Kabarku? Hancur.

Mevin bersandar di headboard tempat tidurnya. Memainkan ponselnya guna melepaskan sedikit penatnya ulah selama beberapa jam tadi ia menghabiskan waktu di Rumah Sakit untuk terapi, sudah hampir satu bulan komunikasi tidak berjalan dengan lancar antara Mevin dan Grace, keduanya sama-sama membatasi diri. Semenjak kecelakaan yang menimpanya, membuat Mevin kehilangan kemampuan berjalannya, beberapa anggota tubuhnya juga kadang mati rasa dan tidak bisa digerakkan.

Banyak kesulitan yang Mevin hadapi sebenarnya, dunianya sudah runtuh semenjak kecelakaan itu, ditambah hubungannya yang harus ada di titik berpisah sementara dengan Grace. Kalau ada kata lebih dari runtuh, mungkin itu yang Mevin rasakan. Waktu menunjukkan pukul lima sore. Kala itu rumah sepi karena Lea dan Jeremy, kedua orang tua Mevin yang belum juga pulang dari kantor.

Padahal biasanya sebelum pukul lima, kedua orang tua Mevin itu sudah kembali. Tapi Mevin kembali membuka ponselnya, ia sendiri pun tidak tahu harus melakukan apa di tengah kesendiriannya itu. Kadang Mevin juga masih mempertanyakan takdir, apakah ia benar bisa sembuh dan kembali seperti semula atau tidak.

Apakah ia bisa kembali menjalin hubungan dengan Grace atau tidak. Lamunan itu membawa pikiran Mevin melayang jauh, hingga akhirnya suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya.

“Masuk!” seru Mevin dari sana. Maka saat pintu dibuka, Mevin melihat Papa dan Mamanya serta seorang gadis kecil yang langsung berlari menghampiri Mevin dengan membawa sebuah paper bag.

“Koko Mevin!” seru Kenzie, gadis kecil yang baru akan naik kelas dua sekolah dasar itu.

“Enzi!” Mevin girang dan membuka lengannya lebar, Kenzie langsung naik ke tempat tidur Mevin lalu memeluk Mevin.

“Ada yang kangen kokonya banget ini,” kata Lea yang juga masuk ke kamar Mevin diikuti Jeremy yang berjalan di sebelahnya.

“Ikut Jevin sama Kenzo juga yang dicari Koko Mevin terus, ya?” kata Jeremy sambil tertawa kecil sambil melihat ke arah Kenzie yang masih bergelayut gemas di pelukan Mevin.

“Loh, Kenzo sama Jevin kemana?” tanya Mevin sambil membiarkan Kenzie memeluknya.

“Ada di lapangan basket kompleks. Minta turun di sana basket belum puas mabarnya, ck.” Jeremy berdecak.

“Kak Kenzo sama Koko Jevin main game terus, Zi nggak ngerti, biasanya kalau ada Koko Mevin kan Zi main sama Koko Mevin, beli ice cream sama main ke Timezone.” Kenzie memanyunkan sedikit bibirnya, Mevin tersenyum sambil mengelus rambut Kenzie.

“Ko Mevin lagi nggak bisa main, maaf ya, cantik. Koko belum bisa jalan,” kata Mevin lembut. Kenzie menatap Mevin sambil menggelengkan kepalanya dan masih memanyunkan bibirnya tapi masih memeluk Mevin.

“Kok gitu?” tanya Lea sambil duduk di tepi ranjang Mevin.

“Zi maafin Ko Mevin kalau Koko Mevin makan ice cream ini sama Zi!” seru Kenzie girang sambil menunjukkan paper bag yang ia bawa tadi lalu mengambilnya. Lea dan Jeremy terkekeh melihat tingkah anak temannya ini. Kenzie memang anak bungsu Hazel dan Shasha, rekan mereka, tapi juga Kenzie sangat dekat dengan Mevin, bahkan sudah seperti adik Mevin sendiri. Hal itu membuat kadang Kenzie sering berkunjung atau kadang juga Mevin yang mengajak Kenzie untuk hangout.

Tapi, sudah beberapa minggu semenjak Mevin kehilangan kemampuan menggerakkan beberapa bagian tubuhnya pasca kecelakaan itu Kenzie tidak pernah bertemu Mevin, di sisi lain juga Mevin tidak bisa mengajak Kenzie bermain atau sekedar menggendongnya seperti biasa. Tapi raut wajah Mevin berubah semenjak kedatangan Kenzie tadi.

Satu cercah senyum teruntai di wajah Mevin. Lea dan Jeremy menyadari dan memahami perubahan sikap dan mood Mevin selama ia tidak bisa melakukan apapun. Bersyukur hari ini Kenzie ikut datang setelah Lea dan Jeremy menjemputnya saat Kenzie tengah bersama Jevin dan Kenzo, Mevin bisa tersenyum lagi.

“Ya udah, Aunty sama Uncle tinggal dulu siapin makan, ya? Zi disini sama Koko Mevin ya?” ucap Lea sambil membelai rambut panjang Kenzie. Gadis cilik itu mengangguk gemas, sementara Mevin masih bergelut membuka cup ice cream itu dan bersiap mengambil sendokan pertama dan menyuapinya untuk Kenzie.

“Anak pinter!” ucap Jeremy juga sambil menunjukkan telapak tangannya untuk mengajak Kenzie melakukan tos dan dibalas oleh Kenzie sambil tersenyum.

“Good girl!” kata Jeremy lagi sambil mengacak pelan rambut Kenzie. Maka Jeremy dan Lea meninggalkan Kenzie dan Mevin disana. Mevin dengan sabar dan telaten menyuapi sendok demi sendok ice cream untuk Kenzie.

“Maaf ya, koko nggak bisa nemenin Kenzie main, nggak bisa ke timezone,” kata Mevin sambil membersihkan sisa ice cream di bibir Kenzie.

“Iya, kata Aunty Ko Mevin lagi sakit, Zi sedih kalau Ko Mevin sakit tapi Zi lebih sedih kalau nggak ketemu Ko Mevin, udah lama nggak ketemu.” Kenzie berkata dengan nada lesu. Hal itu mengundang rasa gemas di hati Mevin. Maka Mevin menaruh cup ice cream tadi di sebelahnya lalu meminta Kenzie duduk di pangkuannya.

“Sini sama Koko,” kata Mevin. Kenzie pun menurut. Mevin memangku Kenzie dan gadis kecil itu menyandarkan kepalanya di dada Mevin lalu Kenzie dengan raut muka sedikit cemberut memainkan ujung rambutnya dan sedikit menunduk.

“Kenapa? Kok cemberut?” tanya Mevin.

Kenzie pun mendongakkan sedikit kepalanya menatap Mevin, “Ko Mevin kapan bisa main sama Zi lagi, ya? Kenapa koko Mevin sakitnya lama? Siapa yang bikin koko sakit? Zi kesel,” kata Kenzie ngomel tapi masih dengan raut muka gemas.

“Belum tahu, doain aja biar Koko bisa jalan lagi, ya?” ujar Mevin lalu mengecup puncak kepala Kenzie.

“Koko Mevin dokter, kenapa Koko sakit? Nanti yang sembuhin orang yang sakit siapa? Zi kesal sama yang bikin Ko Mevin sakit gini,” ujar Kenzie seraya menyandarkan tubuhnya lagi di dada Mevin, “Kak Kenzo main sama Ko Jevin selalu main game, berisik kalau main, Zi disogok ice cream sama cotton candy terus, tapi tetep aja, Zi kangennya sama Ko Mevin,” lanjutnya.

Mevin mencubit pelan pipi Kenzie, “haha, kan sama aja Ko Jevin kan kokonya Kenzie juga, tadi kesini nggak bawa homework? Biasanya kan kamu minta Ko Mevin ajarin kamu,” katanya.

Kenzie menggeleng, “nggak mau sama kakak nggak mau sama Ko Jevin, udah Zi kerjain sebelum kesini, Zi kesini kan mau main sama Ko Mevin,” balasnya.

“Kalau Ko Mevin nggak mau?” goda Mevin.

“Koko nggak mau main sama Zi? Kenapa? Ih, kok gitu?” tanya Kenzie lagi dengan mata yang berkaca-kaca. Mevin menggeleng, Kenzie melengkungkan bibirnya membuatnya cemberut. Mevin menjadi tidak tega.

“Kenapa kok nggak mau?” Mata Kenzie membulat dan bibirnya mengerucut. Mevin tidak menjawab, ia memasang muka acuh kepada Kenzie yang membuat gadis kecil itu mencubit lengan Mevin sejenak.

“Aduh! Sakit! Haha―” rintih Mevin, lalu ia meraih kepala Kenzie dan membelai rambut Kenzie lembut, “bercanda, Ko Mevin bercanda, kan Koko juga kangen kamu.” perkataan Mevin itu membuat Kenzie sedikit kesal hingga memalingkan wajahnya tidak mau menatap Mevin, hidungnya memerah dan Kenzie mengerjapkan matanya.

“Aduh, aduh, kesayangan Ko Mevin kenapa nangis? Bercanda, Zi, Koko bercanda,” kata Mevin sedikit terkikik melihat tingkah gemas Kenzie yang hampir menangis. Kenzie menatap Mevin dengan wajah yang masih cemberut tapi Mevin memeluknya.

“Bercanda Zi, jangan nangis, hehe.”

“Koko nyebelin!!” seru Kenzie kesal saat itu sambil berusaha melepaskan pelukan Mevin tapi Mevin menahannya.

“Haha, kamu nih, mau koko suapin lagi ice creamnya?” tanya Mevin.

Kenzie yang tadinya cemberut kini perlahan tersenyum, Mevin pun meraih cup ice cream itu lagi dan menyuapi Kenzie. Sementara itu, Kenzie juga membuka iPadnya dan membuka youtube kids lalu memperlihatkan kepada Mevin sebuah video.

“Ko, lihat ini, lucu,” ujarnya sembari menunjukkan video cocomelon kepada Mevin yang saat itu juga melahap satu suapan ice cream sambil memperhatikan Kenzie yang menjelaskan satu per satu tentang apa yang ia lihat di video itu.

“Tapi masih lucuan aku sama Ko Mevin,” kata Kenzie lagi sambil terkekeh yang membuat Mevin tertawa. Kehadiran Kenzie memang bak pengobat kesepian bagi Mevin. Adik kecilnya itu bisa membuat Mevin tertawa lagi. Usai menghabiskan satu cup ice cream bersama, Mevin menaruh cup ice cream itu di nakas sebelah tempat tidurnya. Kenzie masih fokus ke iPadnya dan bersandar di tubuh Mevin.

Tangan Mevin juga melingar memeluk tubuh gadis kecil itu. Selama video ke sekian diputar, Mevin tidak mendengar ocehan Kenzie lagi. Mevin menundukkan kepalanya, melihat ternyata Kenzie sudah terpejam di pelukannya.

“Yaampun, ketiduran.” Mevin pun menyingkirkan iPad di genggaman Kenzie, bersamaan dengan Kenzie yang menggeliat di pelukan Mevin seakan sangat rindu kepada Mevin, sudut bibir Mevin terangkat melihat tingkah gadis kecil itu.

Namun, pandangan Mevin tertuju kepada salah satu notifikasi yang muncul di layar gadget Kenzie itu.

“Selamat main sama Ko Mevin, ya, cantik. Nanti kita ketemu ya bertiga kalau Cici udah sembuh.”

Notifikasi itu adalah notifikasi chat dari Grace. Seseorang yang juga mengenal Kenzie, seseorang yang merajai seluruh hati dan perasaan Mevin, seseorang yang Mevin sebut di setiap doa di setiap malamnya. Seseorang yang secara tidak sengaja Mevin lukai. Maka Mevin alihkan pandangannya dari iPad Kenzie lalu memeluk gadis kecil di pangkuannya itu.

Mevin menempelkan pipinya di puncak kepala Kenzie, pikirannya kembali menerwang mengingat kebersamaannya dengan Grace dan sebesar apa ia merindukan wanita itu.