DIJEMPUT PAPA
Mevin baru saja memarkirkan mobilnya di area parkir sekolah Shallom, saat Mevin baru saja keluar dari mobil ternyata Shallom sudah berlari kecil diikuti seseorang di belakangnya. Siapa lagi kalau bukan Sammy?
“Papa!!” seru Shallom girang menghampiri papanya itu.
“Baru juga mau disamperin ke dalem,” kata Mevin. Akhirnya Shallom dan Sammy sampai di hadapan Mevin. Seperti biasa, Sammy memberi salam mencium tangan Mevin dengan sopan.
“Eh, Sammy.” Mevin menyapa ramah.
“Halo Om Mevin, selamat malam.” Sammy berkata sambil tersenyum membuat matanya semakin sipit.
“Makasih ya udah nemenin Shallom sampai om jemput, Sam pulang sama siapa?” tanya Mevin. Sammy nampak sempat bingung sebelum menjawab, “naik ojol, Om.”
Mevin pun melihat Shallom sudah dengan tas dan bawaannya, sementara Sammy belum. Akhirnya Mevin berkata, “Shallom temenin Sammy ambil tasnya, sana. Sammy pulangnya om sama Shallom anterin aja, udah malem. Ya?”
Sammy kaget, ia sempat melongok heran, “nggak papa, Om. Sam naik ojol aja, udah malem takut ngerepotin.”
“Bahaya udah malem, nggak papa. Anggap ucapan terima kasih dari Om karena udah nemenin Shallom, ya?” kata Mevin sekali lagi yang membuahkan hasil anggukan setuju dari Sammy. Shallom juga tersenyum girang, akhirnya Mevin mengambil tas dan totebag yang Shallom bawa lalu Mevin memberikan kode kepada Shallom untuk menemani Sammy mengambil tas lagi.
Keduanya pun berjalan beriringan, baru beberapa langkah, keduanya saling mengejar seperti anak kecil. Begitulah kebersamaan Shallom dan Sammy.
Mevin pun memasukkan tas Shallom ke tempat duduk depan di sebelahnya, dan Mevin menunggu di dalam mobil, akhirnya Sammy dan Shallom tiba lagi di sana, tapi saat Shallom hendak masuk ke mobil di bagian depan di sebelah Mevin, Papanya itu memberikan kode agar ia duduk di belakang bersama Sammy. Shallom sempat kaget, tercengang hingga akhirnya Mevin berkata dengan berbisik, “temenin Sam di belakang,” hal itu disambut Shallom yang menahan senyumannya.
Jelas, anak Mevin salah tingkah kali ini. Akhirnya Sammy dan Shallom sama-sama masuk dan duduk bersebelahan. Mevin pun mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Mevin sering curi-curi pandang dari kaca yang ada di mobilnya untuk melihat Shallom dan Sammy. Keduanya asik bercanda dan ngobrol selayaknya sahabat pada umumnya. Tapi Mevin tahu, senyum dan tawa Shallom adalah senyum dan tawa yang tak biasa kalau sedang bersama Sammy.
“Kamu suka pakai gelang nggak, Shall?” tanya Sammy. Shallom mengangguk antusias.
“Suka bangett!” kata Shallom girang.
“Besok aku kasih gelang ya, aku punya dua, bentuknya sama, nanti yang satu aku pakai yang satu kamu, oke?”
“Kok tiba-tiba kasih gelang?” tanya Shallom.
Sammy mengangguk dan tersenyum tipis, “tanda persahabatan, sama biar kalau lagi jauh bisa inget satu sama lain.”
“Emang ada yang mau pergi jauh?” Shallom sedikit mengerucutkan bibirnya.
“Kalau, Shall, Hehe.” Shallom memicingkan matanya menatap Sammy sedikit curiga, “kamu nggak mau pergi kan?” hal itu hanya dibalas senyuman tipis oleh Sammy.
“Sammy, makasih ya udah sering ngajarin Shallom kalau belajar, makasih udah sering nemenin Shallom kalau belum dijemput.” Mevin berkata saat ia menghentikan mobilnya di lampu merah dan sedikit menoleh untuk memberikan senyum ramahnya kepada Sammy.
“Sama-sama Om Mevin, dengan senang hati.” Sammy membalasnya sangat sopan.
“Kalian kalau di kelas duduknya jejer juga apa gimana?” tanya Mevin yang tiba-tiba.
“Papaaaa!” gerutu Shallom.
“Loh, Papa nanya, karena kalian akrab banget gitu sahabatannya, nanya doang, Nak,” tutur Mevin lembut.
“Enggak, Om. Beda tempat duduk, tapi satu kelas.” Sammy menjawab pertanyaan papa Shallom itu. Mevin pun mengangguk-angguk. Akhirnya tak berapa lama menempuh perjalanan, Sammy memberitahukan agar diturunkan di gang masuk saja, Mevin pun menurutinya. Ketiganya pun keluar dari mobil.
“Om Mevin terima kasih banyak, udah nganter saya pulang.” Sammy berkata sambil berpamitan mencium tangan Mevin.
“Iya sama-sama, Nak.” Mevin berkata ramah sambil menepuk pundak Sammy.
“Shallom makasih, ya.” Sammy menatap Shallom dan tersenyum. Shallom mengangguk, tersenyum dan berkata, “sama-sama!”
“Sam,” sela Mevin.
“Iya, Om?”
“Foto berdua tadi lucu, loh,” goda Mevin. Hal itu berhasil membuat Shallom mencubit pinggang Papanya itu sampai Mevin meringis. Sammy malu, mukanya sedikit memerah dan ia hanya bisa tersenyum.
“Hehe, maaf ya, Om. Tadi Shallom ngajak foto tiba-tiba, ternyata dikirim ke Om Mevin,” kata Sammy, tangannya bergerak menggaruk lehernya yang sebenarnya tidak gatal itu.
“Kalian baik-baik terus ya sahabatannya, jangan berantem-berantem. Saling support satu sama lain, oke? Om tidak larang kalian spend time berdua untuk belajar dan kerjakan tugas, kok. Asal untuk hal yang baik and of course in the right pathway ya?” kata Mevin sambil bergantian menatap Shallom dan Sammy.
“Siap Om Mevin. Jadi terharu,” kata Sammy sambil tersenyum haru.
“Kok terharu?” tanya Shallom.
“Belum pernah denger kalimat itu dari sosok Ayah,” kata Sammy sambil berusaha tersenyum. Mevin menjadi benar-benar terenyuh, tapi Mevin tak ingin hadirkan suasana sedih malam ini. Mevin sudah mengetahui keadaan keluarga Sammy dari Shallom jadi Mevin bisa mengatur apa yang hendak ia katakan.
“Ya udah, biar Om yang kasih semangat itu buat Sammy. Toh, Ayah kamu pasti bangga juga sama kamu. Kata Shallom kan kamu sama Shallom rankingnya balapan, tapi lebih sering kamu ranking satunya, it means that you’re smart, Sam. Ayah kamu pasti bangga, deh! Semangat ya, Sam, ya?” Mevin memegangi kedua pundak Sammy dan tersenyum menatap anak lelaki itu. Sammy benar-benar tersentuh. Sammy bahkan merasakan matanya panas kali ini.
“Sekali lagi terima kasih banyak Om Mevin, Sammy pamit ya, hati-hati di jalan.” Sammy mencium tangan Mevin lagi. Mevin juga sempat mengelus kepala Sammy dan memberikan senyuman teduhnya.
Sammy juga mengucapkan terima kasih kepada Shallom, “thanks ya, Shall. See you besok!” katanya lalu melakukan tos yang hanya mereka yang tahu, sampai Mevin tersenyum sendiri melihat tingkah gemas keduanya itu.
“Sama-sama! See you!” kata Shallom sambil melambaikan tangan mengiringi Sammy yang mulai berjalan pergi.
“Yuk, pulang,” ajak Mevin.
“Papa,” kata Shallom yang membuat Mevin menghentikan gerakannya yang sedang membuka pintu mobil.
“Ya? Ada yang ketinggalan apa kenapa?”
Tapi Shallom malah menghampiri Mevin dan memeluk papanya itu, Mevin heran, ia membalas pelukan Shallom sejenak.
“Papa makasih ya udah ngomong gitu ke Sammy. Tadi pengin nangis dengernya. Sammy really needs that, makasih Papa.” Shallom juga mencium pipi Papanya itu. Mevin membalas pelukan Shallom dan mencium puncak kepala anaknya itu.
“Iya, sama-sama. Sammy anaknya baik banget, yang Papa bisa lakukan hanya itu, baik-baik terus ya sama dia ya.” Kalimat penutup dari Mevin benar-benar membuat hati Shallom tenang.