Night After The Rain (38)

Malam ini Ara duduk di pinggir jendela kamar Yuno berada, menyesap teh yang ia buat sembari melihat rintik hujan yang masih turun namun tidak sederas tadi. Yuno baru pulang, Suaminya itu sudah makan dan sekarang sedang mandi. Dari earphone yang ia selipkan di telinganya, Ara bisa mendengarkan lagu-lagu yang cocok di dengarkan ketika sedang hujan.

Sampai-sampai dia enggak sadar kalau Yuno sudah selesai mandi, Suaminya itu sudah rapih dengan kaos oblong dan celana pendek sedengkul miliknya. Ia kemudian memeluk bahu Istrinya itu dari belakang sembari mengecupi pucuk kepalanya, hal itu juga yang membuat Ara tersenyum dan melepas earphone yang ia pakai.

“Udah wangi,” gumam Ara, ia dapat mencium aroma jasmine yang menyeruak masuk ke hidungnya yang berasal dari tubuh Yuno. Itu wangi sabun yang biasa Ara pakai, kayanya Yuno pakai sabun punyanya deh.

“Mau cium gak hm?” Yuno menaikan satu alisnya menggoda.

“Mau, tapi tunggu sebentar aku punya sesuatu buat kamu.”

“Apa?”

“Sebentar yah.” Ara bangun dari kursinya, mengambil amplop berwarna merah muda dan memberikannya ke Yuno.

Kursi yang Ara duduki tadi kini di ambil alih oleh Yuno, setelah mengambil amplop itu Yuno menepuk paha nya, memberi isyarat pada Istrinya itu untuk duduk di atas paha nya. Tentu saja Ara langsung nurut, dia duduk di pangkuan Yuno dan mengalungkan tangannya di bahu Suaminya itu.

“Buka deh, itu isinya bagus tau.”

“Aku buka yah.”

Ara mengangguk, membiarkan Yuno membuka amplop darinya. Amplop itu berisi foto USG nya, ada keterangan jenis kelamin bayi mereka juga di sana serta nama lengkap yang Ara janjikan pada Yuno di telepon waktu itu.

Waktu melihat fotonya Yuno tersenyum, wajah anaknya sudah terlihat jelas karena itu USG 4D Dan waktu dia membaca keterangan yang ada di balik fotonya Yuno tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, firasatnya selama ini benar. Anaknya berjenis kelamin perempuan pantas saja rasanya Yuno ingin membeli sesuatu yang berwarna cerah terus, terutama warna merah muda. Yuno mikirnya ini mungkin cuma feeling yang kuat dari seorang Ayah.

“Sayang ini serius? Anak kita perempuan?” tanya Yuno, suaranya bergetar dengan mata yang berkaca-kaca. Namun dengan sigap Yuno menghapus air mata di ujung matanya sebelum jatuh ke pipinya.

Ara mengangguk, “serius, Mas. Ayura Hana Putri Wijaya. Nama anak kita, bagus gak?”

Yuno mengangguk dengan cepat, perpaduan nama yang indah terdengar di telinganya. “Ayura? Cantik?”

“Itu juga termasuk kok, tapi Ayura itu singkatan nama kita. Aryuno dan Ara,” Ara senyum dan Yuno terkekeh pelan, dia gak kepikiran kalau Ara bikin nama depan anak mereka pakai singkatan nama mereka yang terdengar cocok.

“Lucu sayang, kok kamu kepikiran aja sih?”

“Kepikiran lah, tapi kamu suka gak namanya?”

“Suka, suka banget malahan. Yang nambahin Putri di tengahnya juga kamu?”

“Bunda, katanya biar artinya semakin bagus Hana anak dari Aryuno dan Ara yang cantik dan putri dari keluarga Wijaya.”

Mengetahui nama dan jenis kelamin anaknya itu bikin perasaan Yuno menghangat, rasa lelah sehabis seharian koas di rumah sakit rasanya hilang gitu aja, apalagi waktu lihat senyum Istrinya itu. Rasanya kaya seluruh dunia berserta isinya sedang memeluknya, Yuno jadi makin enggak sabar buat ketemu sama anaknya itu. Walau kemungkinan terburuknya adalah ia tidak bisa menemani Ara sat proses persalinan.

“Makasih yah, udah kasih keluarga kecil buat aku.” bisik Yuno, tangannya mengusap-usap pinggang Ara dan kini beralih ke perutnya.

Ara senyum, rasanya bahagia banget bisa kumpul kaya gini lagi sama Suaminya itu. Rasa rindu yang hampir 6 bulan ia pendam itu benar-benar terbayarkan. Kalau udah kaya gini rasanya Ara jadi semakin berat buat ninggalin Yuno lagi, apalago waktu dia datang pertama kali tuh Yuno agak kurus dari yang terakhir dia lihat, mungkin juga karena kesibukan Yuno jadwal makannya jadi enggak teratur.

“Makasih juga udah jadi Suami yang baik yah, Mas.” Ara menyatukan keningnya dengan Yuno, hidung mereka saling bertabrakan dan dengan jahilnya Yuno menggesek nya.

“Kamu tau gak kenapa aku bisa sayang banget sama kamu?”

“Kenapa?”

“Karena kamu wanita paling care lebih dari siapapun, Istriku lebih sukses dari aku dan aku bangga, aku suka fotoin kamu diam-diam kalau kamu lagi makan dan lagi tidur karena kamu tau kenapa?”

Ara menggeleng, jantungnya berdebar banget waktu Yuno jelasin itu semua. Dia bisa ngerasain seluruh cinta yang Yuno punya dan dia berikan itu semua buat Ara.

“Karena di saat itu kamu benar-benar lagi cantik, sayang?”

“Iya, Mas?”

“Aku selalu bawa notes kecil yang kamu kasih ke aku waktu pertama kali aku ke Jerman, walau notes itu udah habis kertasnya karena udah aku isi sama catatan-catatan aku, tapi aku bisa lebih semangat dan ngerasa di temanin kamu kalo bawa notes itu. Kamu wanita yang paling baik, paling hebat yang itu semua gak ada di wanita manapun.”

Ara tersenyum, rasanya bahagia dan ada perasaan sedih sedikit. Ah, lebih tepatnya dia terharu banget dengar ucapan Yuno itu. Suaminya memang romantis, tapi Yuno lebih suka mengungkapkan itu semua dengan bentuk aksi dan perhatian alih-alih ucapan.

“Aku sayang kamu, Ara.” bisik Yuno, ia mendekatkan wajahnya ke Istrinya itu.

Ara memejamkan matanya, ia bisa merasakan sapuan hangat nafas Suaminya itu menyapu wajahnya. Perhalahan-lahan Yuno mengecup bibir Istrinya itu, memberi jeda sebentar sebelum akhirnya kembali mengecup bibir mungil itu lagi.

Dengan gerakan terbata-bata dan rasa malu yang masih selalu hinggap pada dirinya, Ara membalas kecupan-kecupan yang Suaminya berikan itu. Tanganya yang berada di bahu Yuno itu sedikit meremas bahu Suaminya, kecupan yang perlahan-lahan itu membuat Ara merasa sangat di sayang dan di hargai sebagai Istrinya.

Masih sembari mengecup dan melumati bibir bawah Istrinya itu, tangan besar milik Yuno kini mengusap pinggang Ara hingga ke perut buncitnya. Membuat gerakan berputar sampai akhirnya ia menemukan resleting gaun tidur yang di kenakan Ara, ia turunkan resleting itu hingga kini tanganya bersentuhan dengan kulit punggung Ara yang mulus.

Ciuman Yuno yang semula hanya di bibir itu kini turun mengecup pipi Istrinya itu hingga ke leher jenjangnya, membuat Ara memejamkan matanya tiap bibir Suaminya itu mengecupi setiap jengkal kulit lehernya.

“Aahh..”

Desahan yang baru saja di loloskan dari bibir mungil Istrinya itu membuat tubuh Yuno meremang, rasanya sudah lama sekali ia mendambakan saat-saat seperti ini. Perlahan-lahan ia turunkan gaun tidur itu hingga kini hanya menyisakan bra berwarna merah maroon yang Ara kenakan.

“Mas?”

“Hm?” Yuno mendongak, ia menghentikan aksinya sebentar. “Apa sayang?”

“Kunci dulu pintunya.”

Yuno tersenyum, ia hampir saja lupa kalau saat ini Reno masih tinggal di apartemen miliknya. Untung saja Ara mengingatkannya, jadi dengan sigap Yuno gendong Istrinya itu dan ia tidurkan pelan-pelan ke ranjang mereka.

“Sayang?”

“Ya, Mas?”

“Sama dokter udah boleh kan?” waktu mengatakan hal ini telinga Yuno merah, ia tersipu malu meski bicara pada Istrinya sendiri.

Ara mengangguk, waktu terakhir kali check up sama dokter Bagas. Dokter Obgyn nya itu memang sudah memberi tahu kalau ia sudah boleh melakukan aktifitas Suami Istri dengan Yuno asalkan di lakukan hati-hati agar tidak menganggu bayi mereka.

“Boleh kok.”

Mendengar itu Yuno tersenyum, ia kemudian dengan segera mengunci pintu kamarnya dan kembali ke ranjangnya lagi. Malam itu menjadi malam yang panjang bagi keduanya, di temani suasana yang semakin dingin karena habis turun hujan keduanya saling mencurahkan kerinduan dengan saling bersentuhan.

Ara berusaha mengatur nafasnya, mulutnya terbuka kecil dengan tangan yang bertengger di bahu Suaminya itu ia remas. Gerakan Yuno di atas tubuhnya memang pelan, tapi itu berhasil membuat Ara di mabuk kepayang.

i love you. aaahh..”

Bisikan dari suara berat Yuno itu berhasil menggelitik telinga kanan Ara, membuat bulu kuduknya seketika meremang. Membuat kepalanya mendadak pening dan tubuhnya yang semakin mendambakan Yuno lebih dalam lagi. Ara tancapkan kuku-kukunya di punggung Suaminya itu, gerakan Yuno yang pelan itu justru membuatnya seperti menggelitik.

“Nnghh... Mas..”

Di bawah rengkuhan tubuh Suaminya itu, Ara berani bersumpah kalau Yuno jauh lebih tampan dari malam pertama mereka. Dengan rambut yang setengah basah karena habis keramas, tubuh atletisnya dan bibirnya terbentuk sempurna itu ia gigit menahan seluruh nikmat yang ia ciptakan.

“Ahhh...” Yuno mendongakkan kepala nya, kedua tangannya berusaha menahan bobot tubuhnya dengan gerakan pinggangnya yang masih terus bergerak di atas tubuh Istrinya itu.

Ara mati-matian menahan desahannya agar tidak lolos, ia kencangkan otot-ototnya dan mencium bibir Suaminya itu dengan gerakan yang cukup agresif. Sampai di rasa gerakan Yuno yang tadinya lembut itu kini agak sedikit dia tergesa-gesa Yuno tengah mengejar pelepasannya.

“Mas... Aahhh.”

“Sayang—”

Saat di rasa pelepasannya semakin dekat, Yuno keluarkan miliknya. Ia memakai pengaman karena tidak ingin benihnya membuat Ara mengalami kontraksi palsu. Kedua anak manusia itu saling mengatur nafas mereka, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

are you okay hm? ada yang sakit gak? Aku kasar yah?” Yuno memeriksa tubuh istrinya itu, takut-takut ia kelepasan hingga menyakiti Istri dan calon bayi mereka.

Ara yang masih tiduran itu menggeleng, ia ambil bantal yang tadi ia pakai di bawah tubuhnya sebagai penyangga agar pinggangnya tidak sakit saat berhubungan tadi.

“Enggak, Mas. i'm fine.” Ara mengusap-usap lengan Yuno.

Setelah memastikan Istrinya tidak kenapa-kenapa, Yuno tiduran di sebelah istrinya itu. Menarik selimut untuk menutupi tubuh polos mereka, dan ia kecupi pucuk kepala Istrinya itu.

“Makasih yah.”

“Mas?”

“Hmm?”

Ara mengambil tangan Yuno dan mengarahkannya ke atas perutnya, bayi mereka bergerak dan itu membuat Yuno tersenyum hingga bolongan di pipinya itu muncul.

“Hana? Sayang? Ini Papa nak..” bisik Yuno. “Sakit gak, sayang?”

Yuno enggak tahu rasanya mengandung itu seperti apa, tapi ia yakin enggak mudah. Apalagi hormon di tubuh Ara pasti kacau banget, belum lagi dia harus mengalami perubahan bentuk tubuh yang drastis dan rasa tidak nyaman akibat bayi mereka mulai bisa bergerak.

“Kadang-kadang.”

“Makasih yah udah mau ngandung anak aku, kamu wanita paling hebat yang aku punya.”