EUGENE & CATHRINE

Cathrine yang mendapat pesan tidak mengenakkan dari Eugene beberapa hari ini pun memutuskan untuk menemui Eugene. Persetan apakah Eugene ada di rumah atau tidak, yang Cathrine mau sekarang ia harus ada menemui Eugene dan saling bicara empat mata perihal hubungan mereka.

Cathrine pun memesan taksi online dan menuju ke rumah Eugene. Benar saja sampai di kediaman kekasihnya itu, suasana nampak sepi, mobil orang tua Eugene memang tidak ada tapi Cathrine melihat ada motor Eugene di sana.

Cathrine pun mencoba menekan bel, tidak ada jawaban, gerbang itu terkunci dari dalam. Cathrine beberapa kali menyerukan nama Eugene tapi hasilnya juga nihil. Sementara itu di dalam rumah, Eugene ada di sana, Eugene ada di dalam, Eugene sedang berada di rumah itu seorang diri.

Eugene melihat dari balik jendela kekasihnya itu memekikkan namanya berulang kali, tapi Eugene memilih pergi dari sana dan masuk ke kamarnya. Eugene merebahkan dirinya di atas tempat tidur lalu meraih ponselnya yang sedari tadi berdering, beberapa pesan dan panggilan tidak terjawab ia dapat dari Cathrine tapi Eugene mengabaikannya, ia memejamkan mata dan bergelut dengan pikirannya sendiri.

Eugene tidak ingin hal buruk menimpa Cathrine karena ulahnya. Eugene paham berapa banyak ujaran kebencian dan cibiran yang Cathrine terima selama ini, bagaimana tidak, yang Eugene lakukan pernah terjun ke dunia gelap sampai harus menjalani rehabilitasi juga berdampak pada Cathrine yang sering direndahkan orang sekitarnya, dan Eugene tidak bisa mengontrol itu semua.

Gemuruh di langit mulai terdengar dan perlahan rinai hujan turun dan mulai deras. Eugene melirik ponselnya lagi, tidak ada lagi pesan atau panggilan dari Cathrine. Pikiran Eugene berkata mungkin Cathrine sudah tidak ada di depan gerbang rumahnya lagi, Eugene pun bangkit berdiri dan melihat dari jendela kamarnya, Cathrine masih tetap di sana, mata Eugene membulat melihat kekasihnya itu belum beranjak dari sana dan membiarkan tubuhnya diguyur hujan deras. Eugene pun langsung mencari payung dan keluar dari rumahnya itu. Mendengar suara pintu yang dibuka, Cathrine tersenyum lega apalagi melihat Eugene keluar dari rumah itu, air mata Cathrine luntur dibarengi air hujan tapi tidak dengan senyumannya, senyum pedih yang ia paksakan saat Eugene tiba di hadapannya.

“Kamu ngapain hujan-hujanan kayak gini?!” bentak Eugene saat sudah ada di depan Cathrine sambil memayungi Cathrine.

Tangan Cathrine yang sudah kedinginan dan sedikit bergetar pun meraih pipi Eugene perlahan dan menangkup pipi kekasihnya itu, “you okay?” tanya Cathrine lembut. Eugene menggigit bibirnya dan menahan napasnya yang mulai memburu. Bagaimana bisa Cathrine menghawatirkannya disaat ia sendiri mengabaikan Cathrine? Akhirnya Eugene pun menarik tangan Cathrine, ia mengajak Cathrine masuk ke rumahnya, tapi tanpa sepatah kata pun. Sampai di teras rumah Eugene, Cathrine melepaskan genggaman tangan Eugene lalu menghentikan langkahnya yang membuat Eugene juga berhenti dan berbalik badan menatap Cathrine sehingga keduanya kini saling berhadapan.

“Kenapa?” tanya Eugene datar. Cathrine hanya diam dengan tubuh yang sudah basah kuyup menatap Eugene dengan nanar, matanya sembab dan air matanya masih mengalir.

“Ayo kamu keringin badan kamu dulu, ganti baju di dalem.” Eugene hendak menarik tangan Cathrine lagi tapi Cathrine menghempaskan tangan Eugene kasar.

“Kamu kenapa?” tanya Cathrine dengan suara berat.

“Ganti baju dulu, Cathrine.”

“Kamu kenapa, Eugene?”

“Cathrine, kamu udah basah gini!”

“KAMU KENAPA SELALU NGAJAK UDAHAN?! KAMU TUH KENAPAAA!!” Jerit Cathrine sampai tenggorokannya tercekat, dadanya naik turun karena menangis di hadapan Eugene.

“Kenapa selalu nyerah sama keadaan? Kenapa selalu minta udahan? Kenapa?!! Bahkan sekalipun aku nggak pernah minta untuk udahan! Selama kamu rehab aku selalu ada, bahkan sampai kamu selesai aku masih disini!” Cathrine memukul dada Eugene dan menangis.

“Justru karena itu! KARENA ITU!” balasan Eugene membuat Cathrine sedikit memicingkan matanya.

“Karena kamu terlalu baik sama aku tapi banyak hal nggak baik dateng ke kamu setelah aku rehab! Komentar negatif dan juga cibiran itu dateng ke kamu kan? Udah lah, aku yang lihat aja capek gimana kamu! Lepasin aku, Cathrine!” lanjut Eugene.

“Kamu gila ya? Cuma karena itu? Mau apapun yang terjadi juga aku nggak akan korbanin hubungan kita! Atau kamu emang mau pisah? Udah nemu yang lain? Iya? Atau kenapa!!” Cathrine kepalang emosi dan mencengkeram kerah baju Eugene. Eugene terdiam dan hanya saling menatap tajam dengan Cathrine.

“Jawab aku! Bilang sama aku kalau kamu nggak cinta lagi sama aku! Bilang sama aku sekarang, tatap mata aku, bilang gitu!” Eugene gemetar, tenggorokannya tercekat, bagaimana bisa ia mengatakan itu saat ini?

Cathrine semakin gemetar, sedikit menggigil menahan dinginnya hujan yang menusuk tulang-tulangnya, tangannya yang mencengkeram baju Eugene perlahan terlepas namun ia masih memegang baju Eugene dan tertunduk, Cathrine terisak sampai punggungnya bergetar hebat.

“Kalau kamu nggak di samping aku lagi siapa yang nemenin aku? Kalau kamu minta udahan nanti siapa yang bikin aku lupa sama perilaku Ayah ke aku? Kalau Ayah mau sakitin dan kasarin aku lagi siapa yang bakalan…” ucapan Cathrine menggantung karena kini ia mendongakkan kepalanya dengan matanya yang sudah merah itu, pandangannya menembus hati Eugene, “siapa yang bikin aku ngerasa masih pantas hidup?”

Hati Eugene sangat sakit seketika mendengar penuturan Cathrine itu, ia tersadar bagaimana ia berulang kali melihat Cathrine disakiti oleh Ayahnya dan berapa kali Cathrine menangis hebat di pelukannya. Akhirnya Eugene sadar, sikapnya salah besar. Ia hanya menambah luka baru di hati Cathrine, Eugene pun langsung memeluk Cathrine erat.

“Aku nggak akan pergi, maaf. Maafin aku, aku janji nggak akan pergi.” Eugene berbisik lirih dan memeluk tubuh Cathrine erat. Cathrine menangis hebat seketika di pelukan Eugene, “aku sayang kamu… aku sayang kamu, Eugene.” Eugene mengangguk dan mencium pipi kekasihnya itu.

“Jangan pergi.” Cathrine memohon.

“Nggak akan pernah. Nggak akan, aku janji.” Tangan Cathrine pun perlahan mendekap Eugene erat, Eugene sadar bahwa ia membutuhkan Cathrine dan ia harus melindungi Cathrine karena banyak hal yang sudah Cathrine korbankan untuknya juga.

“I love you,” bisik Eugene di telinga Cathrine. Keduanya meneteskan air mata dan saling merengkuh, saling berjanji tidak akan pergi dan bertahan sekuat tenaga sampai akhirnya karena keduanya masih saling mencinta.