Jesse Thomas
Suasana malam hari ini tergolong berbeda dari biasanya, Thomas menemui Jesse di bar biasa tempat Jesse tipsy. Wanita itu sedang putus asa namun entah karena apa, Thomas menanyainya berkali-kali tapi tidak ada jawaban yang terlontar. Saat Thomas menyebut nama Jeviere yang terjadi adalah Jesse yang meneguk lebih banyak minuman alkohol secara brutal. Tidak lagi tipsy tapi Jesse benar-benar mabuk sekarang. Karena Jesse yang terus menangis dan menjadi semakin pecah dalam tangis saat mendengar nama Jeviere.
“Jeviere apain kamu?” tanya Thomas lembut sambil menangkup dagu Jesse.
“Jeviere? Pergi maybe, don’t ever say his name again, I just going fuckin crazy because of him!”
“Jess, pikirin kesehatan kamu!”
Jesse pun terkekeh di keadaan setengah sadarnya sambil menepuk pipi Thomas yang ada di hadapannya.
“Don’t ever talk about health, bahkan aku nggak tahu kapan jantung aku tiba-tiba berhenti berdetak, nggak guna!” ia terkekeh selanjutnya.
Akhirnya karena Jesse sempat kehilangan kesadarannya. Thomas membawa Jesse ke mansion pribadinya. Mata Jesse terbuka lebar saat memasuki mansion yang tergolong mewah itu. Tetap Jesse dalam rangkulan Thomas.
“Jess, nginep disini dulu aja, ya. Nanti aku bilang ke Jeviere kalau kamu disini.” Thomas masih menjaga Jesse yang sempoyongan namun akhirnya membopong tubuh wanita itu ala bridal style hingga ke sebuah kamar besar bernuansa putih.
“Jess, aku telfon Jeviere ya?” kata Thomas seraya menidurkan Jesse di ranjang besarnya. yang diajak bicara mengedik kecil, membuka dan menutup matanya lalu mengerjap beberapa kali sambil mengibaskan tangan,
“Bahkan aku mati sekarang pun mungkin dia nggak akan peduli. Stop it don’t ever tell anything to him!” Ujarnya dengan nada meninggi.
“Jess jangan bilang kalau Jeviere belum tahu masalah kesehatan kamu?” tanya Thomas lagi sambil mendekatkan wajahnya kepada Jesse sambil menyibakkan rambut Jesse ke belakang telinga wanita itu. Mata Jesse terbuka menatap Thomas sayu. Pada iris gelap Jesse itu Thomas bisa menangkap sorot sinar kekhawatiran dan kesedihan mendalam.
Diam berkuasa lagi.
Bukan karena tidak ada obrolan. Tapi Thomas paham betul keadaan kesehatan Jesse yang mengawatirkan. Hal sebesar ini sudah seharusnya Jeviere tahu. Atau bahkan akan ada perpisahan diantara keduanya? Pertemuan Thomas dan Jesse mereka malam ini bukan pertama kali, tak banyak cerita namun membawa banyak perasaan Thomas yang membuatnya semakin jatuh ke dalam perasaan akan Jesse. Thomas menyelam dalam diam, namun ia semakin tenggelam dalam diamnya. Jesse membuka mata menatap Thomas dengan mata berkaca-kaca.
“Thomas, aku masih mau hidup buat jangka waktu yang lama, bisa? Sama Jeviere aku nggak bisa kasih kebahagiaan buat dia.” Perkataan Jesse membuat Thomas menyelam dalam pikirannya dan perasaannya. Hatinya tersayat belati tajam mendengar perkataan Jesse. Memang benar Jeviere tidak pernah tahu apa yang terjadi pada Jesse, karena Jesse tidak pernah memberitahukan apa yang terjadi. Dititipkannya pada harap dan asa dalam doa yang ia panjatkan seorang diri, setiap pejam dan lipatan tangannya membawanya dalam tangis dan bersimpuh di hadapan sang empunya hidup agar memberinya hidup yang lebih panjang lagi.
Thomas bak menyelami rembulan yang terhalang langit mendung di malam hari, Thomas yang selalu melihat Jesse berlutut menyampaikan keinginannya untuk hidup lebih lama walaupun setelahnya ia harus melihat Jesse berpura-pura bahagia di depan Jeviere. Kepada Thomas, Jesse memperlihatkan sisi rapuhnya, kepada Jeviere, Jesse memperlihatkan sisi kuatnya. Jesse menggigit bibir bawahnya, untuk beberapa saat tidak ada perkataan dan pergerakan dari keduanya. Kemudian isakan tangis terdengar menggema di ruangan itu.
“Jess...” Thomas membantu Jesse untuk duduk di tepi ranjang, wanita itu tersedu.
“Jangan gitu, you will have and live your longlife.” Jemari Thomas menyeka lembut air mata di pipi Jesse.
“Jangan kasih aku harapan, aku pun nggak berharap banyak sama hidup aku,” katanya dengan parau. Sedetik kemudian tangan Thomas sudah ada di kedua sisi pipi Jesse dan berkata,
“How if I can make you have another hope for your life? I won’t leave you like Jeviere did.”
Thomas mengelus pelan pipi Jesse, ia menyibakkan rambut Jesse agar tidak menghalangi paras ayu wanita itu. Sejenak Thomas memeluk Jesse dengan hangat membiarkan sang puan meledakkan semua tangis dan perasaannya di pelukannya.
Jesse luruh di pelukan Thomas tanpa berkutik. Ia membiarkan Thomas memeluknya, badan mereka menempel tidak ada jarak satu inchi pun. Saat merenggangkan pelukan Thomas pun mulai mencumbu pipi Jesse dan menjalar hingga ke bibir wanita itu lembut, untuk salam pembuka, Thomas menggunakan lidahnya untuk menyapu bibir Jesse.
Wanita itu membalasnya, saat rongga dibiarkan terbuka, lidah Thomas melesat masuk mengeksplor setiap inci bagian dalam rongga mulut Jesse dan menautkan lidahnya disana membiarkan keduanya bertukar saliva dan saling membalasnya. Keduanya saling memainkan lidah dengan lihai tak hanya saliva yang ditukar mungkin juga isi perasaan.
Thomas mulai hanyut begitu juga dengan Jesse yang masih terpengaruh alkohol. Thomas menuntun dan mulai menidurkan Jesse lagi di ranjang. Perlahan tangan Thomas mulai melucuti semua yang menempel di tubuh sang puan. Thomas mengukung tubuh Jesse dibawah kendalinya, segala yang menempel di tubuhnya juga ia lucuti dengan bantuan tangan Jesse yang bergerak secara sensual. Thomas belum melepaskan pagutan, Jesse menjelma bak juwita malam dengan segala keindahannya.
Sisi liar Jesse menyala saat cumbu dipagut lebih dalam oleh sang tuan yang memeluknya dan melingkarkan tangannya di perut Jesse dan bergerak kemanapun, jemari Thomas bergerak menuju pusat tubuh sang puan dan bermain disana. Bagian yang menjadi titik tumpu dan menyalanya sisi lain dari Jesse berhasil dikuasai Thomas saat ini. Membuat Jesse sedikit menggeliat, dan melenguh walau diatas hati yang rapuh. Kepala Jessse sedikit mendongak saat pergerakan jemari Thomas dibawah sana semakin liar. Tidak ada perlawanan dan penolakan. Tubuh keduanya saling bersentuhan dan bergesekan menambah gelenyar nikmat yang memabukkan bagi keduanya.
Thomas tidak ingin lebih ia melihat batasan namun semua terasa lumpuh. Kepala sang puan yang mendongak diambil Thomas untuk mengecup dan mencumbu mesra bagian leher sang puan. Bibir dan lidahnya lihai menjalari bagian leher Jesse memanjakan dengan sentuhan sutra membuat sang puan seakan terbang ke awan-awan.
Tangan Thomas yang satu lagi bergerilya memainkan payudara sang puan, gundukan kenyal dibiarkan Jesse untuk dikuasai tangan gagah Thomas yang memanjakan dengan pijatan dan rematan lembut yang bisa membuatnya semakin sukarela dikuasai pria yang tengah bersamanya. Kali ini kedua tangan Thomas menjalankan tugasnya masing-masing dan lidah serta bibirnya memanjakan sang puan dengan sentuhan sensual yang ia buat.
Dikecup dan sedikit dihisapnya bagian leher dan berpindah ke puncak payudara membuat sang empu merasakan gelenyar dalam dirinya sedari tadi. Jesse terpejam namun mengalir butir kristal dari mata wanita cantik itu. Sela rambut Thomas setelahnya menjadi media bagi Jesse menyalurkan nikmat yang perlahan mulai ia rasakan, tak butuh waktu lama. Balasan lembut pagutan berangsur brutal untuk sang puan diberikan Thomas di detik selanjutnya, pagutan dan lumatan serta sapaan lembut di birai Jesse dengan lidahnya yang lihai membuat Jesse membuka mulutnya memberikan akses kepada Thomas untuk melakukan lebih.
Langit malam dimakan temaram, seluruh hati dan perasaan Jesse juga bak dirajam, entah apa yang menjalarinya sekarang ia menyalurkan dan memberikan seluruhnya kepada Thomas dalam kuasanya.
“Jess, can I make you mine?” jemari Thomas mengusap pelan air mata yang luluh dari netra sang puan itu. Sentuhan lembut itu ternyata membawa Jesse mengangguk dalam persetujuan sesaat. Thomas tidak mengutuk sebab ia merasa tidak pernah salah memeluk Jesse. Thomas tidak merutuk sebab ia paham akan ada saatnya sang puan bersedia untuk didekap dalam peluk.
Jesse―memang pada awalnya bukan kepunyaan Thomas. Tapi apa saat ini bisa diartikan sebuah penerimaan atau terbukanya jalan untuk Thomas memiliki Jesse sebab Jesse memilih mengangguk tanpa ragu untuk sebuah penyerahan seluruh dari dirinya malam itu.
Thomas yakin bahwa hati diciptakan berpasangan bukan bercabang, satu untuk masing-masing. Maka ia titip harap penerimaan dalam cumbu panas malam itu, Jesse memeluk tubuh kekar Thomas memintanya tetap disana dan meraja.
Detik selanjutnya suara decapan beradu dengan lenguhan merdu dari sang puan saat ia kembali memainkan pusat tubuh Jesse.
“Just be mine, Jess,” Bisik Thomas di telinga Jesse. Jesse lebih menarik tubuh Thomas, tangannya berpindah memeluk leher dan pria kekar itu menyatukan tubuh keduanya, senggama kulit keduanya membawa sebuah hentakan pada diri Jesse saat merasakan miliknya bersentuhan dengan milik Thomas dibawah sana.
Ada yang mencoba menyapa dibawah sana, mereka sudah hanyut dengan terlalu. Untuk saat selanjutnya Thomas menyapa daerah kekuasaan Jesse dengan miliknya yang digesekkan pelan dibawah sana. Jesse mendongak dan menggeliat.
“Come in.. you can do it right now, i just broken, let’s make me broken into a pieces more,” kalimat pilu dirapalkan Jesse membuat sang tuan menghentikan kegiatannya sesaat. Tangan Thomas digunakannya sebagai tumpuan, keduanya saling berpandangan sesaat, mata yang berkaca-kaca itu masih jelas di hadapan Thomas.
“Jangan bilang gitu,” kata Thomas sambil mengusap pipi Jesse lembut.
“Nggak, aku udah rusak. Sekalian, biar Jeviere nggak ada alasan untuk tetep stay sama aku.” Suaranya sedikit bergetar, hati Thomas pedih, nama Jeviere terucap lagi. Tidak, Thomas tidak akan pernah bisa melihat Jesse menangis seorang diri.
Hal itu membuat Thomas mendaratkan cumbu di bibir ranum Jesse lagi, membungkamnya agar ia tidak mendengar lagi hal-hal yang tidak ingin ia dengar. Birai di sapa lebih lagi dengan lidah lihainya. Gigitan kecil disematkan kepada sang puan yang membuatnya melenguh lagi.
Mungkin selama ini Thomas tidak pernah mengerti arti lagu yang Jesse senandungkan, tapi ia tahu dan mengerti lara yang Jesse rasakan. Jemari keduanya dibiarkan bertaut, dikunci Thomas dalam genggaman, senggama dibawah sana menghantarkan Jesse terhentak beberapa kali saat Thomas memberikan hentakan beberapa kali agar miliknya bisa memenuhi pusat tubuh Jesse dan menetap disana.
“Akh! Thomas!” lenguh Jesse saat dirasakan miliknya dipenuhi milik Thomas dalam penyatuan senggama nikmat dimalam yang dingin. Napas Jesse mulai tersengal, lalu Thomas memberi jeda bagi sang puan bernapas lalu detik selanjutnya helaan napas halus membelai atmosfer malam itu. Perasaan bercampur tanpa titik tumpu tak ada yang memaksa henti, lenguhan, decapan, decitan bak musik yang mengalun malam itu.
Tak ada yang perlu dijelaskan, sudah jelas Jesse menginginkan perpisahan dengan Jeviere dan Thomas selalu memberikan sambutan kepada sang puan. Pada senggama selanjutnya dengan gairah penuh cinta dan nafsu yang membakar keduanya, Jesse memeluk erat tubuh yang bergerak diatasnya. Sebab Thomas sudah memimpin permainan dan menggerakkan tubuh dan pinggulnya dengan lembut. Pelan dan memanjakan memberikan kenikmatan kepada Jesse.
“Jangan lekang, jangan pernah, ya Jess?” bisik Thomas di telinga Jesse lalu ia biarkan bibirnya mencumbu bagian telinga Jesse, dirasakannya Jesse mengangguk sepakat. Selanjutnya cumbuan kembali mendarat di birai Jesse sebab sang puan sudah melenguh dan kadang merintih, diredamnya sakit dan perih oleh cumbuan Thomas.
Hasrat belum sirna. Thomas memeluk erat tubuh dibawahnya itu dan berbisik pada Jesse, “You have a good name, if you don’t mind can i moan it?”
“Sure, you can do it, just moan it you can fucking do it whenever you want,”
“Jesse―mhh,” Thomas bergerak pelan disana, desahan keduanya bersahutan,
Malam itu juga Jesse sadar ada hal-hal yang tidak bisa dipertahankan antara ia dan Jeviere, bukankah hubungan tidak selalu berjalan mulus? Bukankah lebih baik Jeviere berbahagia dengan wanita lain daripada menanggung beban dengannya?
Tidak peduli bagian tubuh mana yang belum terjamah oleh Thomas, semua sudah dijajaki Jeviere terlebih dahulu. Pelukan Thomas hangat, tatap matanya teduh namun masih saja nama Jeviere yang berputar di kepala Jesse.
“Thomas..”
“Jess..”
“Mhhh..”
Pergerakan keduanya seiring menggiring kenikmatan yang menghantarkan pada buaian nikmat malam itu. Peluh bercucuran di tubuh keduanya. Untuk beberapa saat setelah Thomas menggerakkan pinggulnya Jesse sudah terbiasa dengan rasa ini, gelenyar nikmat menjalari tubuh Jesse.
Napas terengah tak menghalangi keduanya saling mendesah, dibawah sana ada yang semakin erat dikekang,
“Faster―ahh,” rengek Jesse. Thomas yang mendengarnya langsung memberikan gerakan lebih cepat dari tempo sebelumnya, tangan Jesse bergerak meremat sprei kadang juga meremat bahu dan punggung Thomas. Thomas tak ingin terburu, karena ia ingin menyatu. Pada setiap gerakan yang ia berikan ia menatap wajah ayu Jesse yang ada dibawah kendalinya, ia menyerahkan diri untuk jatuh hati pada kali kesekian tanpa pemaksaan. Jesse melebarkan kedua kakinya dan mencengkeram bahu Thomas semakin erat.
Sang tuan membungkam mulut Jesse dengan kecup dan cumbu lagi, tak ada penolakan, bahkan Jesse membalas brutal cumbuan itu. Semakin bibir dicecap, semakin cepat gerakan yang Thomas berikan, dalam beberapa hentakan selanjutnya mengantarkan keduanya hampir sampai di puncak buaian renjana kenikmatan.
“Thomas, it is closer,”
“Together, Jess.”
Ada yang menunggu untuk dilepaskan bersama, semakin dekat―tiga kali hentakan terakhir membuat tubuh Jesse bergetar dan merasakan sesuatu memenuhi rahimnya.
“Ahh,” keduanya sampai di puncak buaian malam itu melebur bersama dalam sapaan dingin malam. Tubuh Jesse didekap Thomas, erat, semakin erat.
“Suatu saat kamu bakalan tahu kenapa aku nggak pernah pergi, bahkan sampai saat ini.”
“Thomas,”
“Ya?”
“Hold me until morning comes, please,”
“My pleasure, if Jeviere will leave you one day, I’ll always be there, just come I’ll hug you all night long.”
Benar, keduanya merapatkan rengkuh malam itu, dekap Thomas diberikan cuma-cuma dan dengan sukarela mengerahkan seluruh perasaannya agar bisa dirasakan Jesse. Kepada Jesse ia genapkan sendu yang membelenggu serta meluruhkan cemburu atas nama Jeviere yang masih diucap.
Pada Jesse ―Thomas tidak pernah tidak sungguh merawat. Thomas menaruh harap agar perasaan yang datang tidak lekas lekang. Sebab ia sudah memendam dan mengalah, ia tidak bisa membiarkan sang puan hidup dalam tekanan dan penyiksaan perasaan.
Sekali lagi―kecup dan pagutan lebih lama dilayangkan Thomas kepada wanita dalam pelukannya. Tangan Jesse juga melingkar pada tubuh Thomas, kaki Thomas mengunci kaki jenjang Jesse dan menjaga wanitanya hingga pagi menjelang.