Malam itu, Pengakuan Nahen (1)

tw // kekerasan , harsh world

Malam itu, Nahen sedang merebahkan diri memandang langit-langit kamar sambil mendengar alunan musik dari ponsel warna biru miliknya. Tiba-tiba musik pun berhenti dikarenakan ada telepon masuk dari seseorang.

“Dia minta ketemu? dimana?” tanya Nahen kepada seseorang di telepon tersebut.

“Gue jemput di halte depan rumah lo,” ucap Nahen lalu mematikan telepon tersebut.

Nahen cepat-cepat mengambil jaket dan kunci motor kesayangannya tersebut lalu segera menuju tempat yang telah disebutkan oleh seseorang itu. Tak lupa juga ia memberitahu temannya yaitu Jovan.

Sesampainya di halte, Nahen segera memberikan helm kepada Perempuan itu, lalu Perempuan itu segera menaiki motor Nahen dan menuju tempat yang dituju yaitu apartement milik Lelaki yang telah menghubungi Perempuan itu.

Setelah sampai, Perempuan itu turun dan melepaskan helm yang ia pakai lalu memberikannya kepada Nahen.

“Sebentar,” pinta Nahen kepada Perempuan itu.

“Kenapa?”

Nahen mengambil ponsel dari saku celananya lalu menekan salah satu kontak untuk di telepon, tak lama ponsel Perempuan itu berbunyi.

“Angkat, jangan dimatiin biar gue bisa tau keadaan lo di dalem sana, gue nunggu lo disini” pinta Nahen. Perempuan itu mengangguk memberi tanda bahwa ia mengiyakan permintaan Nahen.

Perempuan itupun berjalan meninggalkan Nahen, baru beberapa langkah ia berjalan tiba-tiba ia berhenti dan berbalik badan menghadap tempat Nahen menunggu.

“Apart nomor dua belas, sandi pintu lima lima satu dua,” teriak Perempuan itu kepada Nahen.

Nahen hanya melihat Perempuan itu perlahan mulai menghilang dari pandangannya, dan tak lama Jovan sampai di tempat yang telah Nahen sebutkan.

“Gimana? Dia gak apa-apa sendirian?” tanya Jovan.

Nahen memperlihatkan ponselnya kepada Jovan. “Tenang.”

Perempuan itu berdiri di depan pintu apartemen sambil menarik napas dalam-dalam dengan harapan ia menjadi sedikit agak tenang.

Ia pun memasukan kode yang telah diberikan sebelumnya oleh Lelaki itu. Pintu pun terbuka dan terlihat sosok Lelaki itu sedang duduk di sofa, lalu Lelaki itu menoleh ke arah pintu memperhatikan Perempuan manis yang telah sampai di apartement miliknya.

“Sudah datang ternyata,” ucap Lelaki itu, lalu ia berdiri dari duduknya dan menghampiri Perempuan itu.

“Sudah berani ya kamu jalan dengan laki-laki lain?” tanya Lelaki itu sambil memegang dan mengelus pipi mulus Perempuan itu.

“Ya terus apa hubungannya? Mau lo apa sih? Gue turutin asal lo hapus file itu!” bentak Perempuan itu. Asal kalian tau Perempuan ini sedang melawan rasa takutnya.


Flashback on

1 tahun lalu

“Halo, bisa jemput ga? aku pulang kerja kelompok,” ucap Perempuan itu kepada seseorang di telepon.

“Iya rumah itu biasa,” ucapnya kembali.

Tak lama kemudian Lelaki itu datang di tempat yang telah disebutkan oleh Perempuan kesayangannya yaitu Shane. Kemudian Shane naik ke motor milik Lelaki yang ia sayangi yaitu Kainan.

“Kerja kelompoknya cewe semua kan?” tanya Kainan

“Ada tiga cowo, soalnya kelompoknya ditentuin sama guru,” jawab Shane.

Kainan menaikan kecepatan motornya.

Shane mengeratkan pegangannya.

Kainan bertanya, “kamu kenapa gak bilang kalau ada cowok?”

“Kan ini tugas seni budaya disuruh bikin drama gitu, aku jadi pemeran utamanya terus salah satu cowo itu jadi pemeran utamanya juga, jangan ngebut please,” jelas Shane.

“Anjing! gua ga suka punya gua di sentuh orang!”

Kainan marah, ia menaikan kecepatan motornya agar lebih cepat lagi. Ia kehilangan sabar sampai ia memukul speedometer motornya sampai pecah.

Shane ketakutan, ia menangis.

“Maaf, aku bakal bilang ke temen-temen kalo aku ga mau jadi pemeran utama, please stop aku takut,” Shane terus membujuk Kainan yang sedang marah ini.

Kainan menjalankan motornya ke arah apartement tempat ia tinggal yang diberikan oleh ayahnya, katanya agar mandiri padahal itu membuat anaknya menjadi se-enaknya.

Mereka telah sampai di apartement tersebut. Kainan menarik tangan Shane dengan erat sehingga Shane meringis kesakitan.

“Kenapa kita kesini? Ga pulang ke rumahku?” tanya Shane dengan nada ketakutan.

“Nginep disini,” jawab Kainan dengan nada ketus.

Kainan membuka pintu apartement miliknya.

“Masuk!”

Shane hanya menuruti kemauan pacarnya itu.

“Telepon temen kamu sekarang!” perintah Kainan.

“Bilang ke temenmu kalau kamu mengundurkan diri menjadi pemeran utama,” lanjutnya.

Shane segera mengambil ponsel miliknya dari dalam tas dengan tangan gemetar, lalu ia menekan salah satu kontak temannya dan ia berbicara sesuai dengan keinginan pacarnya itu.

“Sudah?” tanya Kainan. Shane hanya mengangguk.

“Kemari,” ajaknya sambil menepuk sofa tempat Kainan duduk.

Shane pun menghampiri Kainan.

“Kamu itu punya aku, ya? Aku ga suka kamu disentuh orang lain,” jelas Kainan.

Shane hanya terdiam memperhatikan lelakinya tersebut dan tanpa sadar mereka terhanyut dalam suasana.

Flashback off


“Kamu sudah berani membentak saya? Hah!” bentak Kainan.

Dengan tanpa rasa kasihan Kainan menjambak rambut Shane yang telah tertata rapih itu.

“Aww, lepasin brengsek,” ringis Shane.

Lelaki itu sudah habis kesabaran.

“Apa katamu? Brengsek? Dasar kau jalang!” cacinya, lalu satu tamparan mendarat dengan mulus di pipi sebelah kanan perempuan itu.

“Kamu tau? Kamu itu milik saya, saya perjelas kembali kamu itu milik saya, saya tidak suka kamu jalan dengan lelaki lain!” jelas Kainan.

“Cukup, kita udah ga ada hubungan, gue harap ini yang terakhir dan gue harap lo segera menghapus file itu!” tegas Shane.

“Ga akan pernah saya hapus,”

Kainan mendekati wajah perempuan itu. Wajah mereka hanya tersisa beberapa inci.

“Cukup, gue ga mau gini lagi,” ucap Shane dan ia segera menjauhkan wajahnya dari wajah Lelaki itu.

Kainan menyeringai mendengar perkataan Shane sambil memegang ponselnya. “Kamu mau video itu dihapus kan? Turuti permintaan saya,” pinta Kainan.

“Ga Nan, engga!” tegas Shane kepada Kainan.

Satu tamparan kembali mendarat di pipi Perempuan ini.

Dari seberang telepon sana Nahen dan Jovan yang mendengar pembicaraan mereka dan ia merasa geram karena telah mendengar Shane kesakitan karena mendapat kekerasan dari Kainan.

Setan gumam Jovan.

Jovan segera berlari untuk menyelamatkan perempuan itu disusul oleh Nahen yang mengikutinya dari belakang.

Nahen mencari nomor apartement yang telah disebutkan oleh Shane. Setelah ketemu ia segera memasukan kode pintu yang telah diberi tahu dan pintu itu pun terbuka.

Nahen dan Jovan melihat Shane sedang di jambak oleh Kainan.

Nahen pun geram ia mengepalkan tangannya dan segera meluncurkan pukulannya tersebut ke pipi Kainan dan Kainan pun terjatuh akibat menerima pukulan dari Nahen.

“Anjing lo!” bentak Nahen.

“Apa-apaan lo?!”

Nahen sangat murka ia bahkan memukul Kainan tanpa ampun. Ia membabi buta melampiaskan kemarahannya.

“Anak dakjal, setan, iblis, babi lo, bajingan, anjing, sialan, kenapa lo harus lakuin itu ke sepupu gue anjing!” lanjutnya.

Kainan kanget mendengar ucapan Nahen dan ia hanya pasrah menerima pukulan dari Nahen. Bukan hanya Kainan, tapi Jovan juga kaget mendengar itu.

Jovan mencoba menahan Nahen agar dia berhenti memukuli Kainan, namun Nahen mendorong Jovan hingga terjatuh.

“Goblok, tolol sampe sumsum,” hardik Nahen kembali, “Gak sudi gua sodaraan sama lo!” lanjutnya.

“Emang gue mau punya adik tiri gak ada akhlak kaya lo?,” ucap Kainan tanpa dosa.

Asal kalian tahu, Jovan dan Shane terdiam mendengar pembicaraan mereka.

“Titisan dajal!” caci Nahen kembali.

Jovan menarik paksa Nahen yang sedang memukuli Kainan. “Nahen stop! Cukup. Lo mau bunuh dia?”

Nahen pun dengan sadar mendengarkan ucapan Jovan dan berhenti memukuli Kainan. Napasnya sangat menggebu, emosinya tidak tertahan, ia melihat sekitar. Melihat Kainan yang sudah terkapar, Shane yang ketakutan, dan Jovan yang sedang menarik jaketnya. Ia melepaskan cengkraman tangan Jovan dengan kasar dan mencari ponsel Kaian yang tadi terjatuh ketika ia memukulnya.

“Gue simpen, buat barang bukti.” ucapnya.

“Lo gila?!” ucap Jovan.

Nahen tidak meresponnya dan berlalu meninggalkan mereka keluar. Jovan dan Shane mengikutinya dan tidak mempedulikan keadaan Kainan yang terkapar di lantai.

“Jadi, selama ini Shane sepupu gue juga?” batin Kainan.


Saat berjalan menyusuri taman Apartemen untuk menuju tempat dimana mereka memarkirkan motornya Nahen mampir duduk sebentar di bangku taman untuk menenangkan emosinya.

“Na,” panggil Jovan.

“Gue tahu, lo mau nanya soal yang tadi kan? Gue tau lo kaget mendengar Shane ternyata sepupu gue dan Kainan adalah kakak tiri gue.”

“Kenapa lo selama ini gak bilang?” tanya Jovan.

Shane bertanya dengan perihal yang sama. “Na, lo juga kenapa gak bilang ke gue?”

“Gue belum bisa, gue masih mencerna ini. Gue tahu, gue salah, gue minta maaf sama kalian. Gue cuma bisa bilang maaf untuk saat ini,” lirih Nahen.

Jovan menghampiri Nahen dan mengusap punggungnya. “Na, gue tahu mungkin ini berat. Gue ngerti, gue maafin lo kok. Cuma anak-anak gue gak tahu.”

“Secepatnya lo juga harus bilang soal ini ke anak-anak yang lain, pasti Litha juga belum tahu soal ini kan?” lanjut Jovan,

Nahen mengangguk. “Gue ngerti, dan iya Litha juga belum tahu.”

“Yaudah, yuk pulang, Nahen pasti cape begitu pula lo Jovan,” ajak Shane.

Jovan dan Nahen mengangguk. Nahen bangun dari duduknya, Jovan merangkul Nahen sepanjang jalan dan Shane berjalan di samping Jovan. Mereka berjalan sembari mengobrol, bercanda, dan tertawa sambil diselingi memandangi indahnya bintang malam di langit.