Kecewa (29)

“Andra, angkat ini ke dalam, nak.”

Samar-samar Julian mendengar suara Ibu, matanya juga mengerjap karena sinar matahari yang masuk melalui celah-celah korden kamarnya. Ia ingin bangun namun tidak jadi, kepala nya terlalu sakit. Jadi yang Julian lakukan adalah meraba kantung celana nya untuk mencari ponsel nya.

Julian ingin tahu sekarang jam berapa, dan sial nya saat menemukan ponsel nya di kantung celana nya. Ponsel nya mati, Julian mendesah putus asa dan mengusap wajahnya, dia baru ingat kalau semalam ia mabuk dan Kian mengantarkannya pulang ke rumah alih-alih ke hotel. Itu artinya Ibu dan Andra tahu kalau dia mabuk parah semalam kan? Pikir Julian.

sialan Mas Kian.

Tanpa pikir panjang ia langsung bangun dari ranjangnya, Julian mengabaikan kepala nya yang sakit dan tubuhnya yang lengket bau minuman bercampur keringat. Dia membuka pintu kamarnya, mendapati Ibu dan Andra sedang menaruh belanjaan di dapur.

Ibu memang belanja untuk catering nya, biasanya kalau Julian libur, Julian yang mengantar Ibu tapi berhubung Julian semalam mabuk, akhirnya Ibu di antar oleh Andra. Begitu melihat Julian bangun, Ibu langsung membuang pandanganya ke arah lain. Ibu bahkan pergi ke dapur mengabaikan Julian yang terlihat merasa bersalah.

“Dra?” panggil Julian waktu Andra keluar dari dapur.

“Ibu kecewa banget sama lo, Mas.” itu adalah kalimat pertama yang keluar dari bibir Andra. Julian tahu itu, terlihat dari bagaimana raut wajah Ibu dan sikap nya pagi ini yang memang menyadarkan Julian bahwa Ibu sangat marah.

Julian diam aja, dia nunduk. Ngerasa bersalah banget sama Ibu dan enggak enak sama Andra. Karena dia mabuk Andra jadi harus mengambil alih pekerjaannya bantu Ibu, mereka itu udah bagi-bagi tugas buat bantu Ibu dari dulu.

“Biar gue aja yang bawa ke dapur, Dra.” Julian nahan tangan Andra waktu adiknya itu mau bawa karung kecil berisi bawang bombay yang di beli Ibu.

“Yaudah, gue tinggal yah. Gue mau pesen gas dulu.”

Julian mengangguk, dia mengambil alih pekerjaan itu dan berjalan ke dapur. Di dapur, Ibu sedang memeriksa catatan dan belanjaan yang dia beli sama Andra, namun begitu melihat Julian masuk Ibu langsung berdiri dan hendak keluar dari dapur.

“Buk?” panggil Julian setelah dia naruh karung berisi bawangnya.

“Mandi, sholat, habis itu makan.” hanya itu yang Ibu ucapkan setelah itu Ibu pergi mengabaikan Julian lagi.

Julian yang mendengar nada tegas dari suara Ibu nya itu mengusap wajahnya, dia nyesal. Julian sadar kok dia sudah lari terlalu jauh, dia juga sadar kalau dia banyak berubah. Bahkan Julian sadar dia seperti tidak mengenali dirinya sendiri lagi.

Karena enggak ingin bikin Ibu tambah marah, Julian akhirnya lakuin apa yang Ibu suruh. Dia mandi, sholat dan kemudian makan. Perut nya juga lapar karena seingatnya terakhir ia hanya makan siang di kantor.

Setelah makan, Julian sempat masuk ke dalam kamar nya. Dia belum sempat ngomong sama Ibu empat mata karena Ibu sedang sibuk di catering, jadi yang Julian lakukan adalah membuka MacBook miliknya untuk mencari lowongan pekerjaan. Julian mau berubah, dia juga mau menjauh dari semua hal yang menyakitinya, dia mau menjauhi orang-orang yang mengenalnya. Dan mencari suasana baru.

Beberapa plat form lowongan pekerjaan Julian jelajahi, ada beberapa perusahaan yang menjadi kandidat Julian. Enggak berada di Jakarta, tempatnya ada di Semarang. Julian ingin meninggalkan Jakarta dan tinggal di Semarang untuk sementara waktu, kebetulan di Semarang juga masih ada rumah peninggalan Bapak yang di tempati sama Pakle dan Bulek nya.

Sedang asik melihat-lihat lowongan pekerjaan, tiba-tiba saja pintu kamar Julian terbuka. Menampakan Ibu dengan wajah datar nya, Julian langsung berdiri

“Ibu mau ngomong sama, Mas. Ke depan, jangan di kamar terus!” ucap Ibu tegas.

“Iya, Buk.”

Ibu jalan ke ruang tamu di ekori Julian di belakangnya, kedua nya duduk di sofa yang sama. Julian hanya menunduk sementara Ibu menelisik wajah si sulung itu dengan rasa kesal sekaligus kecewa.

“Ijul minta maaf, Buk.” ucap Julian penuh penyesalan. “Ijul nyesal banget.”

“Sejak kapan anak Ibu banyak berubah begini? Sejak kapan, Jul...” suara Ibu berubah jadi lirih, Ibu menangis. Ibu kaget banget waktu tengah malam seseorang mengetuk rumahnya dan mengantarkan Julian dalam keadaan mabuk. Ibu enggak pernah liat Julian minum, aneh-aneh waktu jaman sekolah pun enggak bahkan waktu Julian kost di Bandung dan jauh dari Ibu pun Julian enggak pernah macam-macam, Makanya rasanya Ibu kecewa dan gagal banget mendidik Julian.

“Maafin Ijul, Buk.. Ijul janji gak akan kaya gitu lagi.”

Julian yang tadi nya duduk di sofa sekarang pindah duduk di lantai, dia bersimpuh di depan kaki Ibu nya. Memeluk kaki Ibu demi mendapatkan maaf dari wanita itu. Julian menyesal banget, selain itu dia juga marah tapi juga enggak bisa marah sama Kian, karna biar bagaimana pun Kian sudah ia repotkan untuk mengantarnya ke rumah.

“Kenapa kamu jadi begini, Jul.. Perasaan Bapakmu gak pernah kaya gitu.. Bapak gak pernah ngajarin kamu aneh-aneh.”

“Salahnya Ijul, Buk. Bapak sama Ibu enggak salah.”

Karena terlanjur kesal, Ibu menyingkirkan tangan Julian yang menggenggam tangannya. “Kamu tau gak salah mu apa?!”

“Ijul mabuk, Buk..”

“Bukan cuma mabuk!!” hardik Ibu naik pitam.

Mendengar suara Ibu membentaknya, Julian menengadahkan kepala nya. Matanya memerah karena dia menangis, kalau bukan hanya mabuk? Lalu salah apa lagi dia? Pikir Julian. Julian menggeleng pelan, dia memang enggak tahu kesalahan apa yang Ibu maksud.

“Kamu tidur sama perempuan bernama Bianca itu, Jul? Iya?”

Julian panik bukan main, dari mana Ibu tahu? Ia hanya bercerita hal ini pada Andra bahkan Kian pun enggak dia ceritain sama sekali, atau jangan-jangan Bianca ke rumahnya? Apa wanita itu hamil dan meminta pertanggung jawabannya? Pikiran Julian rasanya penuh banget, dia sampai enggak berani ngeluarin kata-kata sedikit pun. Otak nya kaya berhenti berpikir, yang di kepala Julian sekarang hanya dia merasa gagal karena sudah mengecewakan Ibu.

“Ibu kecewa banget sama kamu, Jul. Bapak selalu bilang buat jangan sampai berbuat seperti itu, sudah berapa kali kamu kaya gitu sama dia?”

“Buk—”

“BERAPA KALI JULIAN!!” teriak Ibu.

“Buk, nanti gas nya di antar sama Pak Kar—” tidak lama kemudian Andra datang, namun kata-katanya mengambang karena dia lihat Ibu dan Mas nya itu sedang menangis di ruang tamu.

“Ini ada apa sih?”

“JAWAB IBU JULIAN!!”

“Lo yah?!” Julian berdiri, Julian natap Andra nyalang dengan sorot mata kecewa sekaligus marah. Saat ini dia masih mencurigai Andra kalau Andra keceplosan ngomong sama Ibu.

“Apaan sih, Mas? Gue apa?”

“Lo yang cerita sama Ibu soal gue sama Bianca, iya?!” sentak Julian.

“Jadi Andra sudah tahu?” Ibu yang mendengar itu berdiri, beliau natap kedua anak laki-laki nya itu dengan kecewa. Bukan Andra yang ngomong, Ibu gak pernah tahu soal Julian dan Bianca dari Andra.

“Buk..”

“Benar apa yang di bilang Mas mu, Dra?”

Julian yang tadi nya menatap Andra dengan marah kini jadi tambah bingung, kalau bukan tahu dari Andra lalu Ibu tahu dari siapa? Dan saat ini dugaan paling kuatnya adalah Bianca, Bianca yang datang ke rumahnya lalu cerita sama Ibu, apa Bianca sakit hati karena di hari terakhir mereka bertemu, ia langsung meninggalkan Bianca tanpa berucap sedikit pun? Pikir Julian, ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.

“Ya Allah,” Ibu memejamkan matanya. “Ibu benar-benar kecewa sama kalian! Sakit banget hati Ibu di bohongin sama kalian.” ucap Ibu sebelum beliau pergi masuk ke dalam kamarnya.

“Buk.. Ibu...” Julian ingin menyusul Ibu namun Andra menahan bahu nya.

“Gara-gara lo, Mas. Kalo sampe Ibu kenapa-kenapa, lo orang pertama yang gue hajar!! Asal lo tau yah, gue gak pernah sekalipun ngember tentang aib lo sama itu cewek!” Andra nunjuk-nunjuk bahu Mas nya itu dengan telunjuknya, sekalipun Andra enggak pernah ngerasa kurang ajar kaya gini, dia sangat menghormati Julian. Tapi kali ini rasanya Julian sudah kelewatan.

“Urus masalah lo sama itu cewek sendiri, jangan bawa-bawa gue!” setelah mengatakan itu, Andra pergi menyusul Ibu.

Meninggalkan Julian yang terduduk lemas di atas sofa sembari meremas rambut nya sendiri, jika benar ini semua karena Bianca. Dia enggak akan tinggal diam, dia akan nyamperin cewek itu dan nanya apa maksud nya dia sudah cerita tentang mereka ke Ibu, tapi bagaimana kalau ternyata Bianca hamil? Pikir Julian enggak karuan.