Blessing

“Jevin! Botol sauce kalau udah habis dibalik! Gula kalau satu bungkus nggak habis dikaretin masukin kulkas lagi habis diwadahin ke toples!” “Kalau bukan istrinya yang gantungin jas, digeletakin aja itu jas di tempat tidur, ck.” Celotehan perihal kehidupan rumah tangga yang kadang terlontar dari Letta kepada Jevin menambah riuh rumah tangga mereka.

“Lett, nggak shooting atau photoshoot? Cari uang gih,” kata Jevin meledek namun sambil menciumi pipi istrinya itu.

“Kamu juga, nggak kerja apa? Sana kerja, kalau nggak ya cari kerjaan. Bikin garis putih zebra cross pakai kutek putihku sana,” balas Letta sambil mengacak rambut suaminya. Keduanya terbahak, hal-hal kecil yang kadang tidak mereka hiraukan menjadi berarti saat sudah menjalin rumah tangga. Pagi ini Jevin baru saja terbangun dari tidurnya, Letta yang sedang membereskan dan merapikan isi lemari kamar terkejut dengan seseorang yang memeluknya dari belakang. Ia menoleh dan melihat suaminya ada di sana.

“Good morning sayang,” kata Jevin dengan suara berat. “Morning juga pak suami,” balas Letta. “Peluk dulu biar semangatkerja,” ucap Jevin manja, Letta tertawa melihat tingkah suaminya yang lucu dan manja itu, Letta segera berbalik badan lalu memeluk Jevin erat. Tangan Jevin mengacak pelan surai hitam Letta. Ia memegang kedua bahu Letta dan menatap istrinya lekat.

“Maaf ya aku lembur hari ini, pulangnya agak malem,” kata Jevin, Letta mengangguk. Jevin tersenyum lalu mengecup kening istrinya itu. “Yaudah aku mandi dulu,” kata Jevin. Wanita itu pun berjalan mengambil handuk dan memberikan kepada suaminya.

Tapi tiba-tiba Letta teringat sesuatu, Letta merenggangkan rengkuh dan merapikan rambut Jevin dengan satu tangannya. “Sebentar sayang, aku ambil sesuatu di kamar mandi dulu,” kata Letta lalu berlari kecil ke kamar mandi. Jevin masih diam di tempat, ia melihat pantulan dirinya di cermin yang ada di lemari sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan jarinya, tak ada curiga, hingga sebuah teriakan yang memanggil nama Jevin ia dengar dari kamar mandi. Jevin kaget dan panik, Jevin pun langsung menuju ke kamar mandi. “Letta, kenapa?” tanya Jevin panik, ia mendapati istrinya termangu di depan wastafel, Letta hanya diam tidak menghiraukan kedatangan Jevin.

“I have something for you!” kata Letta sambil matanya berkaca-kaca, langkah Letta perlahan mendekat ke arah Jevin. Saat itu, Jevin mengernyitkan dahi sedikit bertanya-tanya, tangan Letta menyodorkan sesuatu kepada Jevin. Pria itu melihatnya dengan seksama, sebuah testpack dengan dua garis yang terpampang disana. Jevin menatap testpack itu dan menatap Letta bergantian seperti tidak percaya. Dilihatnya wajah Letta tersenyum tapi juga bulir kristal bening mengalir di pipi Letta.

“Letta...”

“Jev, ini bukan mimpi?”

“Am I going to be a daddy?!” tanya Jevin penasaran dan tidak percaya.

Letta mengangguk antusias. “Aku lupa aku udah naruh ini tadi tapi lupa buru buru siapin sarapan buat kamu. Dan baru aja inget! Kita mau jadi orang tua? Iya? Aku ngerasa aneh karena aku nggak haid, aku sering mual waktu kapan itu setiap makan muntah lagi, badan lemes, terus aku beli testpack, terus…” kata Letta lagi. Jevin masih bingung dengan apa yang ia lihat. Tapi dua garis di testpack itu memang terlihat jelas. Letta sudah membungkam mulutnya dengan telapak tangannya sendiri dan menangis haru. Tanpa babibu lagi Jevin mendekap Letta ke dalam pelukannya keduanya saling memeluk erat beberapa kali Jevin mencium bibir dan kening Letta bergantian keduanya sangat bahagia, tugas mereka sekarang menantikan kehadiran Letta dan Jevin junior! Kebahagiaan dua insan merekah sempurna menyambut buah hati mereka. “Letta, udah aku bilang kan, dokter dan tim medis masih kalah sama miracle from our mighty God!”

Letta tersenyum haru, “aku bisa punya anak, aku bisa, Jevin ...” Jevin tak kalah berkaca-kaca, ia kecup pipi istrinya itu lalu ia peluk erat, “aku selalu bilang kan kalau Tuhan akan kasih pada waktunya? Sekarang Tuhan jawab doa dan ketakutan kita, digantikan berkat, Letta aku seneng banget!” Jevin hanya mengecup puncak kepala Letta berkali-kali.

“Amen, aku percaya Tuhan akan kasih pada waktuNya.”

Keduanya saling bersinggungan dalam senyum, Jevin menarik tengkuk leher Letta dan menyatukan dahi serta ujung hidung mereka. Ketabahan mereka memang banyak dicobai tapi selalu, kekuatan itu hadir lagi. Cara kita mencintai seseorang adalah menunjukkan juga bagaimana kita ingin dicintai. Maka Jevin juga mencintai Letta dengan sepenuh hati, menjaga dengan segenap diri, juga memberikan apa yang ia bisa berikan hingga ujung nadi dan berjanji tidak akan lagi menyakiti. Keduanya teriakkan rasa bahagia lewat air mata haru yang jatuh di pipi keduanya. Ketabahan hati dan perjuangan tak bisa mendustai anugerah yang akan Tuhan siapkan. Hanya butuh percaya dan menunggu waktu yang tepat. Penantian Jevin dan Letta terjawab, untuk segala sakit dan vonis yang tim medis berikan, jika tangan Tuhan sudah bekerja maka tak ada yang bisa menghentikan.