CAN I?
Tinnn!! Klakson mobil mengagetkan Shannon yang sedang berdiri di pinggir jalan, ia memang sedang hendak memesan taksi online tapi sebuah mobil berhenti di depannya dan menglaksonnya. Shannon hampir memaki si pengendara tapi saat jendela mobil itu terbuka dilihatnya Vanessa di sana, duduk di bangku depan dan yang memegang kemudi siapa lagi kalau bukan Jacob.
“Gue minta maaf banget, tadi gue udah larang si curut ini nglakson tapi tetep dipencet klaksonnya. Nih, gue jambak aja orangnya,” kata Vanes menatap Shannon sambil menjambak kekasihnya di sebelahnya.
Shannon hanya geleng-geleng kepala, ia berjalan mendekat ke arah Vanes lalu mencubit pipi sahabatnya itu. “Kalian berdua sama aja!” kata Shannon.
“Bareng, yuk. Lunch dulu bisa kali,” ajak Jacob.
“Iya ayok!” seru Vanes bersemangat. Shannon sempat berpikir sejenak sebelum masuk ke mobil itu, betapa terkejutnya Shannon saat ia membuka pintu dan mendapati seseorang di bangku belakang, di belakang Jacob lebih tepatnya. Raymond ada di sana sambil menahan tawa.
“Kak Raymond?” Shannon kikuk.
“Buruan masuk,” kata Raymond, Shannon pun langsung masuk dan menutup pintu mobil itu. Kini, Shannon dan Raymond duduk bersebelahan di bangku belakang dan Jacob mulai mengendarai mobilnya lagi.
“Kok ada kak Raymond?” tanya Shannon.
“Mobilnya beliau tuh mogok, makanya nebeng gue, nah tadi ada lo juga di pinggir jalan jadi gue angkut sekalian aja ya, kan?” kata Jacob sambil menyenggol lengan Vanessa.
Vanessa menoleh ke belakang, “silahkan ngobrol, nanti saya beritahu baginda raja dan baginda ratu kalau sudah sampai tujuan untuk kita makan siang,” kata Vanessa sambil menganggukkan kepala pelan, mereka pun terbahak.
“Tumben kak Raymond nggak bawa motor?” tanya Shannon.
“Dipinjem adikku, kamu setiap hari pulang sendiri?”
Shannon mengangguk.
“Bareng aku terus aja, nggak papa.”
Shannon menggeleng, “nggak, nanti ngerepotin kalau setiap hari, hehe.”
“Shannon tidak peka akan maksud dan tujuan Raymond,” kata Jacob tanpa menoleh ke belakang tapi ia menahan tawanya.
“Lo diem apa gue bikin jalan kutu di rambut lo?” sahut Raymond.
“Shannon mah ada yang mau barengin malah nggak mau, ojek gratis itu,” tambah Vanes. Shannon menjadi malu, mungkin pipinya memerah sekarang, ia pun memalingkan wajah ke arah jendela di sebelahnya.
“Gimana? Nggak dijawab nih?” tanya Raymond lagi.
“Ya udah kalau malu nanti aku aja yang nawarin, tunggu chat dari aku yang bakalan menghiasi room chat kita dengan kalimat ‘shan, bareng nggak?’ gitu,” kata Raymond sambil terkekeh. Shannon melipat bibirnya menahan salah tingkah. Ia hanya mengangguk dan tersenyum.
“Ya kalau spam chat mah kudu bayar.”
“Bayar berapa?”
“Bayarnya pakai jalan bareng dong kak Raymond, gitu aja nggak peka, hahaha,” ledek Vanessa lagi. Shannon menghela napas panjang lalu memajukan badannya sedikit dan mencubit pipi Vanessa dari samping untuk sesaat hingga Vanessa merintih kesakitan.
“Haha, salting apa Shan?” tanya Vanessa lagi.
“Bodoamatttt!” balas Shannon lalu bersandar di tempatnya. Raymond hanya tersenyum dan geleng-geleng saat melihat tingkah dua perempuan itu. Sementara Jacob jangan ditanya, bagian tertawa paling kencang meski sambil menyetir.
Akhirnya saat Vanessa dan Jacob hanyut dalam obrolan lagi, Raymond sesekali curi-curi pandang terhadap Shannon yang sedang tampak membuka ponselnya dan sedikit serius. Perangai wajah Shannon dari samping saja sudah cukup menghipnotis Raymond. Hingga saat Shannon tak sengaja menoleh, ia mendapati manik mata raymond yang menatapnya lekat sehingga keduanya sempat beradu pandang sesaat, sampai akhirnya Raymond menggeleng cepat dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Jangankan Raymond, Shannon pun salah tingkah. Ia membuang muka dan melipat bibirnya serta memejamkan matanya, tidak bisa dibohongi, jantungnya berdegup kencang saat ini.
Jacob, Vanessa, Shannon dan Raymond akhirnya tiba di salah satu Mall dan mereka berempat mampir ke restoran sushi dan menikmati makan bersama di sana. Tapi, setelah selesai makan, Jacob berkata, “gue mau cari sesuatu sama Vanessa bentar, kalian kalau mau disini ngobrol boleh, kalau mau jalan-jalan boleh. Nanti call aja mau ketemu dimana. Ya?” kata Jacob dengan sedikit buru-buru dan menggandeng kekasihnya itu.
“Cari apaan? Berdua banget, barang haram ye?” tanya Raymond.
“Gundulmu!” Vanessa sewot. Shannon terkekeh, “ya udah nanti gue telepon kalau udah. Kalian juga kabarin kalau udah, oke?” kata Shannon. Vanessa dan Jacob mengacungkan ibu jari mereka dan berlalu dari sana. Keduanya terkekeh saat sudah keluar dari restoran sushi itu.
“Mereka pdkt-an, kita pacaran, yeyyy!” kata Vanessa girang, Jacob merangkul kekasihnya itu, “siapa tau bisa jadian, terus double date sama kita,” kata Jacob berbisik.
“Pacar aku pinter banget!” kata Vanes sambil mengacak rambut kekasihnya itu. Maka berlalulah Vanessa dan Jacob dari sana. Sementara itu, Raymond dan Shannon juga keluar dari restoran sushi itu.
“Mau beli apa?” tanya Raymond membuka pembicaraan. Shannon mengedarkan pandangannya, melihat apa yang bisa dibeli atau dikunjungi.
“Coffee or something?” Shannon mengangkat alisnya.
“Sounds good, mau kopi apa? Kenangan? Jco? Starbucks? Janji jiwa?” tanya Raymond.
“Starbucks boleh,” kata Shannon sambil mengangguk pelan. Akhirnya mereka berdua pun berjalan menuju Starbucks yang ada di Mall itu, memesan serta mengambil tempat duduk untuk berdua. Raymond sigap membawakan minuman itu untuk Shannon bahkan Raymond juga membukakan sedotan dan memberikannya kepada Shannon. Tak hanya itu, sepanjang berjalan tadi juga jika keduanya sambil mengobrol, dan ada orang yang hampir menabrak Shannon, tangan Raymond sigap menarik Shannon mendekat kepadanya. Sebelum makan tadi juga Raymond membersihkan sumpit Shannon dengan tissue, saat Shannon meminta Vanessa memesankan air mineral juga yang langsung beranjak untuk mencarikan air mineral juga Raymond. Sebenarnya dari tadi keadaan jantung Shannon sangat amat tidak aman karena perlakuan dan perhatian kecil Raymond kali ini.
“Makasih, kak.”
Raymond hanya tersenyum tipis lalu mengangguk.
“Shan, ada audisi ambassador kampus, kamu nggak ikut?” tanya Raymond setelahnya.
“Ikut, Papa sama Mama aku suruh aku coba hehe, dukung buat coba gitu, kalau kakak?” tanya Shannon sambil menoleh menatap Raymond. Raymond menghela napas panjang, ia mengedarkan pandang lalu membawanya kembali menatap Shannon, sempat terpaku sejenak pandangan Raymond karena melihat senyum Shannon dan rambut Shannon yang tergerai, “ikut juga, sama dong, hehe” jawab lelaki itu lembut. Shannon hanya tersenyum sambil mengangguk-angguk menanggapinya.
“Tapi bedanya aku nggak ada yang dukung kayak kamu, hehe,” kata Raymond yang sempat membuat Shannon melongok.
“Kenapa nggak ada yang dukung?” tanya Shannon.
“Ya, karena aku nggak cerita ikut ini itu, nggak pernah cerita kalau ikut kegiatan atau apapun, Papi sama Mami aku tahunya ya aku kuliah, udah.” “Emang kakak nggak cerita tentang gimana di kampus sama Papi Mami kakak?” Raymond menggeleng, “Nggak bisa selalu ketemu Papi Mami. Kadang sama Mami kadang sama Papi.” Mata Shannon menyipit bingung, “bingung ya? tanya Raymond. Shannon mengangguk.
“Papi Mami divorce, pisah rumah, aku sama adik aku kadang di rumah Papi kadang di rumah Mami. Tapi baru-baru ini aku di acc buat ngekos sendiri di deket kampus, gitu deh. Ribet, pelik, kehidupan ini emang pelik.” Raymond berkata dengan sedikit menertawai dirinya sendiri lalu meneguk minumannya lagi.
“Maaf, aku nggak tahu,” kata Shannon sedikit tidak enak.
“Santai, nggak papa. Biar kamu tahu dan bisa mikir mikir lagi buat besok besok.”
“Mikir? Buat apa?”
“Bolehin aku yang keluarganya rumit ini atau enggak bolehin aku⎯”
“⎯buat apa?” tanya Shannon.
“Kenal kamu lebih jauh.”
DEG! Mendengar penuturan Raymond itu, jantung Shannon seakan dipacu begitu cepat. Ditambah Raymond yang tersenyum membuat matanya menyipit. Shannon meneguk minumannya untuk mengalihkan salah tingkah tapi ia malah tersedak sampai terbatuk-batuk. Lagi dan lagi, Raymond sigap mengambilkan tisu dan menepuk pelan punggung Shannon. Kalau Shannon bisa berteriak mungkin ia akan meneriakkan “KAK RAYMOND UDAH KAK ACT OF SERVICENYA UDAH” Haha. Minuman Shannon yang menetes di meja juga di lap oleh Raymond begitu saja, kalau begini terus Shannon bisa kewalahan menghadapi serangan-serangan dari Raymond, entah dari tutur kata, sikap dan perhatian kecilnya.
“Boleh kok, kak.” Shannon berkata saat ia sudah usai dengan urusan tersedaknya tadi.
“Hah? Apa?” Raymond membulatkan matanya.
“Yang kakak tanyain tadi, jawabanku …. Boleh.” Keduanya saling menatap dan tersenyum, bertukar senyum yang mungkin berbeda dari sebelumnya, senyum yang akan mengantarkan masing-masing dari mereka membuka gerbang pengenalan dan gerbang hati mereka mungkin bagi satu sama lain.