DI HARI AYAH
Seorang pria yang yang sudah beranjak dewasa dan berkeluarga bernama Jevin itu kini berdiri di ambang pintu rumah orang tuanya, ia berjanji akan menemui Papanya. Sungguh, ia belum pernah mengucapkan selamat hari Ayah secara langsung, terlebih tadinya Jevin hanya ingin membagikan apa isi pikirannya tentang kecemasan Jevin menjadi seorang ayah. Tapi, tiba-tiba pintu rumah itu terbuka, Jevin mendapati Papanya membukakan pintu untuknya.
“Papa!” Jevin tersenyum saat Papanya ada di depannya. Jeremy tersenyum lalu menepuk pundak Jevin sesaat.
“Anak Papa udah dateng?” tanya Jeremy. Jevin mengangguk, maka Jeremy memeluk sejenak anaknya itu.
“Yuk, masuk.”
Jevin pun mengikuti Ayahnya untuk masuk ke rumah itu dan duduk di sofa ruang tamu. Bahkan di atas meja ruang tamu sudah tersedia kopi kesukaan Jevin.
“Kopi kesukaan Jevin nih, minum dulu,” kata Jeremy sambil mengulungkan satu cup kopi itu yang diterima Jevin dengan sumringah. Jevin dan Jeremy hanyut dalam obrolan ringan sembari menikmati kopi yang ada. Hingga akhirnya Jevin menaruh cup kopi itu lalu berdeham, membuat Jeremy menghentikan kegiatannya juga.
“Pa ..” kata Jevin, Jeremy menatap anaknya heran.
“Pa, selamat hari ayah, kinda weird tapi selamat hari ayah, Papa hebat papa bos, Jevin sayang Papa, makasih udah jadi contoh figur ayah yang bijak, sabar, punya hati yang besar juga seseorang yang pinter sembunyiin kesedihan. Pa, panjang umur ya, biar bisa lihat anak cucu papa seterusnya nanti, biar Jevin bisa bikin Papa bangga.” Jevin melanjutkan penuturannya.
“Nak, selamat hari ayah juga, kan Jevin udah jadi ayah juga sekarang. Nak, papa belum se sempurna itu untuk jadi seorang ayah tapi kehadiran kalian ini keluarga ini yang menyempurnakan Papa, juga kehadiran Jevin.” Ucapan Jeremy membawa Jevin pada perasaan haru.
Kini Jevin tertunduk, mencoba menahan perasaan haru yang berkecamuk. Selama kehancurannya beberapa kali, Jevin hanya tinggal dan bermukim di dalam kesepian, tapi segalanya berubah karena ia menemukan turning point nya.
Jevin pun mengubah posisinya, ia yakinkan hatinya dan Jevin pun berlutut di depan Jeremy. Tak Jeremy sangka bahwa Jevin melakukannya. “Pa, terima kasih ya buat semuanya yang sudah Papa lakukan buat Jevin, bahkan saat Jevin nggak pantas ada di keluarga ini, dengan segala kesalahan yang Jevin lakukan di masa lalu, sekarang Jevin paham gimana ketakutan dan kehancuran seorang ayah. Jevin punya anak cowok, nggak menutup kemungkinan mungkin Eugene akan mewarisi sifat Jevin tapi Jevin hanya bisa mengusahakan yang terbaik dalam mendidik Eugene sama adiknya. Maaf ya Pa, kalau selama ini Jevin bejat banget jadi anak, mabok, ngerokok, balapan, sampai ada di tahap free sex. Hal itu teringat jelas di pikiran Jevin, giana Papa sama Mama marah dan nangis, gimana Cici sama Mevin juga nangis dan nggak tahu harus gimana karena jadi canggung di rumah. Pa... Jevin sadar banyak lagi kesalahan yang Jevin lakuin di masa lalu, tapi Jevin udah nemu turning point Jevin sejak saat itu. Pa ... di setiap doa Jevin, nama Papa Jeremy selalu Jevin sebut. Papa, terima kasih karena Papa selalu menerima bahkan memeluk Jevin saat Jevin nggak bisa menerima diri Jevin sendiri, Jevin tahu itu nggak mudah dan terima kasih sudah kasih Jevin yang terbaik sebagai seorang anak, Jevin nggak merasa kekurangan apapun. Semua yang Papa lakukan itu cukup, bahkan lebih dari cukup. Jevin nggak tahu seberapa sakit dan hancurnya Papa jalani hidup selama pernikahan bahkan setelah punya anak atau setelah kami semua menikah, maafin Jevin .... Jevin sayang Papa.” nada suara Jevin bergetar karena kini Jevin tak bisa membendung tangisnya, begitu juga dengan Jeremy yang melipat bibirnya kuat-kuat dan mengerjapkan mata beberapa kali.
Jeremy pun mengelus punggung Jevin, dan kini Jevin mengarahkan pandangannya lagi ke arah Jeremy. Sungguh, Jevin harus menahan mati-matian tangisannya yang hampir meledak saat itu juga. Bayi laki-laki Jeremy sudah dewasa dan membanggakan jika menilik semua perlajanan dan pengalaman hidupnya.
“Anak Papa, your future just begun as a father for Eugene and also Yoel. You will start your new journey, I believe that God will lead your way. God will provide everything you need. Setiap hari Papa juga selalu berdoa biar Jevin jadi ayah yang baik bahkan harus lebih baik dari Papa, maaf juga kalau Papa terlalu keras sama Jevin. Tapi Jevin harus ingat juga, selalu berikan yang terbaik saat mendidik Eugene, ingat ya nak, kekerasan fisik bukan jalan terbaik, jangan terlalu dikekang tapi jangan terlalu dibiarkan, jadi ayah, sahabat, teman buat anak kamu, the important one, teach and guide them in the right pathway that God tell us....” Jeremy juga membelai puncak kepala Jevin.
Keduanya merenggangkan pelukan, Jeremy tatap sejenak anaknya yang sangat mewarisi parasnya itu dan ia mengangguk lalu menyeka air matanya. Jeremy mungkin pernah hancur sehancur-hancurnya dengan sikap Jevin tapi semua tergantikan, didikannya dan ketabahannya sebagai seorang ayah membuahkan hasil. Doa selalu Jeremy lantunkan setiap malamnya, menyebut nama ketiga anak dan bahkan menantu dan cucunya satu per satu. Jevin dan Jeremy kembali memeluk lagi sesaat dan tersenyum haru.