Seharusnya Tidak Seperti Ini

Siang itu Papa dan Mama Yuno bertemu dengan kedua orang tua Ara untuk membahas rumah tangga anak-anak mereka, mereka bertemu di sebuah private room di restoran yang sudah Papa Yuno pesan.

Keinginan Papa nya Ara masih sama, pria itu tetap pada pendiriannya yang tidak akan pernah setuju jika Ara dan Yuno berpisah untuk hal yang menurutnya kurang masuk akal. Di tambah Ara yang kini tengah mengandung, dulu sewaktu kedua orang tua Arial akan berpisah, Papa juga sempat menasihati keduanya.

Namun sayangnya pasangan Suami Istri itu sepakat untuk tetap berpisah karena sudah tidak ada kecocokan lagi di antara mereka, Papa benci perceraian, Papa juga tidak ingin cucu nya menjadi korban karena keegoisan dan emosi sesaat saja.

“Ara pasti sudah cerita kan sama Jeng Rahmi tentang apa yang terjadi sama rumah tangga anak-anak kita?” kali ini Mama memulai obrolan terlebih dahulu.

Bunda mengangguk, “kemarin Ara sudah jelaskan semuanya sama kami, Jeng. Jujur saja, Saya sama Mas Ardian belum bisa mencerna semuanya betul-betul. Menurut kami alasan Ara meminta berpisah dengan Yuno sama sekali tidak masuk akal.”

“Kami tahu, hal seperti ini memang asing di telinga orang awam. Tapi, Mbak. Apa yang Ara ceritakan itu benar. Anak kami, Yuno. Memang memiliki kepribadian lain yang bernama Jeff.”

“Tunggu, Mas. Kenapa dari awal enggak ada yang ngasih tau saya sama Istri saya soal kekurangan Yuno ini?” Papanya Ara kali ini menyela, ia merasa kedua orang tua Yuno juga tidak mendiskusikan hal ini dahulu hingga mereka gak tahu kalau Yuno punya gangguan yang sangat asing di telinga mereka.

“Waktu itu kami ingin sekali memberi tahu Mas dan Mbak kalau Yuno memang memiliki gangguan, tapi Ara melarang kami. Mereka bilang Mbak dan Mas gak perlu tahu hal ini,” jelas Mama.

Mendengar hal itu, Papanya Ara memejamkan matanya. Ia tidak menyangka jika ini sudah Ara tutup-tutupi dari lama.

“Apa Yuno enggak bisa sembuh, Jeng?”

Mama menunduk, ia berharap juga Yuno bisa segera sembuh dan hidup normal seperti laki-laki seusianya. Tanpa bayang-bayang Jeff yang kerap kali merusak keadaan, tapi sayangnya Yuno sendiri seperti melindungi Jeff. Sudah sering kali Mama dan Papa menyuruh Yuno untuk kembali terapi, tapi Yuno juga menolaknya.

Yuno selalu menolak dengan alasan, ia bisa mengendalikan Jeff. Tapi nyatanya, Yuno lah yang seperti di kendalikan oleh Jeff. Saat ini menurut Papa dan Mama, Yuno dan Jeff akan sulit untuk di pisahkan.

“Hypnotherapy, Jeng. Dulu Yuno sering melakukan Hypnotherapy, memang bukan untuk menyembuhkan. Terapi ini di peruntukan agar 2 kepribadian Yuno yang terpecah bisa menjadi 1,” jelas Mama.

“Terus sekarang gimana? Kalian setuju anak-anak kita berpisah?” tanya Papa Ara.

“Mas, gini. Kami sangat menyayangi Ara, Ara bukan lagi seperti menantu bagi saya dan Lastri. Ara sudah seperti putri kami juga, memaksa Ara untuk tetap bersama Yuno dengan kondisi Jeff sedang menguasai anak kami hanya akan membuat batin Ara terluka, kami gak ingin memaksa Ara untuk tetap bertahan karena kami mengenal seberapa kerasnya Jeff. Kami serahkan semua keputusan pada Ara,” jawab Papa Yuno.

Papa Ara mendengus, beliau menggelengkan kepalanya dengan perasaan kecewa terhadap respon besannya itu. Papa Ara beranggap jika kedua orang tua Yuno terkesan pasrah dengan keadaan, tidak ada upaya apapun untuk menyatukan rumah tangga anak mereka.

Ah, setidaknya membuat Ara bertahan dengan Yuno dan mengusir pemikiran buruknya untuk berpisah.

“Dengan kata lain kalian setuju dengan keputusan Ara untuk berpisah dengan Yuno, begitu? Kalian sama saja mendukung perceraian anak kalian!!” sentak Papa begitu emosi.

“Pah...” Bunda memperingatkan Suaminya itu, biarpun berada di private room. Tapi tetap saja suara Papa tadi lumayan kencang hingga terdengar keluar karena ini bukan ruangan kedap suara.

“Bukan begitu, Mas. Kami sama sekali bukan mau mendukung perceraian. Hanya saja, saya dan Mas Yudi tidak mau Ara bertahan untuk hal yang dia sendiri tidak sanggupi, kami memilih untuk menyerahkan semua kembali pada Ara karena kami sayang anakmu, Mas.”

Papa Ara berdiri, ia sudah kecewa dengan segala respon kedua orang tua Yuno. Menurutnya sudah tidak ada lagi yang perlu di bicarakan, ia sudah tahu inti dari obrolan mereka jika keduanya setuju Ara dan Yuno berpisah.

“Ayo kita pulang, Bun. Percuma berbicara dengan orang yang mendukung anaknya bercerai!” ucap Papa tegas.

Pria itu keluar lebih dulu dari private room, sementara Bunda berpamitan dengan besannya itu dulu, Bunda juga merasa tidak enak karena Suaminya begitu emosi.

“Jeng Lastri, Mas Yudi. Maafkan Suami saya yah, Mas Ardian memang agak sedikit sensitif jika bicara tentang perceraian,” ucap Bunda.

“Kami mengerti, Jeng. Saya dan Mas Yudi juga meminta maaf karena anak kami telah menyakiti hati putri kalian.”


“Masih sakit yah?” tanya Jeff pada Ara.

Ara baru saja selesai melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan bayi yang ada di kandungannya, bayi itu tidak selamat. Nathan meninggal di usia kandungan Ara yang baru berjalan 7 bulan, saat ini hanya ada Ara dan Jeff saja di ruang rawat.

Ara masih melamun dan meringkuk di ranjangnya, tadi Ara bilang bekas jahitannya sakit. Jeff hanya berpikir jika mungkin reaksi anestesinya sudah hilang sehingga sayatan di perutnya itu terasa nyeri. Ara yang di tanya begitu, mengangguk. Masih dengan tatapan kosongnya.

“Aku ambilin minum yah?”

“Mas Yuno?” panggil Ara.

Jeff yakin Ara tahu jika ia bukan Yuno, namun Jeff tetap memilih berpura-pura menjadi Yuno demi Ara. Ia menyesal, sangat menyesal karena tindakan konyolnya itu mereka harus kehilangan bayi mereka.

“Kenapa, Ra?”

“Aku boleh lihat Nathan gak yah?” gumamnya, Ara tahu Nathan meninggal dan ia tidak menangis sama sekali. Ara hanya melamun dan lebih banyak diam, tapi itu justru yang membuat Jeff khawatir.

“Nathan udah di bawa pulang sama Arial dan Gita, mau lihat fotonya aja?”

Ara mengangguk, ia membiarkan Jeff duduk di sebelahnya sembari menunjukan foto-foto Nathan di ponselnya, Jeff sebisa mungkin menahan dirinya untuk tidak menangis di depan Ara.

“Ganteng,” gumam Ara, ia tersenyum dan mengusap layar ponsel Yuno yang menunjukan foto-foto bayi yang sudah tidak bernyawa itu. “Mirip kamu yah, Mas.”

Jeff mengangguk, air mata yang ia tahan dari tadi akhirnya terjun juga. “I..iya..”

Ara yang mendengar suara Jeff bergetar itu menoleh, wajah yang dingin dengan tatapan kosong tanpa ekpresi itu melihat ke arahnya, tangan kurusnya itu terangkat untuk mengusap wajah Jeff dengan ibu jarinya.

“Mas Yuno kenapa nangis?”

“Ara, maafin aku.” Jeff memeluk Ara erat, ia menangis menyesakan memeluk Ara. Jeff benar-benar menyesal, bahkan rasanya ia tidak sanggup berada di depan Ara. Bahkan untuk menyentuh tubuhnya sekalipun, tapi saat ini Ara benar-benar membutuhkannya.

“Nathan udah pergi ke tempat yang jauh, kenapa Nathan ninggalin kita yah, Mas?”

Mendengar pertanyaan Ara itu, Jeff semakin menangis menyesakan. Ia berkali-kali meminta maaf dengan Ara dan menciumi kepalanya itu. Ara tidak menangis, ia hanya terus melamun dan memeluk tangan Suaminya itu.

Jeff sudah mengabari kedua orang tua Yuno dan juga orang tua Ara, keduanya sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit. Setelah menelpon Arial untuk keperluan pemakaman bayinya, Jeff baru saja ingin masuk ke ruang rawat Ara kembali.

Namun ia melihat di ujung lorong kedua orang tua Yuno dan juga kedua orang tua Ara datang bersamaan, Jeff sempat menyalami kedua orang tua Yuno. Namun begitu menyalami kedua orang tua Ara, Jeff justru di tampar dengan kencang oleh Papa nya Ara.

PLAKK

“Pah,” ucap Bunda memperingati, rasanya tidak etis Papa marah di rumah sakit dan dalam keadaan berkabung seperti ini.

Orang tua Yuno sebenarnya tidak terima anaknya di pukul seperti itu, tapi keduanya bisa memahami jika Papa nya Ara benar-benar emosi dan terpukul atas apa yang menimpa putrinya. Mereka berusaha menempatkan dirinya sebagai orang tua dari pihak perempuan, mereka berpikir jika kejadian itu menimpa mereka. Mungkin Papa Yuno juga akan melakukan hal yang sama dengan yang Papa Ara lakukan.

“Om.. Maafin say—”

PLAKK

“Pah!!” sentak Bunda, wanita itu menahan Suaminya agar tidak memukul menantunya lagi.

“Pergi kamu, Yuno!! Pergi! Ara tidak butuh kamu disini!! Bajingan kamu Yuno.” ucap Papa.

Jeff tidak melawan sedikit pun, ia hanya menunduk dan menahan pedih di pipi kiri nya karena tamparan dari Papa nya Ara, kedua orang tua Ara masuk ke ruang rawat putrinya. Sementara kedua orang tua Yuno menunggu di luar bersama dengan Jeff.

Di dalam, Ara sempat bangun dari tidurnya begitu sang Bunda datang memeluk Ara dan menangis, Bunda ikut merasakan sedih meski ia belum pernah kehilangan seorang anak. Bunda tahu ini pasti berat untuk Ara.

“Bunda..” gumam Ara, ia menatap Bunda nya itu dengan tatapan kosongnya. “Kenapa nangis?”

“Maafin Bunda yah, maaf Bunda gak bisa lindungin Kakak. Sampai Nathan pergi ninggalin kita.”

Ara menggeleng kepalanya, ia mengusap-usap punggung tangan Bunda nya itu. “Bukan salahnya Bunda..”

Papa yang melihat Ara tampak hancur itu ikut menangis, ia menyesal karena telah menentang keputusan Ara untuk bercerai dengan Yuno. Membuat Ara merasa jika kedua orang tua nya tidak ada di pihaknya, tapi Papa sembunyikan tangisnya itu dengan menatap ke jendela di ruang rawat Ara yang menyuguhkan pemandangan kota yang hari itu di guyur hujan.

“Mas Yuno kemana, Bun?” tanya Ara begitu ia menyadari Suaminya tidak ada di sana.

“Kakak gak butuh Yuno, Kak. Jangan cari laki-laki itu lagi,” kata Papa.

“Yang Ara butuhin itu Mas Yuno, Pah. Mas Yuno kemana?” nada bicara Ara bergetar, ia nampak frustasi karena tidak mendapati Yuno di sana.

“Mas Yuno di depan, Nak. Yuno di depan sama kedua orang tua nya.”

Setelah mengetahui keberadaan Yuno yang hanya duduk di depan ruang rawatnya, barulah Ara bisa sedikit lebih tenang. Ia belum bisa di ajak ngobrol banyak, karena Ara hanya bisa melamun dan tidak banyak bicara.

To Be Continue