Luluh (34)
Hari ini setelah pulang bekerja Julian langsung pulang ke rumah, dia juga beli martabak kacang dan keju kesukaan Ibu sama Andra. Dia mau memperbaiki hubungannya dulu sama keluarganya baru lah setelah itu Julian memantapkan diri untuk bertemu dengan Bianca.
Hari ini juga jadi hari terakhir Julian kerja di Ruby Jane, dia sudah pamit dengan semua karyawan di sana dan memberikan kenang-kenangan. Ada gantungan kunci yang Julian beli, bergambar kucing dan dia bagikan sama teman-temannya yang lain. Enggak lupa dia juga beli donat khas karyawan resign buat teman-temannya itu.
“Berapa, Mas?” tanya Julian waktu Abang tukang martabaknya itu ngasih 2 kotak martabak yang sudah jadi ke Julian.
“Jadi 70 ribu, Mas.”
Julian ngambil dompetnya dan ngeluarin uangnya buat bayar martabaknya, setelah itu dia langsung pulang ke rumah. Rasanya masih sepi, tapi hati Julian sedikit tenang setelah mendapati dirinya yang dulu berangsur-angsur kembali.
Sejujurnya, ada rasa rindu akan teman-temannya di kosan. Julian juga enggak enak sama Gita, Janu dan Kevin yang sering kali telfon atau kirim pesan ke Julian buat tanya kabar atau sekedar ngajak ketemuan sebentar, Julian jawab pesan-pesan dari mereka itu setelah beberapa hari kemudian dan mengatakan jika ia sedang sibuk.
kalau Chaka sih pernah beberapa kali, tapi enggak sesering Gita, Kevin dan Janu. Julian tahu Chaka masih di Bandung dan memang sedang mabuk kepayang sama pacarnya itu. kadang Julian suka ngiri sama Chaka, dia pernah ada di posisi yang rumit. suka sama pacar temannya sendiri, tapi itu juga terbayar ketika Chaka bertemu dengan Niken pacarnya sekarang.
ah, mungkin saja memang perjalanan Julian buat bertemu sama gadis yang menerima nya itu sedikit sulit, tapi gapapa. Julian masih mau fokus pada diri dan keluarganya dulu saja, begitu sampai rumah. ibu dan Andra kebetulan sedang makan malam, waktu Julian mengucapkan salam keduanya masih menjawab. namum hanya sekedar itu saja, tidak ada obrolan lagi.
“Buk, Ndra. ini Mas beliin martabak kacang sama keju kesukaan Ibu sama Andra, di makan yah.” Julian membuka dua kotak itu dan menaruhnya di meja makan.
ibu melirik martabak itu, sebenarnya enggak tega diamin Julian kaya gini berhari-hari. apalagi Ibu tahu Julian menjadi semakin pendiam, tapi rasanya Ibu masih kecewa banget sama si sulung itu.
“bukannya belum gajian?” tanya Andra, Andra juga sebenarnya enggak tega sama Mas nya itu. makanya waktu lihat Ibu enggak menanggapi ucapan Julian, Andra yang akhirnya menanggapi ucapan itu.
“emang belum, hari ini kan hari terakhir Mas kerja di Ruby Jane.” Julian senyum, dia buka tas nya dan ikut duduk di kursi meja makan setelah mencuci tangannya.
sontak ucapan Julian barusan membuat Ibu dan Andra saling melemparkan pandanganya satu sama lain, “kenapa? Mas di pecat?”
“enggak, Mas resign.”
“kenapa resign, Mas?” kali ini Ibu menimpali, enggak tega kalau Julian resign karena enggak konsentrasi bekerja karena Ibu mendiami Julian beberapa hari ini.
“gapapa, Buk. Mas mau fokus bantuin Ibu di catering sambil cari-cari kerja lagi, oh iya. Mas ada rencana kerja di Semarang, udah apply lamarannya, tinggal nunggu kabar nya aja lagi. doain yah, Buk.” Julian senyum, dia makan masakan Ibu nya. dari kemarin Julian enggak makan masakan Ibu karena sungkan.
“karna Ibu yah, Mas?” tanya Ibu sekali lagi, tuh kan Ibu jadi merasa bersalah.
Julian yang lagi makan dengan lahap nya itu berhenti, dia naruh sendoknya itu sebentar. “enggak, Buk. bukan karena siapa-siapa. Mas cuma ngerasa Mas terlalu jauh berlari sampai kehilangan diri Mas sendiri. Mas mau menjauh dulu dari Jakarta, Mas mau cari suasana baru.” Jelas Julian.
Andra mengangguk pelan, Julian benar. Andra juga merasa ia seperti kehilangan sosok Julian akhir-akhir ini. Julian Mas nya yang ia kenal itu memang seperti kehilangan dirinya, makanya waktu Julian memutuskan buat mencari suasana baru dengan bekerja di Semarang, Andra senang banget dengarnya.
ia cuma bisa berharap luka yang di rasakan Julian sembuh perlahan-lahan dan ia bisa berdamai sama dirinya sendiri.
“setuju! Andra juga pikir gitu, Buk. kali aja setelah tinggal di Semarang, Mas Ijul bisa lebih baik dan enggak kepikiran kalo di tinggal nikah Mbak Ara lagi. Apalagi sampe nyari pelarian dan nyoba-nyoba jadi anak begajulan enggak jelas.”
“sialan!” hardik Julian, dia nyengir dan menyenggol bahu Adik nya itu.
“yasudah kalau begitu, kebetulan kan Pakle sama Bulek mu itu masih di sana. kamu bisa sekalian nemenin mereka, kan mereka gak punya anak.”
Julian mengangguk, dia pikir juga begitu. “iya, Buk.” Julian menarik nafasnya, dia ngerasa harus minta maaf lagi yang benar sama Ibu dan juga Andra.
“Buk, Ndra?”
“ya, Mas?” ucap Ibu dan Andra bersamaan.
“maafin Mas yah, Mas gak bermaksud kecewain kalian. Mas benar-benar gelap mata kemarin, Mas janji kejadian kemarin enggak akan terulang lagi.” Julian benar-benar lega sekarang, apalagi saat lihat Andra tersenyum dan mengangguk kecil.
“gue maafin, awas aja lo jadi bajingan lagi kaya kemarin. gue tonjok lu, Mas. maaf juga yah kemarin gue udah enggak sopan banget sama lu.” Andra juga ngerasa dia harus minta maaf, biar bagaimana pun sikap nya kemarin bikin dia ngerasa kurang ajar banget sama Julian. diam-diaman sama Mas nya itu juga bikin Andra enggak nyaman.
“kalo Ibu gimana? maafin Ijul kan, Buk? a..atau belum?” gumam Julian.
Ibu menghela nafasnya pelan, beliau memberi isyarat dengan menepuk kursi di sebelahnya. mengisyaratkan pada Julian untuk duduk di sebelahnya.
“Ibu mau tanya sama Mas. kenapa Mas bisa sampai melakukan hal itu sama Bianca?”
Julian menunduk, ternyata Ibu masih menuntut jawaban akan hal itu, Pikirnya.
“Mas mabuk, Buk. memang enggak sepenuhnya mabuk waktu itu. tapi semuanya berawal karena mabuk. maaf yah, Buk. Mas enggak akan kaya gitu lagi, nanti Mas juga bakalan minta maaf sama Bianca karena udah kurang ajar sama dia.”
Ibu mengangguk, lega mendengarnya. Ibu enggak paham pergaulan anak sekarang itu seperti apa, tapi menurut Ibu. kelakuan Julian itu sudah kurang ajar, terlepas dari keduanya mau sama mau.
setelah mendengar itu, Ibu merentangkan tangannya memeluk Julian erat. Ibu benar-benar merindukan si sulung itu, si sulung yang terlalu mengcopy dirinya seperti mendiang Ayahnya itu.
“maafin Ibu juga yah, mulai hari ini Mas kalau ada apa-apa tuh cerita. enggak boleh cari pelarian seperti kemarin lagi, yah.”
Julian mengangguk, dia menitihkan sedikit air matanya. menyesal dan merasa lega karena Ibu telah maafkannya. “maafin Ijul yah, Buk.”
“dihh Andra gak di ajak kebiasaan!” gerutu Andra yang membuat Ibu dan Julian tertawa.
Ibu langsung melambaikan tangannya, menyuruh Andra untuk duduk di sebelahnya dan memeluk Ibu juga. malam itu jadi malam yang kembali hangat seperti malam-malam sebelumnya, Julian juga lega banget rasanya. sekarang tinggal ia menyiapkan diri untuk meminta maaf sama Bianca besok.