How Jevin Treat Me

Angin kerinduan membawa Jevin menemui Letta malam ini, kendati dirinya yang sedikit kelelahan usai bekerja bukan jadi masalah yang berarti untuk Jevin, ditemuinya kekasihnya di apartemen Letta pukul tujuh malam. Letta menyambut kedatangan kekasihnya dengan sumringah, memberi pelukan selamat datang lalu saling merangkul untuk duduk di sofa. Keduanya duduk bersebelahan,

“Kamu lagi ngapain sih?” tanya Jevin. Letta meraih laptop di depannya dan mematikannya jari – jarinya menari diatas keyboard sesaat sebelum mematikannya.

“Tesis, biasa.” Jawab Letta lalu menutup laptopnya dan bergelayut manja di pelukan Jevin.

“Jevin,”

“Apa?”

“Kalau aku pergi suatu saat kamu sedih nggak?” tanya Letta secara tiba-tiba. Gadis itu memeluk pinggang Jevin dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Jevin lalu menghela napas.

“Kenapa nanya gitu?” Jevin berusaha menyingkirkan tangan Letta dari pinggangnya berniat agar bisa melihat sang puan dengan jelas namun Letta menghalanginya.

“Jangan, mau peluk dulu.” cegah Letta.

“Ya kamu kenapa, kok nanya begitu?” tanya Jevin lagi lalu mengecup puncak kepala Letta.

“Nggak, cuma nanya aja kok, hehe.” Jemari Jevin mulai membelai lembut rambut panjang Letta.

“Jangan suka berandai yang nggak akan pernah terjadi, ngerti? Kenapa sih emangnya?” tanya Jevin lagi namun Letta hanya menggeleng.

“Jangan kaya gitu, aku nggak suka.” Balas Jevin. Letta mengangguk, Letta mendongakkan kepala menatap sang tuan dengan tatapan nanar. Jevin pun meminta Letta duduk di pangkuannya menghadap Jevin dan memeluknya bak anak kecil.

“Jev udah lama tapi pelukan kamu masih sama―hangat. Bahkan lebih hangat selalu tambah hangat setiap harinya.” Letta menatap kekasihnya itu tajam. Jevin tersenyum manis, sesaat hening untuk beberapa detik hingga hanya terdengar dentingan jam di ruangan itu.

“Aku mau peluk kamu buat aku, cuma aku. Egois nggak sih aku? Tapi aku nggak mau rasain kehilangan lagi. aku nggak mau kamu diambil siapapun termasuk orang terdekatku.” Jawaban gamblang dari seorang Jevin menembus ke dalam hati Leatt.

“Jevin..”

“Nggak kok, nggak papa. Asal ngomong.” Bantah Jevin. Letta tidak menjawab―hatinya masih berdesir.

“Jevin..”

“Ya sayang?” “Aku nggak akan pergi, tapi kamu juga jangan pernah berantem lagi ya?” Jevin menyisir surai panjang Letta dengan jarinya lalu turun ke pipi Lea menangkupnya dengan dua tangannya.

“Kamu tahu ya? Maaf, setakut itu aku dibayangi kehilangan dan perpisahan.” Mendengar itu Letta merasa pipinya hangat, disertai detik berikutnya, air matanya jatuh.

“Aku memang brengsek, aku nggak pernah tahu apa yang saudara kembar aku sendiri rasain, jahat? Terserah, tapi nggak ada niatku sedikitpun rebut kamu dari Mevin, bahkan semuanya terjadi waktu kamu sama Mevin udah pisah, right? Aku―”

“Jevin, stop, udah.” Letta tertunduk, tangannya masih dikalungkan di leher Jevin. Letta terisak, ia bangkit berdiri lalu menuju balkon untuk mengatur napasnya dan menenangkan dirinya, ia menangis disana menggigit bibir sekuat-kuatnya, namun air matanya tumpah tanpa komando.

Ia memang pernah memadu kasih dengan saudara kembar Jevin, ceritanya panjang―tapi mereka sudah berpisah. Ada kisah panjang dibalik itu semua. Jevin berjalan menghampiri Letta yang berdiri disana, punggung Letta nampak bergetar. Jevin memeluk kekasihnya dari belakang. Jevin melingkarkan tangannya di perut Letta, gadis itu hendak berbalik badan namun Jevin menahannya.

“Sorry, maafin aku. Maafin aku,” ucap Jevin lirih di telinga Letta. Seketika hening lalu suara isakan Letta beradu dengan suara isakan Jevin. Keduanya lebur dalam tangis bersama, Jevin menaruh dagunya di pundak Letta lalu mencium pipi Letta lalu menelusupkan wajahnya di sela leher Letta.

Gadis itu bisa merasakan Jevin yang terisak dengan jelas.

“Jevin, jangan gini terus, sayang.”

“Aku egois ya? Aku jahat ya?”

“Enggak, sayang, enggak. Stop it.”

Letta merenggangkan rengkuh, berbalik badan menatap kekasihnya dengan mata merah yang basah lalu ia merapikan rambut Jevin sambil tersenyum.

Jemari lembut Letta mengusap pipi Jevin lalu detik selanjutnya bibir Jevin sudah menyapu bibir Lea yang halus.

Bibir Letta masih terkatup saat itu hingga Jevin menarik tubuh Letta hingga tidak ada jarak sama sekali. Tangan Jevin menarik pinggang Letta dan satu tangannya menekan tengkuk leher Letta. Tak lama Letta mulai memberikan akses dan membalas lumatan yang diberikan kekasihnya, pagutan lembut dan cecapan berulang kali menghantarkan keduanya untuk saling membalas pagutan itu. Bibir menyatu dan lidah yang bertaut, tangan Jevin yang memeluk erat pinggang kekasihnya serta tangan Letta yang bermain ditengah helai rambut Jevin seiringan dengan tempo yang diberikannya. Tangan Jevin tak tinggal diam. Bergerak dengan sensual dari tengkuk turun ke pinggang lalu membawa kedua kaki Letta ke bagian pinggulnya lalu mengangkat tubuh kekasihnya dan menggendongnya menuju kamar, lantas Jevin membaringkan gadisnya di tempat tidur dan mengukung tubuh Letta dibawah tubuhnya. Air mata memang sempat menetes dari mata Jevin dan Letta. Letta mulai menyebutkan nama Jevin di antara desahnya. Ciuman bertambah lekat, pagutan bertambah intim keduanya kadang terengah dan mendesah bersamaan.

Ciuman Jevin turun ke leher, Letta memejam dan mendongakkan kepala membiarkan Jevin merajai tubuhnya. Letta masih berusaha mengatur napasnya yang terengah dan detak jantung yang tak beraturan. Mengingat masa lalu Jevin dan Stella membuatnya gelisah jika Jevin melakukan hal yang sama kepadanya seperti apa yang dilakukan Jevin dan Stella di masa lalu.

“Mhh—Jevh,” Letta melenguh saat Jevin memainkan lidahnya di bagian leher Letta memberikan sentuhan dan godaan yang membuat tubuh Letta berdesir. Letta juga hanyut dalam permainan itu ia menarik dagu Jevin lalu memberikan lumatan kepada sang kekasih, tangannya menekan kepala Jevin memperdalam ciuman hingga dibalas brutal oleh Jevin, tangan Letta masuk melalui kaos Jevin dan memberikan beberapa sapaan lembut di bagian perut kekasihnya itu. Mata Letta masih terpejam, namun, Jevin membuka matanya sesaat melihat kekasihnya yang masih terpejam menikmati permainannya. Tangan Jevin mulai bergerak menuju pundak kekasihnya berniat hendak menurunkan tali baju Letta, namun ia kembali teringat tentangnya dan Stella dulu dimana ia tidak bisa mengendalikan nafsunya. Ciuman kembali Jevin bawa ke bibir ranum Letta membungkam Letta yang hendak mendesah, ciuman panas dan berapi membawa keduanya dipenuhi kabut gairah dan terlena.

Lantas saat Letta sudah mulai terengah dan melepaskan pagutannya, Jevin menjauhkan tubuhnya, ia berusaha sekuat dan sebisa mungkin tidak mengulangi hal yang sama seperti apa yang ia lakukan di masa lalu dulu. Jevin pun menatap mata sendu Letta, lalu mengecup kening Letta beberapa detik. Keduanya saling tersenyum.

“Makasih ya udah ajarin aku gimana cara nahan diri dan emosi,” ucap Jevin sambil membelai pipi Letta, Jevin dan Letta sama-sama bangkit dan duduk berhadapan di tempat tidur, Jevin meraih tangan Letta lalu mengecup punggung tangannya.

“Ajari aku juga banyak hal, asal jangan ajari aku buat tanpa kamu, Vin.” Kata Letta selanjutnya. Jevin langsung memeluk Letta tanpa aba-aba, Letta membalas pelukan itu erat. Namun pandangan Jevin tertuju kepada sebuah hoodie yang digantung Letta di kamarnya, tangan Jevin masih membelai rambut Letta dan menepuk pelan punggung Letta. Namun, pandangannya tak henti menatap hoodie yang tidak asing untuknya itu.

“I Love you, no matter what happened, sayang.” Jevin berbisik lirih. Sebuah gelenyar perih berdesir di hati Jevin melihat barang yang sangat ia kenal itu.

“Letta masih simpen hoodie punya Mevin?” batinnya.