnya pelan, ia melempar botol yang di beri paramedis tadi sembarangan. “lakukan analisis urine dan tes lab, lalu ukur kadar kreatininanya, segera siapkan irigasi!!!”

“Baik, dok.”

Setelah memerintahkan perawat tadi, Jeff kembali menginterogasi paramedis yang membawa pasien tadi.

“Berapa banyak oksigen yang kamu kasih tadi?”

“dia kesulitan bernafas. Jadi, saya memberikan 0,9 Fi02 melalui kantong reservoir dengan aliran oksigen sepuluh liter per menit selama sekitar 12 menit menuju perjalanan ke rumah sakit,” jelas paramedis tersebut.

Rahang Jeff semakin mengeras, ia kecewa dengan kinerja paramedis yang lalai. Mereka memberikan oksigen sebanyak itu untuk pasien yang menelan racun paraquat atau bahan kimia beracun yang banyak digunakan sebagai herbisida (pembunuh tanaman), terutama untuk pengendalian gulma dan rumput, biasa di sebut juga dengan pestisida.

Perawat yang Jeff perintah tadi memberikan hasil urine pasien pada Jeff dan itu menambah kemarahannya pada paramedis.

“Kamu gila?!” sentak Jeff. “kadar konsetrasi urine nya sangat tinggi, hal ini bisa terjadi kalau mengkonsumsi paraquat, organnya mulai berhenti berfungsi.” jelasnya.

“Ma..maksudnya dia menelan paraquat?”

“Ceroboh!! Kamu gak cek dulu apa itu cairannya!!” matanya membulat, sungguh sore itu rumah sakit menjadi kacau. Perawat yang berjaga juga enggak nyangka Yuno yang mereka kenal sangat ramah akan memaki paramedis seperti ini.

“kadar kreatininanya 5,5 dan P02nya 67. Dia mengkonsumsi 60cc larutan itu, itu lima kali dosis mematikan. Gejalanya memang langsung muntah, tapi saat menghirup oksigen fibrosis paru pun dimulai dan orang akan kesulitan bernafas. Selain itu, dia di beri oksigen tingkat tinggi dalam perjalanan ke rumah sakit, oksigen ini proses tercepat perusakan paru-parunya!” jelas Jeff.

“Dokter Yuno, saturasi oksigen pasien menurun,” ucap salah satu perawat pada Jeff. Hal itu juga yang membuat atensi Jeff berpindah dari paramedis ke pasien.

Jeff periksa kondisi pasien tadi, bibirnya membiru dan tubuhnya mulai dingin. Bahkan gadis itu terlihat benar-benar kesulitan bernafas.

“Dok, cepat kasih respirator!!” ucap perawat yang lain.

“Gak!! Jangan ngaco kamu, makin banyak dia dapat oksigen makin cepat paru-paru nya memburuk. Sus, berikan dia bikarbonat untuk melawan asidosis.”

Namun sayangnya detak jantung pasien berhenti, Jeff dengan cepat melakukan CPR dan syukurnya detak jantung pasien kembali normal. Namun belum ada beberapa menit detak jantungnya menghilang kembali, pasien kembali mengalami gagal jantung. Membuat Jeff dan perawat di sana bergerak semakin cepat untuk menyiapkan

“Kasih dia epinefrina!!” teriak Jeff. Ia kemudian beralih mengambil AED untuk melakukan kejut jantung pada pasien.

“Isi sampai 150 joule!!” pekik Jeff. Ia kemudian melakukan kejut jantung pada gadis tadi, namun sayangnya tidak terjadi reaksi apa-apa. “200 joule!!”

Sore itu Jeff harus kehilangan pasiennya, gadis itu meninggal. Kondisinya parah karena telah mendapatkan oksigen dengan jumlah banyak saat perjalanan ke rumah sakit tadi.

“Nona Aulia meninggal pada pukul 17.47,” ucap Jeff.

Setelah kekacauan di UGD tadi, malamnya Jeff istirahat. Dia enggak kemana-mana, hanya di taman rumah sakit saja. Meminum kopi sembari membaca isi pesan singkat Yuno dengan Ara Istrinya. Jika itu Yuno, biasanya ia akan istirahat bersama dokter yang sedang berjaga juga. Sembari sesekali menelfon Istrinya, memastikan jika Ara baik-baik saja di rumah.

“Masih belum selesai shift nya yah? Saya pikir Dokter Jeff udah pulang,” ucap seseorang. Membuat Jeff menoleh ke arah suara itu dan menemukan Shanin tersenyum ke arahnya dan duduk di sebelahnya.

“Shanin? Kamu kok disini?” tanya Jeff.

“Saya tadi ke sini bareng sama petugas emergency tadi.”

Jeff menyipitkan matanya, “kamu keluarganya Nona Aulia?”

nope” Shanin menggeleng, “saya cuma tetangganya, kebetulan Aulia itu emang nunjukin gelagat aneh sejak pagi. Terus waktu saya lewat depan rumahnya, pintu rumahnya kebuka dan dia udah tergeletak pingsan di ruang tamu. Jadinya saya cepat-cepat telfon EMS buat minta pertolongan,” jelas Shanin.

Jeff mengangguk, dia pikir Shanin adalah keluarga pasiennya. “Saya pikir kamu keluarganya,” Jeff terkekeh.

“Tapi sayang banget, paramedis nya ceroboh. Mereka enggak meriksa apa cairan yang di telan sama pasien.”

Shanin hanya bisa mengangguk, dia tadi sempat membeli roti dari cafetaria yang ada di rumah sakit. Karena Shanin adalah pelapor pertama, Shanin masih harus menunggu sampai kelurga Aulia datang menjemput jasadnya. Aulia tinggal sendiri di rumahnya, kedua orang tua nya bercerai dan ia memutuskan untuk tinggal sendirian.

“Buat dokter,” Shanin memberikan kantung berisi roti yang tadi ia beli.

“Saya udah makan.”

“Simpan aja buat di rumah, terima kasih karena udah berusaha nolong Aulia tadi.”

Jeff memperhatikan kantung berisi roti dengan berbagai macam rasa itu tanpa berniat mengambilnya, karena Jeff hanya diam. Shanin akhirnya menarik tangan Jeff dan memberikan kantung itu pada genggaman tangannya.

“kalau gitu saya pulang dulu, semangat jaganya, dok.” ucap Shanin sebelum perempuan itu pergi dari sana.

Setelah sepeninggalan Shanin, Jeff memperhatikan roti itu. Dari 4 roti yang Shanin berikan, ada 2 varian roti yang menjadi kesukaan Jeff. Itu adalah rasa tuna dan coklat kacang, Ia mengambil roti itu dan memakannya.

Jeff pernah memakan roti dengan isi tuna ini, rasanya hampir mirip seperti yang ia makan dulu di Jerman. Tidak lama kemudian ponsel milik Yuno itu menyala, menampakan notifikasi dari Gita di sana. Jeff tersenyum, sudah 4 tahun ini Jeff enggak bicara sama Gita. Apa kabarnya wanita itu? Pikir Jeff.

To Be Continue