First Night after a Year Marriage
Suasana sore malam hari ini dimana hujan deras turun dan gemuruh sesekali terdengar menemani kedua insan yang sudah berada dalam naungan pernikahan untuk satu tahun namun masih sama-sama gengsi untuk mengungkapkan perihal rasa dan diri masing-masing yang mulai bersenyawa untuk satu sama lain.
Jesse meyakinkan dirinya bahwa Jeviere masih bertahan dan tidak akan sekalipun beranjak dari perasaan keduanya yang saling beradu padu serta menyatu dalam naungan pernikahan yang mungkin tanpa diawali dengan fondasi perasaan yang saling bertaut. Seiring berjalannya waktu, perasaan yang terjalin pun membuat keduanya saling mempertanyakan perasaan.
Jesse tengah memandang ke arah luar jendela mobil, Jeviere masih fokus ke setirannya. Hujan di luar dan hiruk pikuk kota membuat Jesse memfokuskan melihat kehidupan sepulang jam kerja. Ada ia, dan Jeviere serta waktu yang menunjukkan pukul tujuh malam. Hari ini keduanya memang memiliki tugas di kantor Jeviere yang mengharuskan keduanya pergi dan pulang bersamaan. Dipertemukan untuk menghadapi segala perbedaan, dipertemukan untuk menghadapi semua rintangan di depan yang masih menjadi misteri. Bukankah indah jika saling berdampingan?
“Jev, kita itu memang ditakdirkan atau terjebak dalam sebuah kesengajaan, sih?” Jesse berkata sambil sedikit memunggungi Jeviere karena ia masih fokus dengan pandangannya ke luar jendela yang terhalang rinai hujan. Jeviere hanya tersenyum kecil dipandangnya sang puan sambil satu tangannya menyentuh pundak Jesse,
“Kenapa nanya gitu?”
“Nggak papa, mau tahu aja.” Jesse menoleh sambil tersenyum.
“Dalih apapun itu yang pasti aku jalaninnya sama kamu, ya? Yang patut kamu tahu semuanya bukan kesengajaan.” balas Jeviere.
“Kamu sayang sama aku, Jev?”
“Kamu simpulin sendiri aja, kalau aku nggak pergi atau nggak mendua atau cari hati yang lain untuk ditinggali artinya apa?”
Jesse menoleh, Jeviere menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas warna merah menyala, Jeviere meraih dan menggenggam tangan Jesse. Jeviere dekatkan genggam itu pada birainya, kecupan dua kali secara lembut didaratkan di punggung tangan Jesse. Pria itu mendang Jesse, hati sang puan tidak bisa berbohong ia merasa detak jantungnya tidak karuan dibawa hanyut dalam tautan iris gelap di depannya.
“Jangan nanya aneh-aneh lagi, ya?” matanya tak lepas dari netra Jesse lalu seuntai senyum ringan dan anggukan sukarela diberikan Jesse kepada sang tuan.
Jeviere kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju kediamannya dan Jesse. Hati yang beradu padu itu sebenarnya saling bertaut satu sama lain namun kata “CINTA” belum pernah keluar dari keduanya. Barangkali sekalipun tidak pernah. Namun keduanya masih betah untuk tinggal dan bersedia saling mengadu perasaan yang tumpah ruah.
Pukul satu malam
Malam sudah menjemput datangnya lelap, sunyi menyeruak bisa meredam kebisingan yang seharian tadi Jesse dan Jeviere rasakan. Keduanya berbaring di tempat tidur dengan saling memunggungi namun bergulung di dalam satu selimut. Keduanya belum terlelap namun tidak bergeming sama sekali. Tak ada kata yang disematkan kepada satu sama lain.
“Jess, udah tidur?” tanya Jeviere lalu mengubah posisi tidurnya menjadi terlentang menatap langit-langit kamarnya.
“Hmm..” Jesse hanya berdehem dan masih memunggungi Jeviere.
“Jesse, udah tidur?” pertanyaan yang sama dilontarkan lagi oleh Jeviere.
“Belum, Jev.” Kali ini Jesse menjawab dengan sungguh. Hening melanda keduanya lagi. kali ini
“Jess, kita udah satu tahun nikah.”
“Hmm, tahu.” jawab Jesse singkat.
Tak ada kata lagi yang terucap, namun pada beberapa detik setelahnya, ada lengan yang melingkar di perut dan pinggang Jesse. Menarik Jesse hangat mendekat hingga ada senggama antara dua tubuh yang menempel. Baju tidur model mini sexy dress milik Jesse yang mengekspos bagian punggungnya membuat Jeviere mengecup bagian itu dan tengkuk leher Jesse lembut.
“Jev!” Jesse sempat kaget dan membalik badannya namun ia malah mendapati wajah Jeviere yang hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari wajahnya. Tatapan tajam Jeviere membakar jiwa dan membuat napas Jesse berderu saat itu juga.
“Jess, I want to complete my job as a husband and make you my wife and give all of things I can give to you. Can I? Would you? I realized that i love you so much, this river of time make me understand that I won’t to loose you and I love you... wholeheartedly, babe.”
Sebuah panggilan mesra membuat sesuatu meledak di dalam jiwa Jesse. Netranya tak lepas menatap iris gelap di depannya. Senyum itu mendekat tak beri jarak antara deru napas keduanya.
“Let’s life this family life together, Jess.”
“Jeviere,”
“Hug me if you want to spend this night with me, just slapped me if you won’t it. Let me paid all of my mistakes, actually all things that i’ve said before is real. I love you with all my heart. And for a year marriage i want to have child, our child, our son, our daughter, Jess.”
“Aku takut kamu main-main, aku bahkan kamu buat bingung selama ini tentang perasaan kamu sebenernya gimana sama aku.”
“Kamu nggak pernah mencoba percaya sama aku.” Suara itu memelan dan bertambah berat.
Jeviere mengikis jarak yang tadinya pun sudah terlampau dekat dengan wajah Jesse, pipi Jesse terasa panas. Jantungnya berdegup tidak karuan. Jeviere memejamkan mata,
“Aku udah siap ditampar kok, Jess.”
Jesse menggigit bibir bawahnya, untuk beberapa saat tidak ada perkataan dan pergerakan dari keduanya.
Jeviere melepaskan tangannya dari pinggang dan perut Jesse. Pelan, gugup, bergetar, Jesse kemudian membawa tangannya ke pipi Jeviere dan menangkupnya dengan dua tangannya. Jesse teringat tatkala beberapa kecupan mesra pernah Jeviere berikan, selalu atas inisiatif Jeviere namun kali ini ia biarkan ego menguasainya, ada perasaan yang memuncak saat tangannya bersentuhan dengan pipi Jeviere.
Bukan tamparan bukan pelukan yang Jesse berikan melainkan sebuah tarikan pelan nan lembut yang membawa birainya dan milik Jeviere beradu dan saling menyapa dalam hitungan detik, bola mata Jeviere terbuka lebar namun yang ia dapati adalah Jesse yang terpejam sambil masih melumatkan kecup. Sela rambut Jeviere setelahnya menjadi media bagi Jesse menyalurkan nikmat yang perlahan mulai ia rasakan, tak butuh waktu lama. Balasan lembut untuk sang puan diberikan Jeviere di detik selanjutnya, pagutan dan lumatan serta sapaan lembut di birai Jesse dengan lidahnya yang lihai membuat Jesse membuka mulutnya memberikan akses kepada Jeviere untuk melakukan lebih.
Kini, keduanya sudah dikuasai perasaan yang saling hanyut satu sama lain. Lumatan dan pagutan Jeviere artikan sebuah penerimaan. Balasan cecapan Jesse artikan sebagai penyatuan dua hati yang selama ini saling bersembunyi dibalik tembok kegengsian dan keegoisan masing-masing. Jeviere tanpa ragu menambah dalam lumatannya dan kini Jeviere dengan tubuh kekarnya mengungkung Jesse di antara dua lengannya, mata keduanya saling terpejam, namun ada bulir air mata yang lolos lewat ekor mata Jesse.
Untuk sesaat, Jeviere melepaskan pagutan dan mengecup pipi Jesse. Wanita itu membuka matanya dan merasakan kecupan mesra beberapa detik yang ia dapat di pipinya. Lalu keduanya saling beradu netra lagi. Kecupan singkat di pipi ternyata bisa membawa Jesse lebih dalam ke perasaannya. Matanya berkaca-kaca.
“Just cry if you want, just hit me if you want, just kick me if you want, do anything you want, babe. I deserve it all.” jemari Jeviere mengusap pelan air mata yang luluh dari netra sang puan itu. Sentuhan lembut itu ternyata membawa Jesse meledak dalam tangisnya tiba-tiba. Jeviere membawa Jesse dalam posisi duduk dan saling berhadapan. Menangkup kedua pipi Jesse dengan lembut lalu mendaratkan kecup di kening Jesse.
“Jangan nangis, Jess. Aku ngerasa jadi bajingan banget selama ini.” Jeviere membelai pelan surai panjang Jesse lalu menarik Jesse dalam pelukannya. Pelukan ini mungkin menjadi pelukan paling hangat selama mereka bersama. Tangis Jesse lebur, ia membenamkan wajahnya di pelukan Jeviere yang memeluknya seakan tak ingin melepaskannya lagi.
Selanjutnya, Jeviere memegangi kedua bahu Jesse lalu menatapnya lekat dengan simpul manis yang membuat lesung pipinya terlihat jelas.
“Udah? Puas nangisnya?” tanya Jeviere lirih. Jesse hanya mendengus lalu tersenyum setelahnya. Jemari Jeviere bergerak lagi menghapus jejak air mata di pipi Jesse. Lalu menarik dagu Jesse dan kembali menyatukan kedua birai itu lagi. Kedua tangan Jeviere lihai dalam melucuti kain yang masih menutupi tubuh Jesse. Dilepaskannya dengan sensual dan lembut, begitu juga Jesse yang meminta Jeviere melepaskan kaos dan segala yang menempel di tubuh Jeviere.
Pagutan bertambah dalam seiringan dengan Jesse yang terengah, napasnya mulai tersengal. Dengan lihai, Jeviere membawa Jesse pada ciuman yang lebih dalam. Memagut bibir ranum sang puan dengan sedikit tempo yang dipercepat. Bahkan kini dengan sukarela, Jesse sudah ada dalam pangkuan sang tuan dan mengalungkan tangannya di leher Jeviere.
Jesse membiarkan tangan Jeviere menjalar pada pinggang, dada dan perutnya berurutan dengan sentuhan lembut yang memabukkan. Sebuah sapaan halus pada bagian pinggang dan rematan yang disusul setelahnya membuat lenguhan pada diri Jesse lolos dan melenguhkan nama Jeviere dengan merdu. Dari perut naik ke dada, menjelajah pinggang dan punggung, begitulah pergerakan jemari Jeviere di tubuh Jesse lalu naik ke belakang leher Jesse dan ia gunakan tenaganya untuk sedikit menekan tengkuk sang puan hingga desahan nama Jeviere terdengar lagi. Jeviere lalu perlahan merebahkan tubuh sang puan di tempat tidur lalu mengungkungnya dan menempatkan kedua lengannya untuk bertumpu di sebelah kepala Jesse. Pagutanya belum dilepas, lidah yang beradu belum dibiarkan henti.
Suara decapan beradu semakin lancang menggelitik telinga Jeviere dan membuatnya ingin melakukan yang lebih dari ini. Diselingi sebuah gigitan kecil di bibir bawah Jesse bak permintaan Jeviere untuk mengadu lidah lebih dalam lagi dan menjajak seluruh yang Jesse punya hanya untuk ia saja, Jesse sudah semakin mendesah makin brutal saat seluruh perasaannya luruh di dalam pagutan hebat yang lebih berapi daripada sebelumnya. Kini Jeviere menurunkan bibirnya yang sudah basah ke sela leher Jesse. Mampir disana untuk waktu yang lama serta bermain menggoda Jesse memberikan kenikmatan untuk Jesse, menjilat dan mempermainkan Jesse dengan lidah dan bibirnya hingga sang puan mendongak dan meremat sprei menahan kenikmatan.
“Just moan my name babe, you can do it.” Bisik Jeviere di telinga Jesse. Jesse menarik tubuh Jeviere, tangannya berpindah memeluk badan kekar itu dan menyatukan tubuh keduanya, senggama kulit keduanya membawa sebuah hentakan pada diri Jesse saat merasakan miliknya bersentuhan dengan milik Jeviere dibawah sana. Puncak dada Jesse juga bersentuhan dengan Jeviere membuat Jeviere tergoda untuk melanjutkan kegiatannya di bagian dada Jesse.
Badan Jesse bagaikan tersengat listrik saat merasakan kecupan kecil di puncak payudaranya, rematan di payudara satunya yang berangsur, kepala mendongak, badan menggeliat membiarkan sang tuan merajai tubuhnya sekarang. Ia berikan seluruh akses kepemilikan atas tubuhnya kepada Jeviere.
Permainan di payudara sintal Jesse oleh lidah Jeviere membuat badan Jesse dijalari rasa panas dan gelenyar nikmat mereka mulai menyerukan lenguh yang begitu merdu di telinga satu sama lain. “Let me give you a great night for you, Jess.” Bisikan ditengah cecapan itu didengar jelas oleh Jesse.
Jeviere melepaskan ciumannya dari bagian dada Jesse. Ia membuka paha Jesse perlahan melebar, wanita itu menahan lengan Jeviere. “Nggak bakalan sakit, you are mine, not anyone else’s.”
“Jeviere, you can take all of mine tonight.” Kalimat itu disambut senyum sumringah oleh Jeviere yang kemudian mendaratkan kecupan lembut di paha Jesse hingga sampai di pusat tubuh Jesse. Ia sapa pusat tubuh Jesse dengan kecupan lalu ia lihat wanitanya sudah menggeliat tidak karuan dan memejamkan mata. Hal itu membuat Jeviere ingin memanjakan lagi sang puan. Disapanya lebih lagi dengan lidah lihainya. Jari Jeviere juga ia biarkan memainkan sisi lain dari puncak pertahanan Jesse itu.
“Jeviere..” lenguhan lain lolos dan diantara surai hitam Jeviere tangan Jesse sibuk meremat menyalurkan sebuah kenikmatan yang tidak bisa ia tahan lagi. Lidah Jeviere sudah menyapa dan menusuk nusuk dibawah sana dengan lembut. Perlahan pelan―lalu bertambah cepat. Lidah lihai bergerak naik turun dan keluar masuk, menyentuh bagian sensitif Jesse seakan menggoda namun menjajal lalu memperlakukan dengan baik setelahnya.
Lalu setelah itu satu jari Jeviere bergerak didalam sana, ia bawa tubuhnya mengungkung sang puan lagi. Ia mendaratkan kecup dan langsung dibalas pagutan panas dari Jesse yang membuat Jeviere mempercepat gerakan jarinya dibawah sana.
“Jev, ngh.” Mata memejam, Jesse melenguh nyaring.
“It’s hurt, little bit hurt, babe.” Jeviere menyeringai tatkala mendengar sang puan membisik lirih dan diikuti panggilan sayang yang menggetarkan jiwa.
Jeviere memperlambat gerakan jarinya dibawah sana dan meredam rasa sakit Jesse dengan lumatannya yang berapi dan lembut disaat yang bersamaan. Ketika dirasakan Jesse sudah siap,
“Jess, can I do it now?”
Jesse mengangguk dengan mata yang sayu, Jeviere bersiap memasukkan pusakanya ke pusat tubuh Jesse, wanita itu membuka pahanya lebar seakan menyerahkan diri untuk menyatukan keduanya malam ini.
“Tahan, sayang.” Suara lirih Jeviere menghantarkan Jesse memejam tatkala pusaka Jeviere memasuki pusat tubuhnya dalam tiga kali hentakan.
“Akh! Jev!” pekiknya saat merasakan sesuatu memasuki tubuhnya dan membuat dirinya terbelah―sesuatu sobek dibawah sana.
“Ride me,” Jesse mulai melenguh. Memanggil Jeviere untuk melakukannya sekarang, butuh waktu untuk Jesse beradaptasi dengan rasa sakit yang perlahan menikmat di antara desahnya. Tubuh Jesse dikukung sempurna oleh Jeviere. Lenguhan Jesse bak candu bagi Jeviere.
Gerakan apapun yang diberikan Jeviere bak adiktif untuk Jesse, membuat keduanya mau melakukannya dengan sukarela. Pada senggama selanjutnya dengan gairah penuh cinta dan api yang membakar keduanya, Jesse memeluk erat tubuh yang bergerak diatasnya. Jeviere bergerak pelan disana, desahan keduanya bersahutan, lenguhan keduanya berlomba memenangkan libido. Jeviere menepati janjinya untuk menyuguhkan malam yang indah untuk Jesse. Hati keduanya yang tak terarah mungkin akan bertumpu pada satu arah malam ini. Netra keduanya beradu sesaat. Peluh membasahi kening Jesse, diusap Jeviere dengan lembut.
“Be mine forever, Jess?” bisik Jeviere.
Jesse mengangguk dan tersenyum. Dua anak adam dibuai renjana nikmat dan asmara pada saat bersamaan bersedia menjatuhkan hati satu sama lain. Menjatuhkan hati, menyatukan tubuh, mengadu senggama dalam surga yang mereka ciptakan berdua. Gerakan lembut sehalus sutra diberikan Jeviere kepada Jesse saat wanita itu kembali memejam tidak bicara, ia hanya bersedia memberikan seluruhnya dan memeluk tubuh kekar Jeviere.
Decit ranjang, nama masing-masing yang didesahkan, bunyi cecap dan kecipak terdengar menggema setelahnya. Jeviere kembali bergerak pelan bahkan memberikan beberapa hentakan untuk Jesse rasakan dan membuat wanita itu tersentak namun kembali memeluk Jeviere erat. Sakit dibungkam pagutan birai dan lesatan lidah lembut, akses bebas itu membawa sebuah hal baru bagi Jesse malam itu. Jeviere kadang menggoda bagian sensitif Jesse juga dengan jemarinya lalu menggerakkan pinggulnya lagi. ia benar-benar ingin hanya ada kenikmatan dan sebuah keindahan malam bagi sang puan sekarang. Tempo dan gerakan pinggul dari Jeviere membawa Jesse terbang ke awan-awan.
Cengkeraman erat di bahu Jeviere, liukan badan Jese membawa Jeviere membalik posisi dimana kini Jeviere membiarkan Jesse berada di atas memimpin permainan.
Jesse yang baru kali ini melakukannya dibimbing Jeviere untuk bergerak, pinggang Jesse dipegang, tubuh wanita cantik itu dituntun untuk bergerak naik dan turun, tak butuh waktu lama untuk Jesse menyesuaikan diri. dengan lincah kali ini Jesse yang memimpin permainan membuat Jeviere ada dibawah kendalinya.
Namun saat Jeviere merasa ia hampir sampai di puncak, ia meminta Jesse untuk bersedia dikukung lagi. Jesse kembali merasakan tubuhnya dijalari sebuah gelenyar yang membawanya ke puncak tertinggi saat ini. Memekik dan melenguhkan nama Jeviere dengan bebas begitu juga dengan Jeviere yang melakukan hal yang sama. Tempo tak beraturan dan semakin cepat diberikan Jeviere saat keduanya sudah ada di puncak hampir sampai pada pelepasan dan peleburan semesta yang bersatu.
“Jeviere..”
“Jess..”
“Mhhh..”
Keduanya merasakan sesuatu luruh dan menyatu dalam tubuh keduanya, pelukan erat Jesse tidak lepaskan. Jeviere mengecup lagi bibir ranum Jesse lalu memberikan kecupan tiga kali berturut-turut setelahnya. Lengkung simpul di wajah masing-masing mengisyaratkan kepuasan dan kebahagiaan.
“Jess, don’t ever do this sama lelaki lain, ya?” Jesse mengangguk, mengusap peluh Jeviere yang penuh peluh.
“Kamu juga ya, sayang?”
“Apa, Jess?”
“Sayang. Jeviereku sayang.” Jesse tersenyum.
Jeviere yang mendengarnya langsung menelusupkan wajah di sela leher Jesse dan memeluk wanitanya erat menjaganya setiap malam hingga pagi menjelang dan mentari menyapa.