BOTH OF US TONIGHT

“Letta bukain pintunya!” pekik Jevin dari luar apartemen Letta. Beberapa kali panggilannya tidak membuahkan jawaban, akhirnya Letta membuka pintu itu, Jevin langsung disuguhkan dengan pemandangan dimana Letta mengenakan baju yang sedikit sexy dan tersenyum. “Jadi kan, dugem?” suara Letta terdengar bersemangat. Tapi, Jevin masuk begitu saja dan menutup pintu dengan kakinya lalu menarik Letta hingga ke ruang tengah apartemennya.

“Siapa yang ngajarin dugem?” tanya Jevin ketus.

“Nggak ada, aku dapet invitation,” kata Letta sambil merogoh ponselnya yang ia simpan di saku rok mininya lalu membuka bagian direct messages dan memperlihatkannya kepada Jevin bagaimana ia mendapat banyak sekali undangan bahkan VVIP Invitation dari club yang mengundangnya itu.

“Nggak boleh dugem!” kata Jevin sambil menutup layar ponsel Letta dengan telapak tangannya.

“Terus ngapain?” rengek Letta sambil beberapa kali menghentakkan kakinya.

“Lihat bintang aja udah, di balkon kamu, nggak ada dugem-dugem, ya!” ujar Jevin ketus. Letta memutar bola matanya dan mendengus kesal lalu berjalan ke balkon. Malam itu, rembulan dan bintang tidak malu untuk menaungi Jevin dan Letta yang ada di balkon apartemen Letta. Saat Letta sudah berada di balkon, ia mengadahkan kepalanya dan menatap langit.

“Bener kata kamu, sayang. Hari ini bintangnya banyak, bagus.” Letta bergumam, tubuhnya direngkuh dalam rangkulan oleh Jevin, telapak tangan Jevin juga bergesekan dengan lengan Letta guna sedikit memberi kehangatan.

“Dibilangin juga apa.”

“Kamu nggak pernah dugem emangnya?” Letta menjauhkan diri dari rengkuh Jevin, ia menatap pria di sebelahnya lekat.

“Nggak lah, dulu nakalnya ngerokok, balapan, gitu-gitu.”

“Dimarahin Mama Lea nggak?”

“Ya iya, lah! Kamu jangan dugem-dugem ah, nggak usah, mending kita nonton disney, apa drakor, jajan deh jajan, kemana pun kamu minta, asal nggak dugem.”

Letta terkekeh, “oke, asal kamu jangan dugem juga, jangan ngerokok lagi, deal?”

“Deal!”

Jevin meraih tangan sang puan. Keyakinan Jevin untuk menangkup pipi Letta dan menatap wajah sang puan dari jarak dekat adalah karena rasa yang sama yang terbalas oleh sang puan. Hangatnya dekapan Jevin setelahnya membawa embusan napas Jevin dapat Letta rasakan di sekujur wajahnya karena Jevin kini mengikis jarak diantara mereka. Bilik hati Jevin sebenarnya tidak pernah kosong, karena selalu ada Letta di dalamnya meski kisah yang diukir tidak selalu indah.

“Mending habisin waktu berdua, kan?” Jevin mengangkat alisnya lalu tersenyum sedikit mengangguk, ia membawa Letta memberikan senyum simpul terbaik malam itu.

Kini, keduanya saling menatap langit lagi, memperhatikan taburan bintang yang serupa pasir di atas sana.

“Letta, even there are thousand stars there, your dazzling eyes brighter than them.” Jevin berkata lalu mengecup puncak kepala Letta sekali. Letta yang mendengarnya sedikit terkikik.

“Udah bisa gombal sekarang kamu, ya.”

Jevin tertawa kecil lalu memeluk sang puan yang masih bersandar di tubuhnya.

“Aku sayang kamu, sayang banget.”

Tangan Letta yang melingkar di perut pria gagah itu kini mendekap semakin erat juga. “Aku nggak pernah sekalipun pergi dari perasaan ini, perjalanan kita itu mahal, Jevin.”

Hari demi hari berlalu Jevin lakoni dengan berkawan gundah serta gelisah memikirkan Letta mati-matian, masih jelas di ingatan Jevin bagaimana ia mengalami berulang kali kehilangan dan dikhianati di masa lalu, namun semua itu sekarang tergantikan oleh gemuruh riuh perasaan yang berbalik kepada Letta dan Jevin. Seluruh hati Jevin terisi oleh sosok Letta. Akan Jevin buktikan bahwa ia mencintai Letta dengan seluruh hati dan perasaannya.

“Letta I love you!” teriak Jevin tiba-tiba sambil menengadah ke langit. Hal itu membuat Letta kaget namun tersentuh. Letta melepaskan rengkuh lalu mencubit lengan Jevin.

“Ah, sakit, apaan sih, Letta!” rintih Jevin sambil meringis kesakitan.

“Kamu ngapain teriak-teriak?”

“Because I love you.” Jevin menjulurkan lidah ke arah Letta.

“Nggak usah teriak, ish.” Letta terkekeh lalu menghujam Jevin dengan beberapa cubitan keras lagi. Kelakar mulai terdengar diantara keduanya yang bercanda saling memberi cubitan atau gelitik bagi satu sama lain. Hingga akhirnya tangan Jevin menahan kedua pergelangan tangan Letta, menatapnya dalam.

I love you, Letta. I really do.” mendengar perkataan itu, Letta mengangguk.

I love you too Jevin!!” kini Letta yang berteriak dengan lantang.

“Heh! Haha, dasar.” Jevin mengacak rambut Letta, maka ditariknya sang puan ke dalam dekapannya saat itu juga.

Jevin kini menarik lengan Letta, memegangi rahang sang puan dan menatapnya lekat. Sungguh benar, kerlingan mata Letta yang teduh menjadi tempat Jevin pulang. Menjadi tempat Jevin jatuh lebih dalam kepada perasaan yang seharusnya ia miliki sejak lama. Maka Jevin langsung menariknya perlahan dan menyatukan bibir mereka, Letta balas pagutan lembut. Jevin memberanikan diri untuk merajai pipi dan bibir Letta sejenak. “Jadi dugem?” tanya Jevin.

“Nggak, sama kamu aja disini, lebih candu dari dugem.”

Jevin kembali mencium bibir kekasihnya itu. Lumatan lembut berangsur menjadi sesuatu yang berkuasa diantara mereka, lidah saling beradu untuk bertukar saliva, tangan Letta juga menjalar diantara surai hitam Jevin bermain disana sesuai dengan tempo yang Jevin berikan. Di bawah taburan bintang suguhkan keindahan malam sebagai kawan mereka berdua. Jevin pun menggendong tubuh Letta bak koala dan masuk ke apartemen Letta lagi, duduk di sofa dengan posisi Letta menghadapnya dan Jevin yang bersandar di sofa. Decapan mereka bahkan bisa menjadi bising yang lebih dari keramaian di klub malam itu.