Jenguk (43)

Pasca melahirkan Ara sempat di rawat selama dua hari di rumah sakit, setelah itu karena Ara dan Hana kondisinya stabil dan baik-baik saja, dokter Bagas akhirnya memperbolehkan keduanya untuk pulang ke rumah. Yuno pun enggak sempat ke rumah sakit karena begitu ia tiba di Indonesia Ara dan Hana sudah ada di rumahnya.

Sudah dua hari Yuno berada di rumahnya, dia benar-benar menepati janjinya untuk merawat Istri dan menjaga bayi mereka. Terutama di malam hari, Yuno rela kurang tidur atau bahkan enggak tidur demi menyusui Hana dari botol ASI, menggantikan baju nya ketika anaknya itu muntah karena kekenyangan, mengganti popoknya waktu Hana pipis dan pup, bahkan ketika Hana nangis hanya karena ingin di gendong.

Kalau susu di botolnya masih ada Yuno enggan membangunkan Ara, dia gak tega kalau Ara harus kurang tidur. Padahal Ara sudah bilang kalau dia enggak masalah harus bangun karena menyusui Hana.

Di jam dua malam, Ara mengerjabkan matanya. Meraba ranjang sebelahnya yang tadinya ada Suaminya itu yang baru tidur, lampu kamar mereka masih menyala. biasanya kalau Yuno tidur agak di redupkan sedikit. Enggak sampai gelap kok, bahkan masih terlihat terang.

“Mas?” panggil Ara.

“Di kamar mandi, Sayang. Hana habis pup,” ucap Yuno dari dalam kamar mandi mereka.

Mendengar itu Ara senyum, dia menumpuk bantal yang ia pakai jadi satu agar bisa bersandar. Lagi-lagi Yuno yang harus bangun, Ara sebenarnya senang Suaminya itu membantunya merawat Hana. Tapi enggak tega juga, karena Yuno pasti lelah, begitu selesai koas dia langsung melakukan penerbangan panjang dan begitu sampai Yuno langsung di sibukkan untuk menjaga Hana ketika malam.

Begitu selesai menggantikan popok anaknya itu, Yuno keluar dari kamar mandi dan tersenyum melihat Istrinya yang sedang bersandar di headboard ranjang mereka.

“Ibu kebangun yah?” cicitnya menirukan suara anak kecil.

“Kebangun nyariin cantiknya Ibu sama gantengnya Ibu.”

Yuno duduk di ranjang mereka, memberikan Hana pada Ara untuk ia susui. Kebetulan stok ASI yang Ara pompa sudah menipis, jadi mau enggak mau Ara harus memberikan ASI ke Hana secara langsung.

“Haus banget yah sayangnya Ibu?” Ara ngusap-ngusap kepala Hana yang sedang menyusu itu, benar-benar kehausan ternyata.

“Dia rambutnya tebal banget yah, sayang.”

“Kata Mama kaya kamu waktu bayi, rambutku juga dulu tebal. Cuma enggak selebat punya Hana.” rambut bayi Hana tuh benar-benar tebal dan hitam untuk seukuran bayi baru lahir, Bunda bilang kalau Hana sudah lepas tali pusarnya nanti rambutnya bisa di cukur sedikit saja supaya enggak timbul ruam di area keningnya.

“Bulu matanya lentik kaya kamu,” ucap Yuno. Dia gak pernah gak senyum kalau lihat Hana, bahkan enggak ada rasa lelah karena penerbangan panjang dan kurang tidur hanya untuk merawat anaknya.

Yuno benar-benar sedang menikmati perannya sebagai seorang Ayah. Rasanya dia mau terus-terusan menjaga Hana dan menemani Istrinya itu saja tanpa harus kembali ke Jerman.

“Bulu mata kamu panjang tapi turun yah.” Ara merhatiin bulu mata Yuno itu, bulu matanya memang panjang tapi sayangnya turun, berbeda dengan Ara yang memang lentik alami. Makanya Ara jarang banget pakai maskara atau penjepit bulu mata.

“Alisnya mirip siapa?”

“Kamu.”

Keduanya terkekeh pelan, oh iya. Hana itu punya lesung pipi persis kaya Yuno tapi sayangnya cuma sebelah saja enggak ada di kedua pipinya, karena pipinya yang tembam kalau Hana tersenyum sedikit saya lesung pipinya sudah terlihat jelas.

“Kamu tidur, Mas. Istirahat kamu tuh capek. Gantian sama aku jagain Hana nya, kan aku juga udah tidur lumayan lama.” bagi Ara, semenjak Hana lahir tidur 3 jam itu udah lumayan banget buat dia. Apalagi sejak kehadiran Yuno, dia bisa tidur lebih lama dari itu.

“Enggak ngantuk sama sekali, sayang. Aku kalo ngantuk pasti tidur kok, kamu tau kan aku gampang banget tidur?”

“Paksain, aku takut kamu sakit karna kecapekan.”

“Enggak akan, aku kan jarang sakit.” Yuno senyum, imun tubuhnya memang bagus. Yuno dari kecil pun jarang sekali sakit, kalau sakit pun paling cuma batuk, demam dan pusing aja.

“Kamu lagi menyombongkan diri?” Ara menaikan satu alisnya.

“Kedengarannya kaya gitu?”

Ara mengangguk. “Tidur yah, sebentar aja gapapa. Hana juga udah mulai ngantuk kayanya, udah merem lagi dia walau masih minum.”

“Aku tidur yah.”

“Iya, Mas.”

Yuno akhirnya mencoba untuk tidur, dia berbaring di samping Istrinya itu tapi urung memejamkan matanya. Dia malah masih betah mandangin Ara yang masih menyusui Hana, tangan kurusnya itu beringsut menepuk-nepuk pelan punggung bayi mereka.

Pernah merasa bahagia sampai-sampai untuk tidur pun sulit karena perutmu terisi kupu-kupu? Nah itu dia yang di rasakan Yuno sekarang, rasanya seperti itu. Seperti semua susah, sedih dan semua pengorbanan Yuno terbayarkan dengan Tuhan memberikannya seorang putri yang benar-benar cantik.


“Ahh, ini mah Ara enggak kebagian apa-apa Bang Yuno banget ini sih,” pekik Chaka. Waktu pertama kali liat Hana, dia takjub banget sama bayi mungil itu.

“Ya namanya juga anaknya jir, masa mirip elu, si Ara juga ogah kalau anaknya mirip elu,” sahut Kevin.

“Dih, gue mah ganteng.”

Anak-anak kosan hari ini bersama-sama menjenguk Ara dan Hana, ada Gita, Arial, Januar, Elara, Kevin, Chaka dan juga Teh Niken. Mereka semua datang bersama dan memberi hadiah untuk Ara dan juga Hana, enggak cuma Hana aja kok yang dapat hadiah tapi Ara juga. Terutama barang-barang yang dia butuhin banget sebagai Ibu baru.

Gita yang sedang asik gendong Hana itu jadi kesal sendiri dengar perdebatan Kevin dan Chaka, kalau enggak ada si kembar sekarang. Pasti tangan Gita udah melayang buat nabok bibir Kevin sama Chaka biar diam.

“Ganteng tapi kaya dukun mah buat apa,” celetuk Gita karena kesal.

Chaka yang di bilang gitu cuma prengat prengut kesal aja, gak berani ngelawan Gita. Takut dia gak di bolehin menginap lagi atau gak di kasih kesempatan buat ngeluh tentang hubungannya lagi.

“Hana beratnya berapa, Ra?” tanya Elara, karena mau nikah tahun depan. Selain mengurus pernikahan, Elara juga jadi sedikit-sedikit nanya tentang merawat bayi, ya siapa tahu kan dia sama Januar di kasih anaknya cepat kaya Yuno dan Ara.

“Beratnya 4 kg, El. Tingginya 51 cm.”

“Pantes endut banget, gemes banget. Pengen punya yang kaya gini juga,” gumam Elara.

“Kan kita udah sering bikin, makanya jadiin!!” samber Janu yang langsung di hadiahi cubitan di pinggangnya, tangan Elara masuk ke dalam kaus yang Janu pakai supaya si kembar Elios dan Eloise enggak liat.

“Hehehe, jangan ngomong gitu ah,” ucap Elara di sela-sela cubitannya.

“Pasti proses nya panjang banget yah, Ra? Sakit gak sih melahirkan normal?” tanya Niken. Dia belum pernah melihat orang melahirkan langsung, tapi bayangin kepala bayi yang sebesar itu keluar dari dalam dirinya aja bulu kuduk Niken udah berdiri semua rasanya.

“Lumayan lama, Teh. Aku mulai kontraksi itu subuh gitu jam 3 an. Tapi udah ngerasa mulas dari jam 1, terus Hana lahir jam 10 pagi. Kalau di tanya sakit, yah sakit banget Cuma recovery nya cepat kok.”

“Tuh dengerin, makanya elu kalau udah pada punya bini tuh nanti di sayang bini nya jangan macem-macem tingkahnya, jadi Ibu tuh susah, hamil tuh enggak enak dan melahirkan tuh sakit. Minta maaf lu pada sama Nyokap,” Gita ceramah, yang bikin cowok-cowok jadi pada nunduk karena ngebayangin gimana perjuangan orang tua mereka dulu.

“Cil, lo kok jahat. Gue kan gak punya Mama..” gumam Chaka, Chaka udah berdamai sama keadaan kok tenang aja.

“Yaudah jadi anak yang bener biar Mama lo bangga liat lo sekarang. Jangan sibuk jadi dukun aja.”

“Itu sampingan,” Chaka ngeles.

“Tapi Bang Yuno keren loh, dia cekatan banget jadi Papa muda. Udah bisa mandiin Hana juga, gue aja kayanya takut buat gendong pun.” Kevin sebenarnya pengen banget gendong Hana, waktu Elios sama Eloise lahir pun Kevin kepengen banget gendong tapi dia enggak berani. Dia baru berani gendong si kembar anaknya Gita dan Arial waktu umur mereka sudah 11 bulan.

Di mata Kevin bayi tuh ringkih, takut banget dia salah-salah gendong dan bikin bayinya sakit atau ngerasa gak nyaman. Makanya dia cuma ngeliatin aja, lain hal nya sama Chaka yang sebenarnya berani. Tapi apesnya setiap kali ingin menggendong bayi, bayinya langsung menangis begitu dekat dengannya. Enggak tahu deh, aura Chaka emang jelek banget kayanya. Kebanyakan main sama setan kalau kata Januar mah.

“Mas Yuno banyak nanya juga sama Mas Ril, Kev. Waktu Hana belum lahir dia juga banyak baca-baca cara merawat bayi baru lahir, makanya lo kalo nanti nikah sama Yves juga gitu yah. Punya anak tuh di urusnya berdua.” oiya, selain menjenguk Ara dan Hana. Ini juga menjadi kumpul-kumpul sama Kevin sebelum cowok itu pergi ke London. Kevin akan melanjutkan S2 nya di sana bersama dengan Yves.

“Pasti lah.”

“Jangan mau bikinnya doang lu, Kev.” sambar Janu.

“Itu mah elu.” karena kesal, Kevin lempar Januar pakai cushion yang tadi ada di pangkuannya.

“Gak sia-sia lo, No. Berguru sama gue,” Arial menepuk pundak Yuno dengan bangga.

“Lo dulu gini juga gak sih, Ril?” tanya Yuno, matanya enggak berpidah dari Hana yang masih terlihat nyaman dalam gendongan Gita.

“Gini gimana? Repot?”

Yuno menggeleng, “gak bisa tidur saking senangnya dan nikmatin ngurus anak lo sendiri?”

“Gitu juga sih, tapi ya lo tau sendiri anak gue langsung dua. Tetap capek banget, apalagi kalau nangisnya barengan. Kepala gue pusing aja rasanya bisa sembuh sendiri, tapi yah benar kata lo. Justru nikmat nya di situ jadi orang tua baru.”

Waktu anaknya baru lahir, Arial dan Gita juga sempat kuwalahan kok, apalagi kalau si kembar nangisnya bersamaan dan dua-dua nya minta menyusu. Kadang buat Arial dan Gita tidur satu jam saja sudah sangat bersyukur, enggak jarang Arial suka mengantuk dan ketiduran di kantor kalau sedang jam istirahat.

“Ra, gue boleh nyium pipinya Hana gak?” kata Januar.

“Ihhh gak boyehh.. uncle bau kokok kata aunty El..” pekik Elois, bocah itu menghalangi Janu agar tidak mendekat ke Hana.

“Hahaha udah di jawab yah, Nu. Sama keponakan gue,” jawab Yuno sambil terkekeh.