GOOD BYE KOKO MEVIN

Kebersamaan Mevin dan Kenzie memang bukan sebentar, bahkan Mevin sudah menganggap Kenzie adiknya sendiri. Hari ini, adalah hari keberangkatan Mevin ke Australia untuk tinggal bersama Jovian selama beberapa tahun, guna menempuh pendidikan.

Seluruh keluarga Adrian sudah berkumpul di rumah untuk mengantarkan Mevin ke bandara. Ada Jevin, Lauren, Lea dan Jeremy. Mereka masih menunggu kedatangan keluarga Hazel, bagaimana bisa hal sepenting ini tidak ada Kenzie di dalamnya, apalagi menyangkut Mevin.

Tak perlu lama menunggu, karena sudah ada suara mobil yang berhenti di depan rumah Jeremy dan Lea, maka Lauren mengintip dari balik jendela, benar saja, “Om Azel, Tante Shasha sama Kenzie!” seru Lauren girang yang langsung membuka pintu. Mevin yang tengah memainkan ponselnya pun mematikan ponselnya dan menyimpannya ke dalam kantong jaketnya. Ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ambang pintu. Di sana terlihat Azel yang langsung menghampiri dan memeluk Mevin.

“Gimana nih, malah jadi TKI ke Aussie, ck.” Azel berdecak lalu mengacak rambut Mevin sejenak.

“Tuntutan negara, Om,” kekeh Mevin. Maka Azel hanya tertawa lalu masuk ke rumah itu untuk menemui Jeremy dan Lea.

Mevin melihat Kenzie dan Mamanya yang masih ada di depan mobil, wajah Kenzie seakan kesal, tapi bisa Mevin lihat jelas Kenzie menangis. Maka Lauren yang berdiri di belakang Mevin pun membisikkan, “samperin, pacar lo nangis mau LDR itu,” goda Lauren.

Mevin hanya geleng-geleng kepala dan tersenyum. Setelahnya, Mevin berjalan perlahan menghampiri Shasha dan Kenzie, “halo, Tante,” sapa Mevin. Shasha yang mendengar suara Mevin pun berbalik badan, Mevin memberi salam dan mencium tangan Shasha sopan.

“Gimana ini, Adrian fams berkurang satu personil, tante sedih.” Shasha mengelus pundak Mevin beberapa kali.

“Demi cita-cita, Tan.” Mevin tersenyum setelahnya.

“Tuh, nangis mau ditinggal Koko Mevin. Bujukin coba, tante ajak masuk nggak mau. Kenzo masih ada kegiatan di sekolah jadi nggak bisa ikut, tapi dia titip salam sama kamu,” bisik Shasha kepada Mevin.

“Tante masuk aja, Kenzie biar sama aku, ditunggu Mama sama Papa di dalam. Siap, nggak papa, nanti Mevin bisa telfon Kenzo,” balas Mevin. Shasha pun mengangguk dan tersenyum lalu berjalan masuk ke rumah itu.

Maka saat sampai di hadapan Kenzie yang masih membuang muka enggan menatap Mevin. Tapi, Mevin berlutut di depan Kenzie dan memegangi kedua pundak Kenzie sehingga anak perempuan itu menatap Mevin. Matanya merah dan berkaca-kaca.

“Kenapa Enzi nggak mau masuk?” tanya Mevin lembut.

Kenzie hanya menggeleng dan menundukkan kepalanya.

“Enzi nggak mau anterin Ko Mevin ke bandara?” tanya Mevin lagi.

“Lihat, Enzi sama Mevin udah lebih sedih adegannya daripada adegan aku mau cerai sama Jeremy waktu itu,” kata Lea sambil menyenggol lengan Shasha yang mengamati kedua anak mereka dari dalam rumah.

“Kak, jangan gelap joke nya, haha, dari semalem nangis mau ditinggal Mevin bertahun-tahun, katanya nanti siapa yang ajak Enzi main, mau sama Koko Mevin bukan Koko Jevin, ampun deh kak,” balas Shasha yang disambut gelak tawa Lea.

“Kak Jer, udah beneran siap?” tanya Azel kepada Jeremy yang keduanya tengah duduk di sofa ruang tamu.

“Mau nggak mau, masa iya ditahan disini, kan disana juga sama Papa kandungnya, gue bisa apa? Nggak siap, gue gendong dia dari lahir dan rawat dia sekarang mau pergi bertahun-tahun walaupun buat pendidikan tetep berat, tapi semua kan demi kebaikan Mevin.” Jeremy membalas dengan senyum penuh rasa ikhlas.

Kenzie masih mematung di depan Mevin, tapi ia memalingkan wajah ke kanan dan kiri karena enggan menatap Mevin. “Enzi,” panggil Mevin sekali lagi.

Sepertinya Enzi adalah orang pertama yang menangis sebelum ke bandara. Tidak ada kata-kata yang Mevin ucapkan, ia hanya langsung memeluk gadis kecil itu. Benar saja, Kenzie langsung terisak dan menangis di pelukan Mevin.

“Koko jangan pergi! Enzi nggak mau! Nggak mau! Ko Mevin ....” tangis Enzi yang pecah saat itu.

“Anak kamu, tuh, Sha. Ditinggal Mevin nangis kejer, udah kayak pacarnya aja,” ucap Azel yang masih ada di dalam rumah.

“Kalau bahasa gaulnya tuh couple of the year, Om,” sambung Jevin yang membuat semuanya tertawa.

“Bukan lagi,” balas Shasha.

“Kok nangis? Jangan nangis, dong.” Mevin masih berusaha menenangkan Kenzie tapi gadis kecil itu menangis sambil menghentak-hentakkan kakinya kesal tapi Mevin malah menggendongnya.

Mevin membuat jarak antara wajahnya dan Kenzie, ditatapnya wajah gadis mungil yang menangis itu, lalu Mevin hapus jejak air mata di wajah Kenzie dengan ibu jarinya.

“Kan Koko cuma sebentar, nanti Ko Mevin pulang lagi,” kata Mevin.

“Tapi Australia itu jauh, Zi nggak bisa minta Papa anterin buat ketemu Koko kayak sekarang,” kata Enzi di sela tangisnya.

“Kan masih bisa video call, ya?”

“Nggak bisa digendong ko... ko ....”

“Kan bisa telfonan.”

“Nggak bisa lihat koko ... Me ... vin ....”

Keduanya hanya saling menatap hingga Mevin berikan senyum yang membuat matanya menyipit tapi hal itu membuat Kenzie semakin menangis, Mevin memeluknya lagi.

“Jangan nangis, Koko punya hadiah buat kamu, kalau nangis nggak Koko kasih,” bisik Mevin. Kenzie mengalungkan tangannya di leher Mevin, memberi jarak wajahnya dan Mevin, “hadiah apa?” tanya Kenzie.

“Diem dulu nangisnya nanti koko kasih,” kata Mevin sambil mengecup pipi Kenzie. Maka perlahan Kenzie mulai tenang dan mengatur napasnya.

Mevin pun menggendong Kenzie masuk ke rumahnya, saat keduanya sampai di ruang tamu, “Zi jangan nangis, Kokonya nggak kemana-mana,” celetuk Jeremy.

“Koko Mevin ke Australia, Uncle! So far,” kata Kenzie sambil mengerucutkan bibirnya.

“Oh iya, ya? Jangan nangis, nanti Ko Mevin pulang kamu dibawain koala,” kata Jevin yang dibalas Kenzie dengan juluran lidah.

“Musuh banget kalau sama Jevin, heran, haha,” kata Azel.

Mevin hanya terkekeh lalu mengajak Kenzie ke kamarnya, Mevin dudukkan Kenzie di tepi tempat tidurnya dan Mevin berjalan mengambil sebuah kotak yang ada di meja belajarnya lalu kembali berlutut di depan Kenzie dan memberikan kotak itu untuk Kenzie.

“Buka ini nanti di rumah, ya? Bilang Papa atau Mama biar disimpen dulu, oke?” kata Mevin. Kenzie meraih kotak itu sambil menggerak-gerakkannya dan menggoyangkannya di dekat telinganya.

“Nanti, di rumah?” tanya Kenzie, Mevin mengangguk.

“Jangan nangis lagi, nanti Ko Mevin ikutan nangis, sekarang kita ke bandara, ya?” kata Mevin, Kenzie tersenyum tipis lalu memeluk Mevin lagi.

Xie xie Koko Mevin, Enzi will miss you,” kata Kenzie dengan nada sedih.

Koko will miss you too, Zi.” Mevin membalas pelukan itu erat dan mengecup puncak kepala Kenzie.

Akhirnya hari itu, semua mengantar Mevin ke bandara. Kenzie tidak mau ada satu mobil bersama Hazel dan Shasha, akhirnya Lauren dan Jevin yang ada di mobil Shasha dan Hazel. Mevin dan Kenzie bersama Lea dan Jeremy. Selama di mobil juga Kenzie ada di pangkuan Mevin, bermain, bercanda, bersenandung lagu-lagu Sunday school lirih dan terbahak bersama.

“Asik banget sama Koko Mevin, Zi,” kata Lea yang ada di bangku depan dan menoleh ke belakang.

“Karena Zi sayang Koko Mevin,” balas Kenzie dengan nada girang sambil memeluk Mevin.

“Aduh, aduh, nanti di doain Koko Mevinnya kalau Kenzie berdoa ya, biar Koko Mevin sehat terus dan cepet pulang, oke?” tambah Jeremy yang masih fokus menyetir.

Yas, Uncle!” kata Kenzie girang dengan gemas yang membuat Mevin menghujam pipi Kenzie dengan kecupan sembari menggelitiki pinggang Kenzie membuat gadis kecil itu terbahak yang mengundang Mevin untuk tertawa juga, tapi pada akhirnya Mevin peluk lagi tubuh mungil Kenzie dengan penuh kehangatan. Siapapun bisa merasakan ketulusan hati Mevin juga Kenzie, semua juga merasa sedih atas keberangkatan Mevin ke Australia kali ini, hati Mevin yang tulus kepada siapapun membuat setiap orang yang ada di sekelilingnya juga merasa sedih dan kehilangan.

Langit sore kala itu menemani keberangkatan Mevin ke Australia untuk tinggal bersama Jovian, Ayah kandungnya juga untuk melanjutkan pendidikan dokter yang Mevin ambil. Pada awalnya sebelum Mevin menuju gate keberangkatan, semua menghadirkan suasana penuh tawa dan keceriaan. Hingga setelah itu, saat Mevin mulai berpamitan, air mata tak terhindarkan dari Jeremy, Lea, Lauren, Jevin, Azel, Shasha bahkan Kenzie. Nanti Mevin akan kembali lagi, nanti Mevin akan pulang lagi kalau sudah waktunya, nanti semuanya akan tersenyum dan bisa merengkuh Mevin lagi dalam peluk.


Sesampainya di rumah, Shasha menemani Kenzie kecil untuk membuka kado yang Mevin berikan. Malam itu, hujan turun dengan derasnya, Kenzie membuka kotak itu dengan raut wajah murung. Hingga akhirnya setelah Shasha membantu anaknya membukanya, Kenzie bisa melihat sebuah boneka winnie the pooh, beberapa polaroid fotonya dan Mevin ada di sana dan sepucuk surat.

“Pooh!” seru Kenzie girang.

“Wih, lucu banget, seneng nggak?” tanya Shasha, Kenzie mengangguk antusias.

“Ini foto Zi sama Koko Mevin nanti dipasang di figura ya, Ma,” pinta Kenzie.

“Iya nanti Mama kasih di figura terus dipasang di kamar kamu, ya?”

“Yay!” Lalu tangan Kenzie bergerak mengambil surat yang Mevin tulis. Diiringi rintik hujan di luar sana, Kenzie melafalkan kalimatnya

**Dear Aletta Kenzie Halo Kenzie cantik, Koko Mevin pergi dulu sebentar, ya. Nanti Koko pulang lagi, nanti kita main lagi ke timezone dan kita nanti bisa nonton cocomelon lagi bareng, Kenzie harus nurut sama Mama sama Papa, dan Kak Kenzo. Jangan bolos Sunday Schoolnya, nanti kita masih bisa video call kok, nanti kalau koko pulang ajarin koko lagu Sunday School yang baru, okay? Zi, kalau ada PR harus selalu dikerjakan, oke? Zi harus jaga kesehatan juga, kalau Mama sama Papa nasehatin Zi harus dengerin, kalau mau tidur jangan lupa berdoa sama sikat gigi, ya? Zi masih bisa main sama Koko Jevin sama Cici Lauren kok, nanti kalau Koko pulang Koko mau lihat rapot kamu, oke? Kalau miss di sekolah atau laoshi kasih tugas, harus selalu dikerjakan. Zi nggak boleh main hujan, jangan lupa minum vitamin. Kalau Zi ulang tahun nanti Koko bakalan selalu kasih kado! See you Kenzie cantik! **

Usai membaca surat dari Mevin itu Kenzie memeluk boneka pooh yang Mevin berikan lalu menyandarkan tubuhnya kepada Mamanya. “Tuh, Ko Mevin bilang apa? Diinget semua kata-kata Ko Mevinnya, oke?” kata Shasha.

“Iya, Ma.”

“Boneka poohnya bagus, ya? Zi suka?”

“Suka banget, boneka dari Koko Mevin, bikin Zi inget Koko Mevin,” kata Kenzie.

“Ya udah dipeluk dulu bonekanya dibawa tidur nggak papa.”

“Ma,” Kenzie mendongak menatap Shasha, “Koko Mevin kok bisa punya Papa dua, sih? Kan Mama sama Papanya Ko Mevin itu Uncle Jeremy sama Aunty Lea, tadi di bandara Mama sama Papa bilang kalau Koko Mevin harus baik-baik di Australia sama Papa Jovian, kenapa Papanya Koko Mevin ada dua?” tanya Kenzie. Shasha tidak menyangka Kenzie akan menanyakan hal itu, ia pun memeluk anaknya dan mengecup puncak kepala Kenzie lalu menangkup pipi Kenzie.

“Nanti kalau udah besar Kenzie bakalan ngerti, sekarang sikat gigi, cuci muka, terus berdoa, tidur karena besok sekolah, oke?” Kenzie hanya memanyunkan bibirnya namun mengangguk setelahnya. Shasha pun memeluk anaknya itu, menatap foto Kenzie dan Mevin sesaat.

“Mevin you are so special, nak,” batin Shasha.