BIRTHDAY SURPRISE

Kalau semua hal yang ada di dunia itu adalah takdir, semua pasti sudah digariskan sejak awal. Dengan apa pilu harus direngkuh? Entah apa yang direncanakan sang empunya kehidupan dengan segala pertemuan dan hal-hal yang dititipkan. Mevin sebagai seorang pria yang datang dengan segala luka yang ada bahkan sejak ia dilahirkan. Grace yang menjelma sebagai juwita yang mengisi kekosongan hati Mevin selepas perpisahan dengan Letta nyatanya juga belum menjumpai titik bahagia seutuhnya.

Tapi segala hal yang terjadi kepada mereka selalu diterima dan dilalui. Untuk mereka, saling mengenal tidak menimbulkan sesal, untuk saling mencintai tidak menimbulkan sakit hati. Masing-masing dari mereka dijadikan alasan untuk saling merasa utuh dan menjadi utuh.

Hari ini adalah hari kedatangan Mevin di Singapore. Tanpa sepengetahuan Grace tentunya. Kejutan singkat sudah Mevin rencanakan hari ini. Hanya dirinya sendiri, tanpa siapapun. Sungguh kerinduan Mevin sudah membuncah terhadap kekasihnya itu. Saat ini Mevin sudah menyiapkan canle light dinner di sebuah restoran yang tak jauh dari Apartemen Grace.

Mevin meminta bantuan party planner yang ada di sana untuk menyiapkan segala dekorasi dan perlengkapan. Memang, hanya ada mereka berdua tapi Mevin ingin makan malam ini menjadi romantis dan berkesan, terlebih ini adalah ulang tahun Grace.

Setelah semuanya siap, Mevin sudah ada di sana dengan celana jeans panjangnya dan kemeja putih berlengan pendek miliknya, Mevin menyiapkan sebuah kue ulang tahun bernuansa putih dan sebuah kado yang masih ia rahasiakan. Mevin menyewa sebuah rooftop restoran hanya untuknya dan Grace malam ini sehingga tidak ada seorangpun yang mengganggu. Mevin juga siapkan sebuah bouquet bunga mawar merah untuk gadisnya itu.

Mevin mengirim lokasi kepada Grace dan meminta Grace datang sendirian, tanpa Tela dan siapapun. Grace tanpa rasa curiga menuruti perkataan Mevin yang mengatakan bahwa Grace harus menemui seseorang di restoran ini, Grace pun datang dengan tanpa rasa curiga, hanya menuruti apa perintah kekasihnya.

Excuse me,” kata Grace kepada seorang pelayan disana.

“Yas, can I help you?”

“I’m looking for table number ten, can you help me? Someone said that it’s already reserved.”

“Oh, you can follow me,” kata sang pelayan lalu menunjukkan jalan kepada Grace dan meminta Grace mengikutinya, kekasih Mevin itu pun mengangguk dan menurut. Tiba di rooftop, sang pelayan meninggalkan Grace sambil tersenyum. Grace kebingungan, di ujung sana Grace melihat seorang pria tengah berdiri membelakanginya.

“Hello, sir? excuse me?” ujar Grace sambil berjalan mendekat, pria itu berbalik badan, sorot mata itu menghantarkan Grace membeku di tempatnya dan matanya membulat memandang pria yang ada di depannya sekarang. Sebuah untai senyum yang membuat Grace tenggelam dan merasakan matanya, hidungnya dan pipinya menghangat.

Ia ada disana. Mevin ada disana! Mevin langsung berjalan cepat dan langsung menghampiri Grace dan memeluk kekasihnya dengan mencurahkan segala kerinduan dan perasaan yang tertahan selama ini.

Grace langsung membenamkan wajahnya di ceruk leher Mevin dan menangis haru karena kekesalannya terhadap Mevin di hari spesialnya kini terjawab, dijumpai lagi sang pemilik raga dan hati. Setiap pertemuan memang menyediakan segala perpisahan, begitu juga perpisahan juga tidak akan menutup kemungkinan akan ada pertemuan lagi.

Di dalam hidup, banyak misteri, kejutan dan hal tidak terduga lainnya. Selagi mereka berdua, Mevin renggangkan pelukan lalu peluk pinggang Grace erat. Ditatapnya lekat wajah Grace yang ayu, dibelainya lembut rambut dan pipi Grace, dikecupnya untuk beberapa detik kening Grace, maka Grace juga mengeratkan cengkeramannya di baju Mevin.

“Happy Birthday, sayang. Maaf udah jadi nyebelin, maaf udah jadi orang rese hari ini, makasih udah bertahan sampai sekarang, makasih udah lahir.” Mevin berkata lirih.

“Makasih udah nemuin aku, makasih udah bertambah usia, aku pastikan di usia kamu selanjutnya bahkan seterusnya aku akan selalu ada.”

“Nggak mau.” Perkataan Grace membuat Mevin bertanya-tanya.

“Kok gitu?”

“Maunya sampai tutup usia.” Kalimat itu tidak dijawab apapun oleh Mevin, karena Mevin sudah mendaratkan kecupan di bibir Grace. Kecupan lama dengan racikan rindu dan pilu kini beradu. Grace membalasnya, Grace membalas kecupan Mevin dengan lembut, segala rindu diberingkus dan kini yang ada hanyalah kecupan yang berangsur menjadi lumatan mesra. Hal itu Mevin hentikan saat menyadari pipi Grace yang basah.

“Kenapa, sayang?” tanya Mevin panik.

“Beberapa waktu lalu, aku hampir milih jalan buat mendahului takdir, kalau aja saat itu Papanya Tela nggak manggil aku, mungkin sekarang aku dan kamu nggak disini. Kalau aku nggak ketemu Alicia mungkin aku nggak disini. Kalau saat itu aku nggak ketemu kamu, mungkin saat ini aku hanya akan dikenang sama Aveline sama James. Tapi semua berbeda, karena kamu hadir, keluarga kamu, Alicia, Tela dan semua orang yang nggak pernah sedikitpun aku duga, Mevin.” Air mata yang berjatuhan itu diseka oleh jemari Mevin dengan lembut. Sekali lagi, Mevin memeluk kekasihnya itu erat-erat. Mencium puncak kepala Grace berkali-kali dan membisikkan kata cinta dan terima kasih kepada kekasihnya yang sudah berjuang hingga saat ini.

Mevin akhirnya mengajak Grace untuk duduk di meja dan kursi yang sudah disiapkan. Mevin juga meminta Grace meniup lilin dan memotong kue dan diakhiri oleh kecupan di punggung tangan Grace dari Mevin. Hiasan sederhana dari tempat itu menambah kesan romantis saat malam itu. Alunan musik instrumen romantis juga mengalun menambah kesyahduan kala itu. Kedua orang tua Grace memang tidak mengingat hari spesial anaknya, tapi masih banyak orang yang mengingat dan bahkan Tuhan berikan lebih banyak orang untuk membuat Grace lebih bersyukur di usianya sekarang.