LIFT
Cw // mention of blood
Hari ini, pukul sepuluh lebih tiga puluh menit pagi menjelang siang hari, Raymond tengah berlari di antara laju kendaraan yang berlalu lalang. Debu jalanan membuat Raymond kadang terbatuk-batuk, ia menyeberangi jalan dan melipir di antara beberapa kendaraan.
Kakinya ia gunakan berlari secepat mungkin untuk menuju kampusnya, laju kendaraan seakan berpacu dengan kecepatan kaki Raymond berlari.
“Mampus, telat kelas gue,” kata Raymond sedikit menggerutu saat melirik arlojinya. Motornya yang mogok di tengah jalan ia tinggal di bengkel, ia memesan taksi online dan harus terjebak macet.
Akhirnya, Raymond memilih turun dan berlari ke kampusnya. Peluh sudah membasahi wajah Raymond dan ia seka dengan punggung tangannya sendiri. Ia menggendong tas punggung yang sedikit lebih berat dari biasanya karena ia membawa laptop kali ini.
Rencana kelas hari ini memang diadakan jam setengah sebelas tapi kali ini waktu Raymond berlari saja sudah memakan lima belas menit. Raymond tidak sanggup jika di antara lelahnya ia masih harus mendengar ocehan dosen yang memarahinya lantaran terlambat datang.
Akhirnya Raymond tiba di depan gerbang kampus, ia membungkukkan tubuhnya dan memegang kedua lututnya, merenggangkan otot-otot tubuhnya sejenak, ia mengambil botol air mineral di tasnya dan meneguknya sebentar lalu ia berjalan lagi ke dalam area kampus. Ia langsung menuju ke gedung dimana ia akan bertemu sang dosen.
Raymond melihat antrean lift di lantai satu terlalu banyak, ia pun menaiki tangga dengan sedikit berlari menuju lantai dua. Raymond harus menuju kelas di lantai tujuh. Tiba di lantai dua masih setengah antrean lantai satu sepertinya. Raymond menaiki tangga lagi sampai lantai tiga dimana di sana sangat sepi, akhirnya Raymond juga sudah lelah ia mencoba menunggu lift di lantai tiga ini, siapa tahu gerombolan tadi turun di lantai dua atau lantai tiga ini.
Raymond memencet tombol lift lalu menunggu dengan cemas. Saat lift tiba, pintu lift terbuka dan Raymond hendak melangkahkan kakinya masuk ke sana, “misiii!” pekik seorang gadis yang menerobos Raymond begitu saja, gadis berambut panjang, menggunakan masker dan menenteng laptop serta membawa handbag.
“Eh!” kata Raymond. Sementara gadis itu sudah masuk ke lift dan pintu lift hendak tertutup, tapi Raymond menahannya dan masuk ke lift. Sialnya, saat Raymond masuk, pintu lift tidak bisa tertutup hingga mengundang beberapa orang bergunjing menyuruh salah satu antara Raymond atau gadis itu turun.
Raymond mendengus kesal lalu ia keluar, tapi sebelum ia keluar dari sana, ia menarik hoodie gadis tadi lalu membuat gadis tadi keluar dari lift, “eh, apaan?!” protes sang gadis.
“Silahkan naik aja,” kata Raymond sambil tersenyum saat pintu lift tertutup.
Gadis tadi menggerutu kesal, “lo apa-apaan sih?!” katanya dengan nada tinggi.
“Lo yang apaan! Kan gue duluan kenapa lo nyerobot?!” tanya Raymond tak kalah kesal. Gadis di depan Raymond itu memutar bola matanya kesal lalu membuka masker penutup mulut yang ia kenakan.
Betapa terkejutnya Raymond saat melihat salah satu lubang hidung gadis itu ditutup tisu yang disumpal dan terdapat darah di sana, wajahnya juga sudah pucat, “toilet lantai ini penuh, gue mau ke toilet lantai atas, gue mimisan! Puas lo?!”
Raymond langsung merasa tidak enak hati, sementara gadis itu langsung beranjak dari sana tapi Raymond mengejarnya, menahan dan menghalangi langkahnya, “s… sorry,” kata Raymond menyesal.
“Bodoamat!” omel gadis itu membuka tisu yang ia taruh untuk menutup salah satu lubang hidungnya lalu membuangnya di tempat sampah sebelah Raymond lalu menabrak tubuh Raymond dan berjalan begitu saja. Raymond sempat terdiam, entah dengan cara apa ia harus meminta maaf, sampai akhirnya sebuah suara mengagetkan Raymond, Bruukkk!
Raymond menoleh, didapatinya gadis tadi terkulai pingsan, “eh!!!!” Raymond panik bukan main, ia menghampiri gadis tadi lalu menyandarkan tubuhnya di pangkuannya, Raymond menoleh ke kanan dan kiri tapi sekelilingnya sepi, akhirnya tanpa pikir panjang, Raymond memasukkan semua bawaan gadis tadi ke dalam tasnya lalu ia gendong tasnya di depan dada dan Raymond menggendong gadis tadi di punggungnya, ia menuruni anak tangga darurat dan membawa gadis tadi ke klinik yang kebetulan ada di gedung itu di lantai satu.