Epilog—Pada Akhirnya
Kepada lelaki yang pernah Grace sebut kekasih, Mevin―ia tidak pernah menyesal menjatuhkan hati dan berbagi perjalanan meski hanya sesaat. Grace mendengar, melihat dan menilai serta mengingat perjuangan Mevin untuk hidup bersama, sungguh, Grace tidak akan menyesal menghabiskan waktunya selama ini dengan Mevin meski dengan ujung perpisahan.
Dahulu, Grace mengajukan banyak pertanyaan kepada Mevin, namun tidak semuanya terjawab karena Mevin membuktikannya dengan perilakunya. Tapi pada akhirnya perjuangan Mevin dan Grace harus usai saat keduanya sama-sama sakit.
Grace bahagia melihat Mevin sudah sembuh dan kembali bekerja di Rumah Sakit tempat mereka pertama kali bertemu dahulu. Grace bahagia melihat Mevin yang kembali bisa berjalan dan berkumpul bersama James dan Aveline sahabat mereka di Rumah sakit.
Hati Grace dulunya ruang dengan isi kehancuran dan kerapuhan―seluruhnya. Langkahnya yang tertatih dan penuh darah ia lewati seorang diri hingga temu kata pisah. Selanjutnya ada perjuangan yang lebih, meski sebelumnya perjuangan Grace tak pernah dapatkan lagi pelukan penuh ketenangan dari Mevin mengingat keduanya sudah bukan milik satu sama lain lagi. Ada rapalan doa dan derai tangis dalam balutan hati yang terluka yang selama ini Grace sembunyikan hingga akhirnya semua bisa Grace lalui. Grace juga sudah sembuh dari perjuangan dan traumanya, ia kembali ke Indonesia tanpa sepengetahuan Mevin.
Jangkauan tangan Mevin tak dapat sentuh hati Grace lagi selepas perpisahan, sepanjang angan dan harapan terselip sebuah amarah Grace yang menunggu untuk meledak selama ini, jika dirasa tidak sanggup maka pergilah Grace dengan keyakinan ia tidak mau menyerahkan dirinya untuk disakiti, misalnya dengan kebersamaan yang harus dipaksakan. Lebih baik saat itu berpisah dari pada sama-sama tinggal hanya untuk saling menyakiti dan jauh di dalam hati sudah menyerah.
Malam ini, Grace baru saja selesai menemui Aveline yang melakukan shift malam untuk meminta bantuan agar bisa bekerja lagi sebagai perawat. Namun, saat Grace melewati koridor demi koridor rumah sakit, berhentilah langkahnya di sana, melihat seseorang yang tidak asing untuknya. Baru saja keluar ruangan sambil melepas jas putihnya. Grace langsung menghentikan langkahnya sampai pada akhirnya Mevin melihat Grace juga yang disana lalu tersenyum tipis dan menghampiri Grace yang masih menghentikan langkahnya. Mevin datang bersama angin yang berembus dengan dinginnya malam yang membuatnya merasakan sapaan masa lalu di antara deru angin yang menderu rindu dalam hati.
Kepada yang tidak menaruh dendam, kepada yang titip doa lewat setiap pejam, sang kuasa akan dengar dan berikan sebuah kata temu pada waktu yang tepat. Karena waktu sang empunya kehidupan berbeda dengan kita, dan segala sesuatu yang diberikanNya pasti akan selalu indah pada waktunya. Termasuk pertemuan tidak terencana ini, “Grace ...” kata Mevin yang kini sudah ada di hadapan Grace. Wanita itu hanya tersenyum dan mengangguk, “apa kabar?” tanya Mevin.
“Much better than before, and how about you?” tanya Grace sambil memberikan senyum terkuatnya.
“Masih sama, menyesal sama perpisahan waktu itu, I still love you.”
“Kata James kamu mau menikah, ya?” kata Mevin sambil mencoba tersenyum.
“Belum, baru mau tunangan.”
Mevin mengerjapkan mata ke samping dan ke atas lalu mengembalikan pandangan ke arah Grace lagi, “I’m happy for you, congrats, Gracelline.”