CAR KISSING
“Kamu bisa loh, Vin, dapat wanita yang lebih jelas daripada aku, kamu bisa dapat pasangan yang lebih dari aku, di segala aspek kehidupan.” Grace berkata lirih, kepalanya ia sandarkan di pundak Mevin, keduanya berada di dalam mobil sambil menatap pemandangan dari atas bukit tempat Mevin menyatakan perasaannya dulu. Mevin tidak menjawab, malah mengecup puncak kepala Grace
“Kamu bisa dapat wanita yang sepadan sama kamu,” kata Grace lagi.
“Sekali lagi ngomong gitu aku tinggalin ya kamu disini,” balas Mevin, Grace tidak menjawab, ia malah melingkarkan lengannya di lengan Mevin dan menggeliatkan sedikit tubuhnya seakan mencari kehangatan disana.
“Keputusanku dan jawaban doaku itu kamu.” Gugusan kalimat singkat dari Mevin sudah cukup menjelaskan semuanya kepada Grace sepertinya.
Malam ini pukul sepuluh, Mevin genggam jari-jari Grace erat, keduanya saling diam dan tidak melafalkan apapun. Grace adalah candu bagi Mevin yang tak akan pernah temui kata jemu. Mevin adalah sebenar-benarnya terang yang tidak akan pernah habis dimakan mendung. Keduanya adalah rasa yang saling meraja yang tidak akan pernah habis diringkus apapun yang menghadang.
Tangan Mevin yang satu bergerak menyingkapkan rambut Grace ke belakang telinga sang puan, lalu Mevin mengecup dahi Grace dan berkata, “kita sama-sama kehilangan, kita sama-sama terluka, kita juga sama-sama berjuang. Di pernikahan kita nanti kita sama sama nggak bisa minta restu sama Mama kandung kita. Tapi aku harap, setiap momen yang akan ada di pernikahan kita nanti adalah momen yang nggak akan tergantikan oleh apapun, ya? Berat dan sakit rasanya, tapi fokus ke pihak orang tua yang ada, Mama kita pasti juga mau kita bahagia di hari itu,” kata Mevin yang sukses membuat Grace berkaca-kaca.
“Kita bisa sampai di hari itu, Vin?”
“Bisa.”
“Forget about me first, kamu gimana? Siapa yang bakalan kamu pilih jadi pihak orang tua nanti waktu pemberkatan? Papa Jo atau Papa Jeremy?” tanya Grace balik.
“Belum tahu, butuh ketemu sama semuanya. Bukan tentang siapa yang aku mau tapi keputusan apa yang terbaik buat semuanya.” Mevin membuka tangannya lebar menawarkan sebuah dekap bagi Grace. Tanpa pikir panjang, Grace pun memeluk Mevin erat. Keduanya diam tanpa berkata sepatah kata pun.
Pelukan satu sama lain adalah peraduan paling sempurna. Sang tuan dan puan enggan melepaskan jika sudah bersatu dalam sebuah pelukan. Meski badai silih berganti menemani kehidupan mereka dan perjalanan mereka, sebentar lagi keduanya akan bermuara. Mengisi hari-hari satu sama lain dengan kehadiran masing-masing.
Keduanya merenggangkan pelukan, Mevin kecup dahi Grace sekali lagi, “believe in God and surrender all of our plans to Him?” tanya Mevin. Grace mengangguk dan menaikkan kedua sudut bibirnya sehingga membentuk sebuah simpul.
Mevin lega mendengarnya, perlahan Mevin tangkup dan pegang rahang Grace dengan satu tangannya, ia tatap setiap inchi wajah Grace lamat-lamat. Mevin juga membelai pipi Grace sesaat, Mevin tersenyum lalu berkata lirih, “Can I kiss you for a while?”
“Just kiss me as long as you want,” balas Grace, maka balasan itu disambut gempita dari hati Mevin yang membuat Mevin langsung menyambar lembut bibir Grace saat itu, balasan lumatan pelan dari Grace juga Mevin rasakan.
Luka masa lalu mereka perlahan sembuh, bersama mereka patah dan mereka berusaha saling membasuh pilu. Kepada kenyataan dan dunia yang terus berjalan dan berputar, Mevin dan Grace sematkan ucapan terima kasih karena mereka ada disini saat ini dengan perjalanan yang panjang. Dalam setiap lumatan yang diberikan terselip sebuah asa agar seterusnya hanya birai satu sama lain yang mereka cecap dan pagut. Dalam setiap rengkuh yang semakin erat ada harap agar untuk hari-hari selanjutnya hanya mereka berdua yang berbagi suka dan duka.
Mevin menekan tengkuk leher Grace sedikit memperdalam ciumannya, Dengan sukarela Grace juga melingkarkan tangan di perut Mevin, desahkan sebuah nama yang ia puja dan hanya ingin ia puja sepanjang usia. “I love you, Elleandru Mevinio Adrian.”