antjoo

GUARDIANSHIP 28

Tidak ada kerjaan yang harus diurus, Donghyun melangkahkan kakinya tanpa tujuan. Melirik satu per satu kamar pasien sekaligus mengecek keadaannya. Menyesap aroma obat yang sudah biasa menyapa penciumannya.

Pandangannya mengintip ke aula. Beberapa pasien sedang mengikuti salah satu kegiatan rutin disana. Mereka diajarkan untuk merajut dan menjahit. Membuat beberapa kerajinan dari kain. Joochan juga berada disana.

Senyuman di wajah Donghyun terlukis melihat Joochan sudah bisa melakukan interaksi dengan orang sekitarnya. Tanpa lagi harus bergantung pada dirinya. Dengan seperti ini, Donghyun sudah bisa melepaskan Joochan untuk dijaga oleh orang lain.

Merasa tidak ada pekerjaan yang membutuhkan dirinya, Donghyun pergi. Berniat meninggalkan aula dan meneruskan pekerjaannya yang sempat tertunda. Akan tetapi, seseorang menahan langkahnya.

“Donghyun, dicari Joochan”

Tubuhnya tak jadi beranjak. Badannya berbalik dan beradu pandang dengan Joochan. Yang berada di dalam sana hanya tersenyum dan melambaikan tangannya.

“Kenapa Joochan?”

Benang dan jarum yang berada dalam genggamannya diperlihatkan pada Donghyun.

“Kenapa gak minta bantuan sama yang lain?”

Joochan hanya menggelengkan kepalanya. Dengan penuh kesabaran, Donghyun menuruti keinginan Joochan. Hanya memasukan benang ke dalam jarum tidak sulit.

“Makasih”

Sebuah kecupan manis mendarat di pipi Donghyun. Kecupan itu cukup mengejutkan. Tatapan mengherankan diberikan pada Joochan yang sedang melanjutkan kegiatannya.

“Kenapa?”

Giliran Joochan yang bertanya.

“Kenapa harus dicium kayak tadi?”

“Bomin bilang kalo kita dapet bantuan harus ngasih hadiah sebagai ucapan terima kasih. Bomin biasanya cium aku di pipi juga”

“Kalo dibantu orang lain kamu juga kasih mereka ciuman di pipi?”

“Engga, cuma kamu aja”

“Kok gitu?”

Joochan mengangkat kedua bahunya terlebih dahulu.

“Joochan maunya gitu. Salah gak?”

Tatapan polosnya diberikan pada Donghyun hingga menghentikannya untuk membuat kerajinan.

“Engga kok. Lanjut aja”

Ketika akan kembali berdiri, tangannya tertahan. Donghyun menyamakan kembali posisinya dengan Joochan sembari mengangkat dagunya sebagai sebuah pertanyaan.

“Temenin disini, Joochan kangen”

Deru napasnya berusaha ditenangkan. Mengingat pekerjaan yang memang tidak terlalu menumpuk, Donghyun akhirnya mencari posisi yang nyaman untuk menemani Joochan.

Menatap pria yang dulu pernah mengisi hatinya dengan lekat. Ah, tidak. Sampai sekarang sebenarnya ruang kosong di hatinya masih tersedia untuk Joochan. Hanya saja, Donghyun berusaha menghargai kekasihnya. Perjuangan Jangjun untuk meluluhkan hati Donghyun juga patut diapresiasi.

“Lagi sakit ya? Kok pucet?”

Gelengan pelan diberikan beserta senyuman yang sedikit tertahan. Perutnya tiba-tiba merasakan perih. Kepalanya juga sangat berat. Donghyun mengabaikan sarapan dan makan siang.

Begitulah Donghyun, jika ada masalah yang menggelayuti jiwanya tak akan ada makanan sedikitpun yang akan disantap. Pikirannya hanya terus membayangkan tentang semua peluang yang akan terjadi di masa depan untuk menyelesaikan masalahnya.

“Ikut Joochan!”

Tanpa izin, pasien tersebut meninggalkan kelas yang sedang berlangsung. Menggapai pergelangan tangan Donghyun dan menariknya. Menyuruhnya untuk mengikuti langkah tanpa berkomentar sedikitpun.

“Mau apa, Joochan?”

“Makan dulu. Joochan gamau Donghyun sakit”

Sebungkus roti yang entah darimana asalnya diberikan oleh Joochan. Mereka sudah berada di kamar milik Joochan. Sepertinya, roti ini memang seharusnya disantap Joochan.

“Kamu aja yang makan”

“Gamau! Jangan sakit, Joochan gamau ditinggal”

“Ditinggal?”

“Iya! Biasanya kalo Joochan panggil Donghyun pasti dateng tapi sekarang gaada. Pasti yang dateng perawat yang lain. Joochan gak suka! Joochan bikin salah ya? Maaf”

Gawat, sepertinya hati Donghyun akan segera luluh jika mereka tidak segera berpisah.

“Joochan gamau ditinggal. Janji deh, Joochan bakal makan tepat waktu, mau minum obat, terus rajin juga masuk kelas. Tapi, janji juga jangan ninggalin Joochan”

Entah kondisi Joochan sedang sadar atau tidak, tapi Donghyun merasa tersentuh. Dulu, dia memang pernah terpaksa meninggalkan Joochan. Apakah sekarang dia juga harus meninggalkan Joochan kembali?

GUARDIANSHIP 23

Suasana sore yang teduh membuat Donghyun tergugah untuk menikmatinya. Sekedar berjalan santai sambil menghirup udara segar yang disuguhkan senja tak ada salahnya. Sengaja tidak memesan taksi atau berjalan mencari transportasi umum, langkahnya melaju bebas tanpa tujuan. Memeriksa satu per satu pemandangan alam yang jarang sekali diperhatikan.

Niatnya sudah bulat, akan melakukan hiburan untuk memanjakan diri sendiri. Menikmati kesendirian dengan secangkir kopi hangat pasti cukup untuk menenangkan batinnya yang terus menerus galau semenjak kedatangan Joochan.

Mata manisnya menatap sebuah cafe di seberang jalan. Tak ingin lagi membuang waktu, kakinya langsung berjalan menuju cafe tersebut. Membelah jalanan yang ramai dengan terlebih dahulu menunggu lampu lalu lintas berubah merah.

Lonceng berdering tanda konsumen baru datang. Pupil matanya yang indah langsung tertuju pada deretan menu yang berada tepat di meja kasir. Menelisik dengan teliti keinginan hatinya. Hingga dia memilih latte sebagai teman senjanya.

Setelah membayar, tubuhnya bergeser dan berbalik. Mencari tempat menyendiri sebelum kopinya selesai dibuat. Akan tetapi, langkah antusiasnya terhenti. Sesosok pria yang sangat dikenalnya sedang berbincang manis dengan pria lain yang juga tak asing baginya. Mereka saling melempar senyum dan tawa seakan memberikan perhatian satu sama lain.

Deru napasnya semakin berat. Jantungnya tak lagi berdetak dengan irama yang stabil. Matanya berbinar seakan menahan ribuan air mata yang hendak menyodok keluar dan membasahi pipi gemasnya.

“Kak?”

Ucapan singkatnya membuat pria yang sedang ditatap terkejut bukan kepalang. Tubuhnya langsung dibuat berdiri, begitu juga dengan lawan bicaranya.

“Jadi kakak sekarang kerja sama Seungmin?”

Tatapan sangat mengintimidasi diberikan pada kedua pria tersebut.

“Kakak gabisa jemput aku gara-gara nemenin Seungmin disini?”

Belum ada jawaban yang diberikan hingga tak terasa air matanya jatuh.

“Kakak bisa jelasin semuanya, tapi gak disini ya. Kita pulang dulu”

Tangan yang digenggam langsung dihempaskan dengan kasar.

“Gausah, kak. Disini aja. Aku gapapa kok. Beresin dulu aja kerjaan kakak”

Ketika berbalik, tangannya kembali ditahan. Kali ini semakin erat hingga Donghyun tak bisa memberontak.

“Kak, lepasin. Aku mau pulang!”

Tak diberikan kesempatan untuk pergi, langkah Donghyun masih tertahan.

“KIM DONGHYUN!”

Suara seorang barista sepertinya akan menyelamatkan pria manis tersebut.

“Iya!”

Tangannya masih digenggam dengan erat. Jangjun enggan melepaskan kekasihnya dengan kesalah fahaman yang masih menyelimuti mereka berdua.

“KIM DONGHYUN!”

Suara panggilan tersebut terdengar kembali.

“Kak, aku mau ambil pesanan dulu. Lepas sih. Sakit!”

Pergelangan tangannya sudah merah karena terlalu erat digenggam. Tanpa menatap siapapun, Donghyun pergi dan mengambil latte yang sempat dia pesan. Mengurungkan niatnya untuk memanjakan diri sendiri dengan secangkir kopi. Donghyun langsung keluar dengan tangan yang masih gemetar.

“Aaargghhh!”

Kopi dalam genggamannya dilempar sembarang. Tangisannya terus mengalir tak terhentikan. Donghyun merasa perjuangannya untuk Jangjun sia-sia. Sekuat tenaga dia berusaha bersikap senormal mungkin pada Joochan, hanya karena ingin menghargai perasaan kekasihnya. Namun, Jangjun malah seenaknya menghabiskan waktu berdua dengan Seungmin.

“Donghyun! Dengerin kakak dulu”

“Kenapa, kak?”

Donghyun menahan egonya. Sekaligus ingin mengetahui alasan dibalik kebersamaannya dengan Seungmin hari ini.

“Kakak cuma nemenin Seungmin aja kok. Gak lebih”

“Kenapa gak bilang sih, kak? Jadi daritadi kerjaan kakak udah selesai? Kakak bohong sama aku? Bohong cuma buat jalan sama Seungmin? Iya, kak?”

“Terus apa bedanya sama kamu? Kamu juga seharian sama Joochan, kan?”

Suaranya berdecih. Donghyun tidak menyangka jika kekasihnya akan kembali membahas masa lalu.

“Apa, kak? Joochan? Dia bahkan gak inget sama aku kak! Aku ketemu Joochan cuma pas jam kerja aja, gak lebih. ITU EMANG KERJAAN AKU KAK! Kakak bilang percaya sama aku? Mana buktinya, kak! Kakak malah jalan sama Seungmin? Mau balas dendam, kak?”

“Kamu terus aja ngurusin Joochan. Apa apa Joochan, semuanya Joochan!”

“ITU KERJAAN AKU, KAK! EMANG JAGAIN JOOCHAN SALAH SATU KERJAAN AKU, KAK! AKU SUSAH PAYAH SURUH JAEHYUN NGEHANDLE JOOCHAN BIAR DIA GA TERGANTUNG TERUS SAMA AKU, KAK! AKU MASIH MIKIRIN PERASAAN KAKAK KOK! Tapi, kakak malah kayak gini?”

Percakapan mereka terhenti sampai Donghyun akhirnya memutuskan untuk pergi.

“Salah ternyata keputusan aku coba ngejaga perasaan kakak ya? Kakak aja ga mikirin perasaan aku! Aku pergi, kak! Gausah ngikutin! Urusin aja Seungmin!”

Kakinya dibuat berlari. Tangannya tak henti mengusap pipinya yang melulu basah karena air mata. Pengorbanannya untuk Jangjun seakan sia-sia karena melihat kebersamaan kekasihnya dengan pria lain.

GUARDIANSHIP 15

Langkah Donghyun dibuat cepat. Dia tidak mau kekasihnya menunggu semakin lama. Tubuhnya terasa semakin remuk. Bayangkan saja, dia harus melewati dua shift sekaligus dengan waktu tidur yang terganggu. Setelah itu, pikirannya dikacaukan dengan kedatangan Joochan. Benar-benar sangat melelahkan.

“Kak, maaf jadi nunggu lama”

Suaranya tercekat karena napas yang tak beraturan. Ketika sampai tubuhnya langsung duduk di kursi kosong yang berhadapan dengan Jangjun. Memegangi dadanya sambil menundukan kepala.

“Kenapa lari sih, Hyun. Kakak pasti nungguin kamu kok”

“Gaenak aja kakak jadi nunggu lama”

Kepalanya masih menunduk. Senyuman manis kembali terlukis di raut wajah Jangjun. Mengelus rambut kekasihnya yang masih menunduk.

“Mau pesen minum gak? Kakak pesenin ya”

“Gausah kak. Kita pulang aja. Aku cape banget hari ini, kak. Mana disuruh gantiin shift Jaehyun kan tadi”

Akhirnya mereka bisa saling menatap karena Donghyun sudah memperlihatkan wajahnya yang manis.

“Eeuummm kasian banget cape. Yaudah kita pulang ya”

Mata Donghyun menyipit seiring senyumannya yang tersungging. Pipinya diusak dengan sangat gemas oleh Jangjun yang berada di hadapannya.

“Ayo”

Tangan Jangjun yang sudah terulur diabaikan. Donghyun malah berdiri dan menatap kekasihnya. Tersenyum kembali kemudian mengalungkan tangannya dengan manja sambil menyandarkan kepalanya di bahu Jangjun.

“Manja banget hari ini kayaknya. Ada apa nih?”

Kejadian seperti ini langka sekali terjadi. Donghyun sangat sulit memperlihatkan rasa sayangnya pada Jangjun. Namun, sejujurnya di lubuk hati Jangjun paling dalam dia sangat menyukainya.

“Risih ya kak? Yaudah lepas aja”

“Siapa yang bilang risih? Kamu mau minta gendong juga kakak turutin kok”

Tangan yang sempat terlepas dikalungkan kembali. Mereka berjalan berdampingan menuju parkiran untuk segera pulang dan membiarkan Donghyun beristirahat.


Pasangan kekasih tersebut sudah duduk manis di sofa apartement milik Donghyun. Menonton televisi bersama sambil Donghyun yang terus menyandarkan kepalanya pada Jangjun. Perlahan lirikan Jangjun tertuju pada jam yang terletak di dinding.

“Sayang”

Tak terbiasa dipanggil seperti itu, Donghyun tertawa.

“Kok ketawa sih?”

“Aneh aja, kak. Biasanya juga manggil nama”

“Sekali-kali sih”

“Iya iya maaf, kak. Kenapa?”

“Udah malem, kakak pulang ya”

Donghyun malah menggeleng. Mengalungkan tangannya di pinggang Jangjun. Menurunkan kepalanya hingga tersimpan di dada kekasihnya. Rencananya untuk menjelaskan perihal Joochan belum terlaksana. Daritadi mereka hanya menghabiskan waktu berdua tanpa sedikitpun melakukan perbincangan tentang Joochan.

“Kakak nginep sini aja. Temenin aku. Mau kan?”

Bukannya menjawab, Jangjun malah melepaskan pelukan dan menyentuh keningnya.

“Kamu gak sakit kan, Hyun?”

“Kok nanya gitu?”

“Gak biasanya loh kamu kayak gini”

“Yaudah kalo gamau!”

Wajahnya merengut. Tangannya juga mendorong tubuh Jangjun agar tak lagi berada di dekat dirinya.

“Iya kakak temenin sayang, jangan ngambek dong”

Pelukan diberikan kembali sambil mengacak rambut kekasihnya.


Pasangan kekasih tersebut sudah berada dalam satu tempat tidur. Terbaring bersama dengan selimut berukuran besar yang sudah menutupi badan mereka. Donghyun dengan nyaman membiarkan tubuhnya dirangkul. Merasa sudah mendapatkan waktu yang tepat, Donghyun segera menjalankan rencananya.

“Kak...”

“Kenapa?”

Deep talk yang sudah direncanakan akhirnya terlaksana. Perlahan mata Donghyun terpejam sekaligus menenangkan hatinya terlebih dahulu.

“Soal Joochan, kak. Aku...”

Pernyataannya langsung dipotong.

“Hyun, kamu gausah ngerasa gaenak. Masa lalu ya masa lalu aja yang penting kamu sekarang udah sama kakak. Kakak percaya sama kamu. Joochan mungkin masih susah buat kamu lupain, tapi kakak yakin kamu bisa profesional”

“Aku jagain Joochan karena emang udah kerjaan aku kak. Jangan salah faham ya, kak”

“Liat kakak deh sini”

Pelukan terlepas. Mereka saling berbalik dan berhadapan.

“Kalo Joochan nanti tiba-tiba sayang sama kamu gimana? Atau misalnya Joochan gamau ditinggal. Kamu mau balik sama Joochan?”

“Kok nanya gitu? Katanya percaya sama aku?”

Raut wajah Donghyun menjadi sedikit kesal.

“Nanya doang sayang. Perjuangan kakak dapetin kamu gak gampang loh, Hyun. Bikin kamu yakin sama kakak tuh susah loh. Itu semua gara-gara kamu sayang banget sama Joochan kan? Kalo kakak takut ditinggal wajar dong?”

Napas berat sama-sama dihembuskan. Dengan lembut, Donghyun menggeser tubuhnya lalu meraih kembali tubuh pria yang berada di depannya.

“Aku gak kemana-mana, kak. Aku janji selalu sama kakak”

Walaupun masih khawatir, Jangjun berusaha menumpahkan semua kepercayaan pada kekasihnya. Perubahan sikap Donghyun hari ini sudah cukup membuatnya yakin. Donghyun perlahan pasti bisa melupakan Joochan dan memberikan sepenuhnya perasaan untuk Jangjun.

GUARDIANSHIP 11

Angin yang berhembus tak kunjung membuat hati Donghyun dingin. Senja yang indah juga tak mampu membuat hatinya membaik. Pikirannya melulu membayangkan dua orang pria yang sedang singgah di hatinya, Jangjun dan Joochan.

Jangjun, pria ini sudah menunggu Donghyun sangat lama. Perasaannya berujung balasan ketika Donghyun berpikir tidak ada pria yang mampu menjaganya sebaik Jangjun. Perlahan perasaan cintanya terus dipupuk agar semakin berkembang untuk Jangjun, walaupun sangat sulit untuk dilakukan.

Joochan, pria ini kembali singgah di hati Donghyun tanpa undangan. Dulu, perasaan kasih dan sayang Donghyun hanya diberikan untuk Joochan. Sayangnya, cinta tersebut tak berbalas. Bomin yang lebih dipilih untuk mendampingi Joochan sedangkan Donghyun hanya dianggap sebagai sahabat saja. Itulah alasannya, Donghyun pergi dan merelakan Joochan bersama Bomin.

“Hyun?”

Lamunan terhenti. Melihat kekasihnya sudah berdiri tegak dengan jarak yang sangat dekat, Donghyun langsung memeluknya. Mengeratkan tangannya dan menenggelamkan kepala tepat di tubuh bagian atas milik Jangjun. Tak lupa, dia juga menangis.

“Kok nangis? Kamu kenapa?”

Suaranya masih terisak. Yang diperlukan sekarang hanya kehangatan pelukan dari Jangjun. Dia ingin menenangkan hatinya terlebih dahulu. Selain itu, ingin memantapkan juga hatinya pada Jangjun. Pria yang baru saja datang tidak boleh seenaknya merenggut kembali perasaan Donghyun.

“Nangis aja, Hyun. Nangis aja gapapa. Ada kakak. Nangis dulu aja nanti baru cerita”

Kecupan pada puncak kepala diberikan untuk menenangkan pria yang sedang dia dekap. Surai lembut Donghyun juga terus diusap berharap dirinya segera bisa menenangkan diri.

“Hyun!”

Teriakan panik tersebut membuat tangan Donghyun dengan cepat mengusap air matanya. Tubuhnya ditarik dari pelukan hangat sang kekasih. Mengangkat dagunya ketika Jaehyun datang.

“Eh? Maaf ganggu. Itu... Itu, Hyun”

“Apa sih?”

“Joochan!”

Raut wajah Donghyun berubah begitu juga dengan Jangjun. Masalah ini belum sempat diceritakan. Niatnya Donghyun akan mengobrol berdua saja tapi rencananya gagal.

“Joochan?”

Jangjun merasa tidak asing dengan nama tersebut. Napas berat dihembuskan. Donghyun hanya diam saja dan memberikan atensinya pada Jaehyun.

“Joochan pasien baru disini, kak. Jangan salah faham dulu. Dia teriak-teriak lagi. Kakaknya nyuruh manggil kamu”

Sedikit penjelasan diberikan Jaehyun. Sekedar informasi, Jaehyun tidak tahu masa lalu yang pernah terjadi antara Joochan, Jangjun, dan Donghyun. Makanya dia sangat santai mengatakan hal tersebut di hadapan Jangjun.

“Shift aku udah selesai, Jaehyun. Kenapa gak kalian aja sih?”

“Ya kali aja kamu mau berbaik hati, Hyun. Mana kakaknya juga nanyain kamu”

“Gabisa. Kamu gak liat ada kak Jangjun disini?”

Bahunya didekap sambil melemparkan senyuman manis. Kedua alis Donghyun berkerut kebingungan.

“Urusin aja dulu. Gapapa, Hyun. Kasian Joochan”

“Kak!”

“Tuh dengerin pacar kamu”

Mengabaikan Jaehyun yang masih berada disana. Donghyun menaikan pandangannya pada sang kekasih yang lebih tinggi darinya.

“Ini Joochan, kak. Joochan! Joochan yang kakak kenal. Jangan kayak gini, kak. Aku mau jelasin semuanya dulu sama kakak”

“Kakak percaya sama kamu, Hyun. Ini kan udah tugas kamu. Samperin aja dulu bentar. Kakak nunggu disini”

“Kak! Tapi...”

Perkataan Donghyun dipotong.

“Kakak anter deh ke kamar Joochan. Serius kakak gapapa, Hyun”

Genggaman pada tangannya dihempaskan. Donghyun memberikan tatapan memicing seakan tak mengerti dengan pemikiran kekasihnya.

“Kak jangan kayak gini dong”

Melihat pria manisnya sangat khawatir Jangjun memberikan satu kecupan singkat di bibirnya.

“Kakak gapapa. Urusin dulu aja. Kakak gapapa. Kakak tunggu disini. Liat tuh, Jaehyun nungguin. Kasian”

“Tapi, kak...”

Kali ini giliran pelukan hangat yang diberikan.

“Kakak gapapa. Kakak percaya sama kamu. Kamu sayang sama kakak kan?”

Anggukan pelan diberikan oleh Donghyun. Setelah terlepas, satu kecupan lagi mendarat di kening Donghyun. Kepercayaan yang diberikan membuat Donghyun merasa sangat terbebani. Batinnya tak berhenti berdoa agar perasaannya terjaga.

GUARDIANSHIP 8

Tepat ketika Jaehyun datang, Donghyun langsung berlari menuju kamar Joochan. Mengintip di jendela sambil melihat keadaan Joochan. Keadaannya kini sedang sangat santai dan baik-baik saja. Perawat manis tersebut terus menatap Sungyoon dan memberikan tanda ketika mereka bertatapan.

Pintu terbuka. Mereka meninggalkan Joochan yang sudah kembali tertidur. Berjalan bersama menuju taman di bagian belakang rumah sakit. Lalu, duduk bersama walaupun beberapa menit tidak terdengar suara apapun.

“Kamu pasti kaget Joochan ada disini, kan?”

Perhatian Donghyun langsung diberikan pada lawan bicaranya.

“Joochan kenapa, kak?”

“Joochan depresi ditinggal Bomin, Hyun”

Raut wajah Donghyun berubah. Tangisannya tertahan dan tangannya mengepal.

“Aku dulu ninggalin Joochan biar dia bahagia sama Bomin, kak. Kakak tau itu kan? Terus kenapa Bomin malah ninggalin Joochan!”

“Bomin kecelakaan, Hyun. Nyawanya gak selamat”

Prasangkanya salah. Air matanya semakin tak tertahan karena mendengar sahabat lamanya sudah tidak lagi berada di dunia.

“Jadi gara-gara itu Joochan dirawat disini, kak?”

Sang kakak mengangguk.

“Kakak kira setelah beberapa bulan ditinggal Bomin kondisinya membaik tapi malah makin parah. Kakak gaada pilihan lain, Hyun. Kamu mau jagain Joochan kan?”

Pandangan dialihkan. Padahal selama ini Donghyun susah payah melupakan Joochan. Dengan seenaknya saja, pria tersebut datang kembali dalam kehidupannya. Bahkan meminta perlindungan.

“Udah tugas aku, kak. Aku pasti jagain Joochan.”

“Terlepas dari itu, Hyun. Terlepas kamu kerja disini. Kakak mau kamu jagain Joochan kayak dulu”

“Kak...”

Suara Donghyun dihentikan oleh Sungyoon.

“Kakak mohon, Hyun. Selain Bomin, cuma kamu yang bisa bikin Joochan nyaman. Kamu liat sendiri tadi dia tiba-tiba meluk kamu kan? Cuma kamu yang bisa bikin Joochan nyaman, Hyun”

“Dia aja gak inget sama aku, kak! Dia cuma inget sama Bomin!”

“Kakak tau, Hyun. Tapi, tolong banget cuma kamu yang bisa bikin Joochan baikan. Nanti dia pasti inget sama kamu, Hyun”

Perasaannya goyah kembali.

“Kamu udah punya pacar, Hyun?”

“Hhhmmm?”

“Kamu pake cincin soalnya”

Donghyun tersenyum miris sambil melekatkan pandangannya pada cincin yang melingkar di jarinya.

“Perlu kakak minta izin sama pacar kamu biar gaada salah faham?”

“Gausah kak. Kak Jangjun pasti ngerti kok. Lagian ini udah kerjaan aku kan. Aku pasti jagain Joochan, kak”

“Makasih, Hyun. Kakak duluan ya, takut Joochan bangun”

Mereka berpisah. Tatapannya terus tertuju pada punggung Sungyoon yang perlahan terus menjauh. Pikirannya juga melulu mengingat Joochan dan Jangjun. Kisah cintanya selalu saja membingungkan.

GUARDIANSHIP 4

Kelelahannya masih terasa. Jaehyun benar-benar membuat Donghyun tersiksa. Jelas-jelas dia sudah melakukan jaga malam yang menuntutnya tetap terjaga di malam hari. Sahabatnya malah seenak jidat meminta untuk bergantian shift bekerja. Percuma jika menolak, sahabatnya akan tetap memaksa sampai Donghyun setuju dengan keinginannya.

“Hyun, ada pasien baru”

Donghyun merupakan seorang perawat di salah satu pusat rehabilitasi psikiatri. Setiap hari kesabarannya akan diuji karena berbagai sikap pasiennya yang sangat unik. Mendengar ada seorang pasien baru yang datang, langkahnya diseret karena dilanda kelelahan yang hampir membuat tubuhnya hancur.

Dengan catatannya, Donghyun masuk sambil menundukan pandangannya. Mencatat semua hal yang dikatakan sang dokter tentang keadaan pasiennya yang baru.

“Jadi nama kamu siapa?”

Pena belum digoreskan karena tak ada jawaban yang diberikan. Pasien baru ini sepertinya membutuhkan perhatian lebih. Komunikasi yang ditujukan semua terpental begitu saja. Suaranya tidak terdengar. Ini saatnya Donghyun membantu.

Dia mengumpulkan fokusnya yang sudah menipis. Menaikan kepalanya dan beradu pandangan dengan pasien tersebut. Bersamaan dengan itu, pintu kamar terbuka memperlihatkan salah satu keluarga pasien yang akan menjelaskan kondisi terbaru pada sang dokter.

Pena yang digenggam erat oleh Donghyun terjatuh begitu saja beriringan dengan air matanya. Pipinya basah mengingat masa lalu yang tiba-tiba datang tanpa diundang. Satu tangannya meraih pena yang terjatuh, satu lagi menyeka air matanya agar tidak mencurigakan.

Suara teriakan yang kali ini terdengar dua kali lipat lebih menyiksa perasaannya. Tubuhnya masih terdiam kaku melihat kondisi pasien tersebut yang berusaha ditenangkan oleh dokter dan satu perawat yang bekerja juga bersamanya kali ini.

Kakinya berusaha melangkah dengan pelan. Mencoba memberikan bantuan agar pasien baru ini lebih tenang. Tangannya langsung menggenggam sang pasien hingga bola mata mereka kembali bertemu. Sedetik kemudian, sang pasien terdiam lalu memberikan pelukan pada Donghyun.

Pejaman mata Donghyun sangat erat ketika sang pasien memberikan pelukan hangatnya. Tubuhnya masih bergetar. Pelukannya juga sangat erat seakan takut terlepas. Dengan lembut, Donghyun mengelus rambut pasien tersebut. Tangan satunya lagi menepuk punggungnya pelan.

“Nanti biar saya yang kasih obat, gapapa ditinggal aja”

Senyuman diberikan dengan sangat tulus pada rekan kerjanya. Mereka ditinggalkan bersama dengan satu orang keluarga pasien yang masih menatap pelukan tersebut dengan sendu.

“Joochan? Minum obat dulu biar bisa istirahat. Pasti cape kan?”

“Bomin mana? Kenapa aku ditinggal sendirian disini? Aku gak sakit!”

Lirikan mata Donghyun penuh pertanyaan diberikan pada salah satu keluarga yang menunggunya. Merasa tidak mendapatkan jawaban, Donghyun kembali fokus pada pasiennya.

“Bomin nanti kesini, Joo. Tapi, dia nyuruh kamu minum obatnya dulu terus istirahat. Okay?”

Pelukan mereka terlepas. Joochan akhirnya menurut. Sambil menyuruhnya berbaring, elusan tangan Donghyun terus diberikan pada surai lembutnya. Setelah tenang, Donghyun pamit dan meninggalkannya.

“Donghyun, selesai kerja bisa ngobrol sebentar?”

“Aku baru jaga, kak. Selesai agak sorean paling. Kak Sungyoon mau nunggu?”

Anggukan yang diberikan dibalas dengan senyuman di wajah Donghyun. Dia benar-benar keluar dan meninggalkan Joochan.

LEVEL UP 2

TW // Kiss

Hari ini melelahkan sekali bagi Daeyeol. Memarahi mahasiswa biasanya tidak terlalu membuatnya sakit. Tapi, memarahi pasangan sendiri membuatnya ribuan kali lebih tersakiti. Semenjak selesai mengajar tadi, seluruh panggilan diabaikan. Ajakan makan atau sekedar nongkrong juga ditolak. Pikirannya hanya tertuju pada Joochan yang tadi pagi dia marahi habis-habisan.

Daeyeol memang tidak bisa toleransi terhadap kesalahan. Ditambah hubungannya dengan Joochan dibuat sembunyi-sembunyi. Daeyeol merasa hubungan pribadinya bukan konsumsi publik yang harus diketahui. Status Joochan juga masih seorang mahasiswa yang harus dijaga. Joochan tidak mau usaha kerasnya dinilai palsu ketika statusnya sebagai pasangan Daeyeol terbongkar.

Mereka sudah menikah. Ketika Joochan memutuskan untuk kuliah, maka itulah pertama kalinya Joochan mengarungi bahtera rumah tangga bersama dengan Daeyeol. Menjadi mahasiswa di pagi hari dan menjadi suami di kala senja. Begitulah kira-kira.

“Sayang?”

Suara lembut Daeyeol menggema di seisi rumah. Tak ada jawaban apapun. Rumah sepi bagai tak berpenghuni.

“Joochan sayang? Kamu udah pulang kan?”

Langkah Daeyeol menyisir seluruh ruangan. Meninggalkan tas kerjanya di sofa yang juga kosong. Padahal biasanya Joochan akan menyapa dengan senyuman manisnya ketika Daeyeol pulang.

“Joochan! Lee Joochan!”

Panggilan asing itu, panggilan yang tak diketahui semua orang. Tidak mampu memperlihatkan wajah menggemaskan suaminya.

“Joochan? Masih marah ya sayang?”

Pintu kamar terbuka. Joochan juga tidak ada. Kepanikan Daeyeol semakin terasa. Dia berlari kembali ke ruang tengah kemudian mengambil ponselnya dalam tas. Berusaha menghubungi suami kesayangannya tapi masih juga belum berhasil.

“Joochan pasti marah nih. Apa tadi aku marahnya keterlaluan banget ya?”

Pikirannya terus berputar. Handphonenya yang masih dalam genggaman diketuk terus menerus di kening. Langkahnya juga terus berjalan ke kanan dan kiri bagai setrika yang sedang panas.

Suara pintu terbuka. Menampakan wajah Joochan yang baru pulang dengan tas ranselnya di punggung. Pandangan mereka bersatu sedetik kemudian Joochan melukis senyuman di wajahnya.

“Kakak udah pulang? Ah, maaf Joo pulangnya telat tadi...”

Daeyeol langsung memeluknya dan membuat Joochan menghentikan perkataannya.

“Kakak kira kamu marah”

“Marah? Marah kenapa?”

“Tadi marah kakak di kampus keterlaluan, ya? Maaf sayang”

Pelukan mereka terlepas. Giliran pipi Joochan yang disangga oleh lengan kekar sang suami. Kaki Joochan sedikit jinjit agar bisa mengecup bibir suaminya.

“Joo gak marah kak. Tadi di kampus, ya dikit sih keterlaluan tapi gapapa itu kita yang salah kan, kak. Kakak berhak marah kok, gausah gaenak. Di kampus Joo kan mahasiswa kakak. Kalo di rumah beda lagi”

“Maaf ya sayang”

“Gausah minta maaf, kak. Gaada yang harus dimaafkan”

Tengkuk Joochan diraih dengan lembut kemudian meraup bibir manis sang rubah. Senyuman kembali terlukis di tengah ciuman lembut tersebut. Joochan selalu menyukai semua sentuhan suaminya.

“Terus kenapa pulangnya telat sayang?”

“Ah, iya. Joo beli sesuatu, kak. Tunggu disini”

Dia membuka ranselnya. Mengambil paper bag berukuran sedang yang ada di dalamnya. Berlari kecil ke dapur untuk mempersiapkan sedikit kejutan.

Lima menit berlalu. Di telapak tangan yang kecil sudah tersedia kue kecil yang indah dengan lilin yang tegak. Apinya sudah menyala menunggu sebuah keinginan. Joochan mendekat sambil memberikan selamat.

“Happy birthday, suamiku sayang”

“Yaampun sayang. Kejutan semalem juga udah cukup kok. Kamu nih gausah repot-repot kayak gini sayang”

*“Tadi pas mau pulang, liat kuenya gemes banget kak. Yaudah aku beli aja mumpung kakak masih ulang tahun hehe. Tiup lilinya cepet kak, make a wish lagi jangan lupa”*

Senyuman Joochan mengantarkan Daeyeol yang mulai terpejam. Melipat kedua tangannya dengan bibir yang bergumam mengucapkan sebuah harapan. Setelah selesai, bara api di lilin tertiup hingga menyisakan pengharapan. Kedua pipi orang di hadapannya tak luput diberikan kecupan kembali.

“Makasih sayang”

“Sama-sama, kakak sayang”

Joochan berbalik namun ditahan suaminya. Kue mungilnya diambil dan terlebih dahulu melempar lilin yang daritadi tegak berdiri. Memberikan satu gigitan dengan remahan yang sengaja tersisa di sudut bibir. Senyuman Joochan menyiratkan dia mengerti betul maksud suaminya.

“Aku ambilin tisu ya, kak”

Joochan mulai menggoda suaminya.

“Gausah pake tisu sayang”

Daeyeol kembali menyatukan bibir mereka dengan rakus. Melahap bibir dengan dominasi yang kuat tapi lembut. Ciuman itu perlahan berubah menjadi pergulatan lidah yang cukup bernafsu.

“Kak, masih sore. Joo mandi dulu ya, gerah. Nanti dilanjut”

“Hhhmmmm gamau. Kakak mau hadiahnya sekarang”

Daeyeol menggoyangkan tubuh mungil suaminya yang sedang diberikan pelukan dari belakang.

“Semalem kurang, kak?”

“Kurang lah sayang”

Daeyeol berbisik sangat dekat hingga membuat Joochan kegelian. Telinganya juga terus menjadi sasaran beribu kecupan. Tangan Daeyeol sudah bersiap membuka satu per satu kancing yang digunakan Joochan.

“Stop, kak! Joo gerah seriusan deh. Mandi dulu ya”

Dengan kekuatan yang masih tersisa Joochan mendorong tubuh kekar suaminya.

“Jangan lama mandinya sayang”

“Engga, kak. Bentar doang kok. Kakak juga ganti baju, aku males ngebukain satu-satu. Cape”

Kedipan mata Joochan membuat Daeyeol menggeleng. Godaan itu sangat membuatnya bersemangat dan segera menyusul suaminya ke kamar.

“Buruan mandinya sayang, kakak udah ganti baju nih”

“Sabar sih, kak!”

Setelah selesai mengganti bajunya, Daeyeol menjatuhkan tubuh jangkungnya di atas kasur. Menatap pintu kamar mandi yang tak kunjung terbuka. Baru beberapa menit ditinggal, Daeyeol sudah sangat merindukan pria manisnya.

Kehidupan Daeyeol di kampus dan di rumah berbeda sekali. Ketika di kampus karena memang dia harus profesional, sebaik mungkin dia akan melakukan pekerjaannya dengan sempurna. Berbeda ketika di rumah, status mahasiswa yang diemban suaminya dia buang jauh. Ketika di rumah, Joochan akan diperlakukan layaknya seorang ratu yang selalu diberikan kasih sayang dan semua hal yang diinginkan. Kehidupan Joochan sebagai pasangan Daeyeol sangat bahagia. Mereka pasangan yang tak terpisahkan.

FIN

LEVEL UP 1

Pagi ini, langit nampak tak secerah biasanya. Udara yang menyertainya pun seakan dingin dan enggan membaur. Angin yang menyapa makin dingin dan menusuk kulit. Matahari yang seharusnya sudah tampak kali ini tak ada. Sang raja masih dengan malu-malu memperlihatkan keperkasaannya.

Kondisi tersebut berimbas pada salah satu kelas yang tengah fokus melakukan pembelajaran. Mereka sangat ketakutan karena sudah saatnya sang dosen killer menyapa kelas. Kali ini giliran Joochan bersama dengan kelompoknya akan melaksanakan presentasi. Kelompok pertama selesai cukup lancar walaupun tetap saja harus mendapatkan kritikan pedas dari sang dosen.

Joochan bersama dengan kelompoknya sudah bersiap. Maju ke depan kelas berhadapan dengan seluruh teman-temannya dan Daeyeol, dosen galak yang menakutkan semua mahasiswanya.

“Ya, silakan dimulai presentasinya!”

Tangan Joochan sudah sangat gemetar karena tensi yang ikut meninggi. Ditambah laptop salah satu temannya yang tiba-tiba mengalami blue screen. Kepanikan terasa sekali dipertontonkan oleh kelompok Joochan.

“Ada apa?”

“Laptopnya gabisa nyala, Pak. Mohon maaf”

Joochan sebagai ketua mengangkat tangannya. Semua mahasiswa hanya tertunduk sambil mulai mengasihani teman mereka yang berada di depan dalam batin masing-masing.

“Kalian tidak mempersiapkan back up datanya?”

“Tidak, Pak. Mohon maaf karena laptopnya baik-baik saja ketika kami seminggu mengerjakan tugas.”

Alasan Joochan membuat Daeyeol berdiri dan berjalan mendekat.

“Hey, kamu! Siapa nama kamu?”

“H-hong Joochan, Pak”

“Hong Joochan, kamu ketuanya?”

“I-iya, pak”

“Kalau begitu kamu yang bertanggung jawab atas semua yang terjadi sekarang. Apa yang akan kamu lakukan? Atas dasar apa kalian tidak menyimpan file di laptop yang lain? Sebaik apapun kondisi barang yang kalian miliki!”

Daeyeol menggebrak meja dan membuat sebagian besar mahasiswa disana terkejut. Kemudian melanjutkan kembali pernyataannya.

“Sebaik apapun kondisinya jangan lupa datanya harus di back up! Saya gak mau denger lagi alesan seperti ini. Cam kan itu! Kelompok lain tolong perhatikan data kalian dengan baik. Sebelum presentasi cek semuanya! Jangan ada halangan apapun lagi, saya tidak akan memaafkan itu! Dan untuk kalian! ...”

Daeyeol berbalik dan menatap dengan sangat tajam.

“Saya tunggu di ruangan saya, SEKARANG!”

Suasana kelas sudah semakin sunyi. Tak ada satu orang pun yang berani melayangkan protes. Mereka hanya menunduk dan menuruti semua keinginan Daeyeol.

“Sampai bertemu minggu depan! Kalian, ikut saya!”

Joochan menunduk sekaligus kesal. Sayangnya, dia tidak tahu harus melampiaskan kekesalannya pada siapa. Biarlah takdir yang menentukan nasib mereka hari ini.


“Satu hari, pak?”

“Kenapa? Kalian mau protes?”

“Tapi, pak...”

Joochan akan berusaha melakukan protes tapi temannya yang lain malah melarang.

“Kalian gila apa? Kita harus wawancara sama bikin laporan juga, mana cukup waktu satu hari”

Joochan berbisik kesal pada temannya.

“GAUSAH BISIK-BISIK. KASIH TAU SAYA KALIAN MAUNYA APA!”

“Pak, mohon maaf jika saya kurang sopan. Tapi, menurut saya waktu satu hari tidak adil. Laptopnya gak nyala bukan salah kita kan, pak? Maksudnya.... Eummmm.... Kita harus melaksanakan wawancara serta membuat laporan yang sempurna jadi mohon diberikan waktu tambahan, pak”

Untuk beberapa detik mata indah Joochan bertatapan dengan dosen galaknya. Bola mata rubah akhirnya menunduk kembali karena merasa terintimidasi.

“Okay, satu minggu. Gimana?”

Joochan tersenyum diikuti temannya yang lain.

“Tapi, saya tidak mau ada lagi kesalahan. Ingat! Tugasnya kali ini imdividu!”

“Baik, pak. Terima kasih banyak.”

Dengan penuh rasa sumringah dan kepuasan, kelompok yang diketuai Joochan pergi dari ruangan terkutuk tersebut. Semua anggota kelompok berterima kasih dan bersyukur memiliki ketua yang berani melakukan hal seperti itu pada Daeyeol.

“Nanti kalo Pak Daeyeol nikah gimana, ya? Apa pasangannya betah digalakin tiap hari?”

“Kebayang gak sih? Salah dikit aja dimarahin abis-abisan. Yaampun amit-amit deh”

“Nyapu masih ada debu dimarahin, masak kurang garem dimarahin, pulang ke rumah telat disemprot juga. Neraka banget hidup pasangan Pak Daeyeol nanti kali ya”

Mendengar semua komentar teman-temannya membuat Joochan gemetar. Makin dibayangkan makin menyeramkan.

VISTA 7

Bukan Seungmin melainkan Jibeom. Bersamaan dengan langkah tegasnya kini giliran dia yang menyalakan lonceng cafe. Melewati barisan antrean yang menunggu dilayani Joochan. Melangkah tegap menuju Jangjun yang sibuk menata kopinya dengan cantik.

“Bisa ikut saya sebentar?”

Wajah yang tak asing baginya. Mungkin tanpa mengenalnya Jangjun sudah membencinya terlebih dahulu.

“Maaf, pekerjaan saya sedang banyak”

“Saya tunggu sampai waktu anda senggang”

Gebrakan tangan Jibeom cukup membuat emosi Jangjun meluap. Jika bukan karena pelanggan yang membludak mungkin sudah terjadi duel panas antara dia dan Jibeom.

“Ada apa?”

Sesuai janjinya, Jangjun menghampiri tempat Jibeom menunggu. Tangan Jibeom terulur, mempersilakan duduk di hadapannya.

“Saya gak suka basa basi. Sejak kapan kenal Seungmin?”

“Seungmin?”

Reaksi itu, bukan menandakan bahwa Jangjun tak tahu siapa yang dimaksud. Hanya saja dia terkejut. Jibeom tiba-tiba datang kepadanya dan menanyakan Seungmin?

“Bae Seungmin! Gausah pura-pura gak tahu!”

“Maksudnya?”

“Gausah pura-pura bego!”

Kali ini Jangjun benar-benar tidak mengerti maksud Jibeom. Namun belum selesai mereka bercakap, Seungmin datang dan menarik tangan Jibeom.

“Aku udah bilang kan, Ji? Gausah dateng kesini. Cukup tau orangnya doang, gausah didatengin segala. Kebiasaan ya! Kamu udah gaada hak lagi!”

Percakapan kedua orang itu makin membuatnya bingung.

“Kamu? Yakin sayang sama dia, Bae?”

Jangjun terdiam. Berusaha mencerna dengan baik maksud perkataan yang dia dengar sendiri dengan sangat jelas.

“Kerjaannya bahkan gak lebih baik dari kamu, Bae. Gimana dia bisa bikin kamu bahagia!”

“Seengganya dia gak kayak kamu, Ji. Tukang selingkuh!”

“Tapi kamu bilang dia udah punya pacar kan? Berarti kalian gak bisa bareng dong?”

Seungmin hanya diam. Jangjun yang sudah paham alur ceritanya merasakan sesuatu yang janggal.

“Pacar?”

Bersamaan dengan kebingungan Jangjun, lonceng berbunyi. Memperlihatkan Donghyun disana. Langkahnya semakin pelan saat mendekati Joochan.

“Sejak kapan mereka disana sayang?”

“Beberapa menit yang lalu lah sayang. Biarin aja. Aku udah ganti labelnya jadi tutup kok. Mereka pasti berantem lama. Biarin lah nanti aku cari alesan kenapa omsetnya sedikit menurun hari ini”

“Ututtutu tumben pacar aku pinter”

Keakraban Donghyun dan Joochan membuat Seungmin terheran. Atensi mereka masih dirasakan oleh Donghyun hingga akhirnya sedikit berteriak.

“Kalian kalo mau berantem, ya berantem aja gak masalah. Aku mau pacaran dulu. Bye!”

Donghyun langsung membalas uluran tangan Joochan. Melihat pemandangan tersebut Seungmin menyimpulkan kembali.

“Jadi pacarnya Donghyun itu...”

“Joochan.”

Perkataan itu langsung disambar Jangjun.

“Jadi kamu?”

Jangjun mengikis jaraknya pada Seungmin. Menahan tubuh Jibeom dengan tangannya dan menyuruhnya diam.

“Aku nungguin kamu”

Seungmin mengerutkan dahinya.

“Eummm, sebentar kayaknya kita butuh privasi berdua aja”

Jangjun menggenggam tangan Seungmin dan mengacungkannya tepat di depan wajah Jibeom.

“Gausah dicari lagi. Udah nemu yang baru. Bisa jaga lebih siaga dan juga setia. Kita pamit”

Senyum lebar Seungmin pertama kalinya terukir kembali. Senyumannya sangat lepas. Memancarkan kebahagiaan yang teramat.

Setelah ditarik keluar cafe. Berjalan tak tentu arah. Seungmin menyerah. Menghempaskan tangan Jangjun dan bertolak pinggang.

“Kita mau kemana sih?”

“Gak tau!”

“Hhhmmm?”

Seperti biasa, mata Seungmin berubah bulat ketika terkejut.

“Gemes tau, jangan kayak gitu”

“Aw! Sakit!”

Jangjun tak bisa menghindari pukulan maut Seungmin karena tanpa permisi mencubit kedua pipi gemasnya.

“Sebelum kita balik, mau nanya dulu”

“Apa?”

Jangjun kembali mendekat. Menundukan kepalanya agar mata mereka bisa bersatu.

“Kamu sayang sama aku? Sejak kapan?”

Matanya panik. Mengalihkan pandangan ke segala arah. Lidahnya kelu. Tidak tahu diksi yang harus diungkapkan.

“Kenapa diem?”

Kedua tangan Jangjun menangkup pipinya agar kepalanya terangkat. Mereka bisa saling memandang kembali.

“Aku belum punya pacar kok. Donghyun itu pacarnya Joochan”

“Terus?”

Seungmin memasang wajah datarnya.

“Yang dibilang Jibeom tadi bener?”

“Yang mana?”

Kali ini emosi sudah mengungkung Jangjun. Tak peduli banyak orang yang lalu lalang, Jangjun harus membereskan urusannya. Tangannya bergerak menarik pinggang Seungmin hingga jarak mereka sangat sedikit.

“I Love You, Bae Seungmin”

Seungmin hanya mengerutkan dahinya.

“Aku sayang sama kamu”

Seungmin kali ini hanya menganggukan kepalanya.

“Gitu doang?”

“Kamu juga cuma bilang itu doang kan?”

Jangjun berpikir sejenak dan kembali menangkup kedua pipi kenyal Seungmin.

“Jadi kita pacaran?”

“Aku gak bilang gitu”

“Mau jadi pacar aku gak?”

“Hhhmmm....”

“Bae Seungmin!”

“Iya, mau”

Jawaban tersebut membuat otak Jangjun mengalami buffering untuk beberapa saat. Sampai akhirnya, senyuman manis Seungmin menyadarkannya.

“Kenapa?”

“Gapapa, seneng aja”

Mereka berpelukan erat sekali. Menumpahkan semua perasaan yang selama ini terpendam. Memberitahukan pada khalayak ramai bahwa mereka sudah berhasil disatukan dalam sebuah ikatan cinta.

“Aku boleh...”

“Boleh!”

Seungmin langsung mencuri kecupan pertama di bibir kekasihnya. Hingga membuat Jangjun terkejut.

“Kenapa nyolong start duluan?”

“Lama sih, ayo ah! Balik cafe. Aku mau ketemu Donghyun. Dia janji mau kenalin pacarnya”

“Mau ngenalin pacar kamu juga sekalian gak?”

“Engga! Mereka udah kenal. Ayo!”

Jangjun malah diam dan merajuk.

“Ayo sayang buruan”

Seketika diksi sakti itu membuat Jangjun luluh dan berlari menghampiri Seungmin.

“Jibeom kok bisa bilang kayak gitu sih?”

“Yang mana?”

“Bae? Kamu yakin sayang sama dia?”

Jangjun berusaha kerasa meniru perkataan Jibeom.

“Yakin Jibeom ngomongnya gitu?”

“Engga gitu sih emang, ya jangan diliat ekspresinya. Katanya kurang lebih kayak gitu lah. Maksudnya apa?”

“Ya dia gak percaya kalo aku sayang sama yang lain selain dia. Aku kasih tau aja suka sama kamu”

“Tapi aku bukan jadi pelarian doang kan?”

“Sini aku kasih tau”

Jangjun membalik tubuhnya ketika kedua tangannya digenggam.

“Kalo aku gak sayang sama kamu, gak mungkin hampir tiap hari aku dateng ke cafe. Aku cuma mau dateng ke cafe kalo di kasir ada kamu. Kalo Joochan yang lagi ada disana, aku gak mau. Alesan satu-satunya aku selalu ke cafe, ya cuma kamu. Kurang buktinya kalo aku sayang sama kamu?”

“Tiap hari kamu jalan depan cafe sekalian ngintip yang tugas aku atau Joochan? Gitu?”

“Iya, tanya Joochan deh. Dia belum pernah bikin minuman buat aku. Aku ya selalu dibikinin minuman sama kamu. Gamau sama yang lain”

“Aku juga seneng liat kamu ada di cafe. Pemandangannya jadi bagus. Suasananya adem banget. Cape aku juga ngedadak ilang”

“Gombal!”

Jangjun menggeleng pelan dan tersenyum. Kemudian perlahan mendekatkan kepalanya hingga membuat Seungmin terpejam. Menyatukan bilah bibir mereka yang masih terkatup. Kecupan kedua yang berlangsung cukup lama.

Mengabaikan semua atensi yang diberikan pada mereka ketika mempertontonkan keromantisan di depan umum. Seungmin dan Jangjun hanya sekedar meluapkan kebahagiaan. Luapan cinta dan kasih akhirnya bersatu dan mempertemukan mereka.

FIN.

VISTA 6

Joochan sumringah mendengar sapaan manja sang kekasih. Kedua tangannya langsung terulur dan menggeggam tangan Donghyun walaupun terhalang pembatas antara pelanggan dan karyawan.

“Tadi aja peluk-peluk Seungmin. Sekarang manja-manjaan ke Joochan”

“Maksudnya?”

Joochan kebingungan. Tangan sang kekasihnya dihempaskan cukup kasar oleh Donghyun. Bergeser sedikit hingga pandang mereka bertemu.

“Apa sih? Seungmin cuma temen doang!”

“Kamu kenal Seungmin, sayang? Peluk-peluk gimana maksudnya?”

Syukurlah Joochan selalu bertanya terlebih dahulu pada Donghyun untuk memastikan semua kabar yang didengarnya tanpa bukti konkret.

“Kenal lah, kenal banget malah. Dulu kita tetanggaan, jadi sering ngobrol. Biasalah urusan percintaan dia tuh ribet banget”

“Kenapa emang?”

Giliran Donghyun yang dibuat heran.

“Kasih tau aja sayang. Jangjun suka sama Seungmin!”

“AH! Pantesan!”

“Teriaknya bisa biasa aja gak sih, Donghyun!”

“Maaf, kebiasaan!”

“Eum! Lanjut buruan”

“Oh iya tadi ada Jibeom kesini? Maksudnya Seungmin sama seseorang gitu kesini?”

“Iya, cuma gak lama sih. Mereka berantem kayaknya”

“Itu mantannya Seungmin. Dulu tuh ya, bucinnya? Euh! Joochan aja kalah!”

“Yakin ada yang ngalahin bucin aku sama kamu sayang?”

Joochan membutuhkan bukti konkret.

“Bayangin aja sayang. Bayangin! Seungmin diselingkuhin tiga kali. Tiap diputusin, Jibeom gamau. Tiap Jibeom balik, diterima lagi sama Seungmin. Bodo banget kan?”

“Ya namanya juga sayang”

“Bela aja terus, Jun. Bela!”

Donghyun menaikan kembali volume pita suaranya.

“Sayang, duduk lagi sana. Ada pelanggan!”

Donghyun juga menatap beberapa pelanggan yang mulai masuk ke cafe. Dia tidak mau merusak pekerjaan sang pacar. Akhirnya kembali ke tempat duduk dan menikmati minumannya.


“Besok mampir cafe sore lagi sayang?”

“Ngapain?”

“Jangjun minta dideketin sama Seungmin kan?”

“Ih, aku gak janji ya sayang. Kalo jadwal latian aku cepet ya bisa sore kalo engga ya ngapain aku maksain”

“Gamau ketemu aku?”

Donghyun terdiam. Mengepalkan telapak tangannya dan mengangkatnya tinggi.

“Sebelum pulang aku mampir cafe ya sayang! Tiap hari kita pulang bareng! Masih kurang?”

“I-iya maksudnya bukan gitu sayang”

“Besok aku usahain! Gausah manja deh ah. Ketemu tiap hari juga”

“Iya iya maaf sayang”

Perjalanan pulang mereka sedikit dibumbui pertengkaran. Sesuai janji memang Donghyun akan berusaha mendekatkan Jangjun dan Seungmin. Urusan jodoh atau bukan dikembalikan pada Tuhan. Tugasnya hanya berusaha dengan keras sampai Jangjun dan Seungmin memiliki hubungan yang sangat dekat.