Kabar (4)
Setelah membalas bubble chat terakhir yang di kirimkan oleh Janu di grup, Ara menghela nafasnya pelan. Dia jadi kepikiran sama Julian yang memang akhir-akhir ini berubah, ah enggak. Julian mulai berubah sejak Ara bercerita untuk menikah dengan Yuno.
Atau ini hanya perasaanya saja? Tapi bukan hanya Ara yang merasa begitu, bahkan teman-temannya yang lain juga. Kevin pernah bilang kalau beberapa hari ini Julian juga sulit di hubungi, bahkan cowok itu sudah pindah ke Jakarta tanpa berpamitan pada penghuni kost yang lain.
Padahal yang masih kost di kosan Abah itu ada Chaka, Kevin dan Januar. Apa ini semua ada sangkut pautnya dengan dirinya? Maksud nya, anggap Julian kecewa atau patah hati mengetahui ia dan Yuno memutuskan untuk menikah, tapi kenapa? Kenapa Julian harus menjauhi teman-teman yang lain.
“Sayang?” panggil Yuno.
Mereka dari tadi hanya menghabiskan waktu untuk menonton TV di apartemen, dan barusan Yuno mengajaknya bicara. Tapi sepertinya Ara enggak menyimak apa yang di bicarakan oleh Yuno, entah apa yang sedang cewek itu pikirkan karna raut wajahnya pun berubah seperti orang sedang kalut.
“Hm?” sahut Ara.
“Lagi mikirin apa? Aku dari tadi ngomong tau.”
Ara menggeleng kecil, biar dia simpan asumsi ini dulu saja. Persoalan Julian agak sensitif, ini tentang perasaan dan Ara enggak mau Suaminya itu cemburu kalau dia cerita bagaimana dulu Julian mengakui perasaanya pada Ara.
Ara yang tadinya bersandar ke sofa itu kini beringsut untuk memeluk Yuno, mengusap-usap hidung mancung nya di dada bidang Suaminya itu dengan posesif.
“Gapapa.”
“Kok mukanya kaya orang bingung gitu sih?”
“Mas?”
“Hm?”
“Abis magrib anterin aku ke rumah Gita yuk.”
“Ada apa emangnya? Kok tiba-tiba mau ke sana?” Yuno mengambil remote TV yang ada di sebelahnya, mengecilkan volume TV agar bisa mendengar suara Ara lebih jelas.
“Janu nyuruh anak-anak ngumpul, katanya ada yang mau dia omongin.”
“Tumben banget.”
“Katanya mau ngasih tau hal penting.”
Ara mengedikkan bahu nya, kemudian kepalanya itu mendongak menatap Yuno yang kini tengah memakan pistachio yang ada di toples meja dekat TV.
“Mas, mau..”
Ara mengulum bibirnya sendiri, matanya berkedip seperti anak kucing yang meminta makan. Dan itu membuat Yuno tidak tahan untuk tidak mencium nya, jadi, dengan cepat Yuno kecup bibir itu kemudian ia melanjutkan lagi memakan pistachio yang ada di tangannya.
“Ihhh Mas.. Bukan itu!” Ara yang kesal malah mencubit pinggang Yuno sampai cowok itu bergedik kegelian.
“Mau apa? Biasanya kan cium,” tanya Yuno polos.
“Mau pistachio nya ih!” rajuk Ara.
“Ohh, kamu ngomong dong yang benar. Aku kan gak tau, biasanya kalo ngomong mau-mau gitu kan kamu minta ciuman.” Yuno mengambil satu pistachio yang ada di tangannya, baru saja ingin menyuapi Ara tapi cewek itu malah melepas pelukannya dan bergeser jauh dari nya.
“Gak jadi, udah gak mood.“
“Sayang, masa gitu?”
“Abisan kamu nya!!”
“Ohhh aku suapin dari mulut aku yah? Mau?” Yuno menaik turunkan alisnya, membuat Ara jadi menahan tawanya, dia kan lagi ngambek.
“Gak mau!”
“Aku suapin sambil di pangku?”
“Gak!”
“Sambil kelonan?”
“GAK MAU!”
“Sayang... Maunya apa dong?” kali ini malah jadi Yuno yang merengek.
“Gak, gak mau apa-apa.” dari pada salah tingkah sendiri liat Yuno yang ngerengek biar Ara gak ngambek gini, lebih baik Ara ke dapur.
Cewek itu mau buat pasta saus mushroom buat makan malam mereka, setelah itu baru lah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Gita. Yah, walau rumah Gita sama Arial gak jauh dari apartemen mereka sih, jaraknya kalau menggunakan mobil hanya berkisar 10 sampai 15 menit saja.
Baru saja ingin mengambil bahan-bahan masakan di kulkas, Yuno malah menghalangi jalannya. Cowok itu malah berdiri di depan kulkas, dengan sebelah tangan ia taruh di lehernya dan alis tebal itu terangkat satu, benar-benar pose yang nyebelin di mata Ara.
Dia yakin, kalau saja penggemar-penggemar Yuno di kampus dan di sekolah dulu tau kelakuan cowok ganteng yang mereka gandrungi ini di rumah, pasti udah pada kabur semua.
“Kamu ngapain?” tanya Ara.
“Sayang, jangan galak-galak kenapa sih. Kamu kok jadi galak gini sih.”
Ara menahan nafasnya sebentar, kemudian memasang senyum yang ia paksakan. Membuat Yuno yang melihat itu juga tersenyum.
“Mas, mau ngapain?” tanyanya lagi dengan suara yang jauh lebih lembut.
“Jangan ngambek.”
“Aku gak ngambek, aku mau masak.”
“Aku aja yang masak yah, kamu duduk aja.” dengan sigap, Yuno menggendong Ara dan mendudukkan Istrinya itu di kursi meja pantry.
“Kamu terus yang masak ih, gak suka masakan aku yah?” tanya Ara, pure nanya saja kok. Dia juga seneng-seneng aja di masakin terus sama Yuno.
“nope! aku suka masakan kamu, tapi kan dikit lagi aku balik ke Jerman. Aku cuma mau masakin kamu aja, bikin kamu puas makan masakan aku sebelum nanti aku tinggal.”
“Ihhh kamu mah.”
“Nanti kalau liburan, nyusul aku ya? Kita belum sempat honeymoon bahkan.” sembari menimpali ucapan Istrinya itu, Yuno mulai mengumpulkan bahan-bahan di meja dapur dan menyalakan kompor untuk merebus pasta nya. Ah, ada sisa udang juga mungkin Yuno akan memasaknya juga sebagai toping pasta nya.
“Pasti lah, aku belum di tinggal kamu aja udah kangen terus.”
“Emang aku ini sebenarnya ngangenin, tapi Istriku yang cantik ini hobi baru nya sekarang ngambekin aku.”
“Abisan kamu ngeselin kadang.” Ara tersenyum, apalagi saat Yuno mulai memotong-motong jamur dan bawang bombai, benar-benar terlihat seperti seorang chef profesional.
“Tapi bikin kamu kangen terus kan?” Yuno melirik ke arah Ara, Ara sih enggak jawab soalnya Yuno pasti sudah tahu jawabannya.
Oh iya, ngomong-ngomong soal perbedaan mereka saat tidur. Yuno udah enggak mendengkur sekencang kemarin-kemarin, alasan dia mendengkur sekencang itu karena Yuno kecapekan. Ya maklum, mereka habis mengadakan resepsi kemudian belanja kebutuhan untuk di apartemen.
Kalau soal Ara yang enggak bisa tidur pas gelap, Yuno memutuskan untuk tidur belakangan. Saat Ara sudah tidur, lampu kamar akan di padamkan. Dengan begitu semua nya kan adil.
Satu persatu penghuni kosan Abah akhirnya tiba di rumah Gita dan Arial, untung nya anak kembar Gita dan Arial sudah tidur, yah acaranya agak sedikit ngaret karena Janu yang menyuruh mereka berkumpul justru datang terlambat.
Hal itu pun enggak luput dari sumpah serapah teman-temannya, dan siapa yang enggak kaget walau beberapa dari mereka juga enggak kaget dengan siapa Janu datang.
“Jadi gini, Guys. Gue sebenernya mau nikah!” pekik Janu excited.
“Jir, tiba-tiba banget?” sahut Chaka heran, ya emang sih Janu sama Elara sudah pacaran tapi yah bisa di bilang belum lama juga.
“Ya, gue sama Januar juga udah cocok, kita juga udah kenal lama, nunggu apaan lagi coba? Ya kan, Nu?” jawab Elara.
Janu hanya mengangguk. “Ini gak mendadak kok, Guys.”
“Bilang aja lo fomo kan?” Kevin menendang kaki Januar pelan, dia senang kok dengar nya tapi enggak nyangka juga kalau Januar dan Elara akan memutuskan menikah secepat ini.
“Maksud lo fomo gara-gara gue liat Bang Yuno sama Bang Ril nikah?” Janu menaikan satu alisnya, kemudian mengangguk pelan. “Sebenernya itu juga, tapi beneran gue serius kok bukan karna fomo doang.”
Gita yang dengar sih cuma bisa senyum-senyum aja sebentar, enggak heran sama kelakuan dua temannya itu yang kadang suka di luar dugaanya. Sebenarnya, waktu resepsi pernikahan Yuno dan Ara, Janu sempat menggoda Elara untuk mengajaknya menikah, yah waktu itu Gita sih mikirnya Janu cuma bercanda aja, gak nyangka kalau cowok itu benar-benar realisasikan ucapannya.
“Tapi lo serius mau nikah sama teripang ini, El?” tanya Gita sekali lagi, siapa tau Elara waktu di ajak nikah Janu separuh sadar dan manggut-manggut aja.
“Serius, Git. Gue udah pikirin ini mateng-mateng, kita juga udah ngomong ke keluarga masing-masing. Bahkan minggu depan udah mau ngobrolin tanggal nya.”
“Tapi gue seneng dengernya deh, El. Congrats yah. Apa ini juga karna bunga yang waktu itu di lempar Ara terus yang dapet Janu yah?” waktu pernikahan Yuno dan Ara, Janu memang mendapatkan bunga yang Ara dan Yuno lempar. Mitosnya orang yang mendapatkan bunga dari pernikahan ini akan segera menikah.
“Nah, itu. Sejak dapet bunga di nikahan lo sama Bang Yuno, baliknya Janu ngajak gue nikah, agak sinting emang tapi yah yaudah emang begini kali akhirnya gue sama Janu.”
“Ohhh jadi gara-gara nikahan gue.” Yuno senyum-senyum sendiri.
“Gue pikir Elara hamil,” ucap Chaka enteng yang bibirnya langsung di tepuk oleh Elara.
“Sembarangan lo kalo ngomong!”
Arial sih cuma ketawa-ketawa aja, gak lama bel rumah Gita dan Arial bunyi, itu kurir yang mengantar pizza yang Arial pesan, jadi Arial dan Yuno mengambil pesanan-pesanan mereka dan membawanya ke ruang tamu.
“Sekarang tugas elu pada bantuin gue sama El cari vendor,” ucap Janu di sela-sela makannya.
“Gue ada kenalan beberapa vendor yang di kasih tau sama Bang Jo. Nanti gue kasih kontaknya ke lo, Nu.” kata Yuno.
“Sekalian sumbangan nya, Bang.”
“Sumbang lagu, tenang aja nanti gue nyanyi.”
“Yaelah, Bang.”
Sedang asik-asik makan, tiba-tiba saja kepala Ara berdenyut nyeri. Agak sedikit pusing, padahal tadi nya baik-baik aja kok, jadi ia sandarkan kepalanya itu di bahu Yuno.
“Kenapa, hm?” tanya Yuno, dia mau nyuapin Ara pizza tapi Ara justru menggeleng.
“Pusing.”
“Mau pulang?”
Belum sempat menjawab, Chaka justru memekik sampai beberapa chesee ball yang sedang ia makan itu berhamburan keluar dari mulutnya.
“Gilaaa! Ijul lagi di Rinjani anjir, ini orang berkelana kemana-mana dah!”
“Mana-mana?” Janu yang duduk di sebelah Chaka itu menarik ponsel Chaka demi melihat story dari Julian itu. “Pantes susah di hubungin.”
“Eh iya, dari tadi gue mikir kaya ada yang kurang, ternyata bener, gak ada Julian,” ucap Elara.
“Ijul udah balik ke Jakarta, El.” jawab Kevin.
“Julian yang tinggi itu bukan sih? Yang satu fakultas sama Ara kan?” tanya Yuno.
“Iya, Bang. Yang itu.”
“Kayanya dia juga gak datang ke acara gue kemarin yah?”
Waktu Yuno ngomong kaya gitu, yang lain enggak ada yang jawab. Bingung harus menanggapinya seperti apa, Yuno saat ini cuma tau kalau Julian teman dekat Ara, dia enggak tahu kalau Julian menyimpan perasaan sama Istrinya.
“Ijul lagi sibuk kali, Kak.”
Di kursi Ara duduk, cewek itu menghela nafasnya pelan. Gita yang menjawab pertanyaan itu, dan setelahnya gak ada lagi yang bahas-bahas Julian sampai akhirnya acara ngobrol-ngobrol itu selesai.
Malam nya Ara belum bisa tidur, selain karena kepalanya yang sakit. di luar sana juga hujan. Ia hanya memeluk Yuno yang sedang sibuk mengisi beberapa data untuk keperluannya coass.
“Masih pusing yah? Minum obat aja ya?” tanya Yuno khawatir.
Ara hanya menggeleng pelan. “Udah gak sepusing tadi sih, Mas.”
“Beneran?”
“Um..” Ara mengangguk.
“Aku mau tinggal gini malah sakit, Istri aku.” Yuno menaruh ponselnya, memeluk tubuh mungil Istrinya itu dengan gemas sembari tangannya memijat pelan kening Ara.
“Makanya jangan pergi.”
“Kalo aku enggak pergi, aku gak coass dong? Kalo enggak coass aku gak bisa jadi dokter gimana?” bisik Yuno.
Ara enggak jawab apa-apa lagi, dia cuma menyembunyikan wajahnya di dada bidang Yuno sembari menikmati pijatan tangan Suaminya itu di keningnya.
“Sayang?” panggil Yuno khawatir.
“Aku takut, petir nya kenceng banget, Mas.” gak tau kenapa rasanya malam itu Ara agak sedikit takut, hujan di luar deras dengan petir yang lumayan bikin dia kaget. Ara jadi kepikiran gimana kalau nanti di saat seperti ini dia malah sendirian?
“Aku disini.” Yuno mengusap-usap punggung Ara dan menarik selimut untuk menutupi mereka hingga bahu.