Akhir dan Awal Dari Kisah
“Kak, jalan-jalan dulu sebentar ya? ya, ya, ya,” ajak Litha sambil merengek seperti anak kecil yang ngin dibelikan mainan.
Nathan hanya menghela napas pelan mendengarkan adiknya ini terus merengek ingin jalan-jalan sehabis fisioterapi. Litha sudah menjalani fisioterapi kurang lebih selama 3 bulan, kemajuannya ia bisa melangkahkan kakinya perlahan. Litha belum bisa sepenuhnya berjalan sempurna seperti sedia kala.
Setelah keluar dari ruang fisioterapi, Litha duduk di kursi roda yang di dorong oleh Nathan dan menuju taman seperti permintaan Litha.
“Kak, susu pisang enak kayaknya,” ucap Litha.
“Mau?”
Litha tersenyun lebar dan mengangguk semangat.
Nathan memposisikan kursi roda Litha di sebelah bangku taman yang menghadap pemandangan jalan, Litha melihat mobil dan motor berlalu lalang. “Tunggu sebentar disini ya, Kakak ke minimarket dulu.” Nathan pun meninggalkan Litha sendirian.
Litha mengeluarkan buku catatan kecilnya yang selalu ia bawa, ia menuliskan semua kenangan yang tiba-tiba muncul dalam ingatannya, terlebih lagi ingatan itu tentang Nahen. Saat ini ia sedang menuliskan sepucuk surat yang berisi perasaannya.
Teruntuk Nahen,
Halo, Nahen. Apa kabar? Aku harap kamu baik-baik saja disana.
Aku tahu kisah kita hanya bisa dibilang halusinasi.
Tapi kata Kakak, kisah kita itu bukan mimpi atau halusinasi, selama 1 tahun koma ternyata aku masuk ke dalam dunia pararel dan kakak tahu itu. Kakak mencoba menjemputku, karena itu dia bisa tidur dalam waktu lama, Mamah bilang kakak kebo karena bisa tidur selama 48 jam.
Hanya saja kakak gagal untuk menjemputku dan meninggal di dunia itu, karena jalan kehidupannya seperti sudah di gariskan dan Kakak tidak bisa melawan. Jadi Kakak menungguku di taman bunga lily. Taman itu adalah perbatasan antara dua dunia ini. Setiap hari Kakak mampir kesana bolak balik antara dunia ini dan dunia itu. Menunggu kisahku di dunia tersebut berakhir.
Nahen, kamu tahu? Kalau kamu adalah deretan kisah paling indah yang diberikan oleh Tuhan. Berkat kamu, aku bahagia di dunia itu.
Terserah orang-orang mau menganggapku gila, tapi aku merasakan kamu nyata.
Nahen, aku selalu minta pada Tuhan semoga kita bisa dipertemukan kembali.
Aku merindukanmu,
Maaf, Maaf karena aku pergi meninggalkanmu sendiri disana.
Gue cuma bisa bilang maaf, Nahen. Maaf gue gak bisa bantu lo buat wujudin daftar terakhir wishlist lo.
“Permisi Mba, saya boleh duduk disini?” ucap seorang Lelaki tiba-tiba meminta izin pada Litha untuk duduk di bangku sebelah kursi rodanya.
Litha tersentak kaget membuat kegiatannya terhenti, ia menanggahkan kepalanya, matanya terbelak melihat sosok lelaki yang berada di depannya saat ini, lelaki itu seperti seseorang yang ia kenal, dia memakai baju rumah sakit yang dibalut dengan blazer berwarna hitam. Artinya dia juga pasien rumah sakit ini.
“Nahen?” ceplosnya.
“Loh, Mba kenal sama saya?”
“Oh, dia gak inget gue kah? Atau ini beda orang?” batinnya.
“Maaf, kayanya gue salah orang,” jawab Litha.
“Kamu sendirian?”
“Engga, tadi sama Kakak, cuma Kakak lagi ke minimarket dulu,”
“Kamu kenapa bisa duduk di kursi roda?” tanya Lelaki itu. “Maaf kalau lancang, jika risih tidak perlu dijawab,” lanjutnya.
“Oh ini, gue habis apa namanya itu lupa pokonya ngelatih otot biar gak kaku gitu, gue koma selama satu tahun dan baru bangun tiga bulan lalu. Gue udah ikutin saran dokter tapi gue belum bisa lancar banget jalannya, kalau kamu?”
“Oh, fisioterapi ya? Kebetulan juga saya baru bangun dari koma beberapa hari yang lalu, bisa kebetulan gitu ya,” jelasnya.
“Koma berapa lama?”
“Katanya enam bulan, tapi saya ngerasa cuma tidur biasa delapan jam,” jawab Nahen.
Litha mengangguk. “Ohh, tapi kok bisa langsung jalan?” tanya Litha kebingungan.
Lelaki itu mengedikkan bahunya. “Saya juga gak tahu, mukjizat Tuhan kali,”
“Oh iya, kita belum kenalan. Kenalin nama saya Nahen, kamu?” lanjut Lelaki itu sambil mengulurkan tangannya mengajak Litha untuk berjabat tangan.
Litha menjabat tangan Nahen. “Gue Lalitha panggil aja Litha, anyway gue boleh tahu nama lengkap lo?”
“Nahen Kairav Lakeswara,”
Litha membeku seketika setelah mendengar jawaban dari Nahen. Benar-benar tidak bisa di percaya, ini sangat sama dengan Nahen yang Litha kenal di dunia sana. “Apa iya dia juga masuk ke dunia itu? tapi perbedaan waktunya jauh sekali.” pikirnya.
“Kamu kenapa?” tanya Nahen.
“Oh, hehe gak apa-apa,” jawab Litha kikuk.
Nahen tersenyum ke arah Litha, manis sangat manis senyumnya. “Kamu mau menjadi teman saya?”
Litha membalas senyum tersebut. “Mau,” jawabnya.
Ada kebahagian tersendiri di hati Litha. Mungkin ini adalah jawaban dari doa-doa yang ia panjatkan selama ini kepada Tuhan.
Mereka berdua mengobrol dengan asik di taman itu sambil menikmati angin sepoi-sepoi yang menghembus ke arah mereka. Hembusan angin membuat rambut Litha bergerak kesana kemari, menunjukan sisi wajahnya yang sedang tertawa. Nahen tersenyum tipis, ia terpana melihat kecantikan Litha.
“Cantik, selalu cantik, perempuan saya,” batin Nahen dalam hati.
@Yovela43