Mama & Yoel

Letta yang baru saja keluar dari kamar sudah melihat Yoel duduk di sofa ruang keluarga sambil memainkan ponselnya. Tapi, saat Lea datang, Yoel langsung menyimpan ponselnya dan Letta duduk di sebelah Yoel.

“Mama mau ngomong apa sama Yoel? Mau marahin Yoel ya?” tanya Yoel.

“Emangnya Yoel bikin salah?” tanya Letta.

Yoel mengedikkan bahunya, “siapa tahu Yoel bikin salah tapi Yoel nggak sadar kalau itu salah.”

Letta tersenyum dan mengusap pundak anak tengahnya itu lalu berkata, “Mama cuma pengen denger kayak gimana sih cewek yang udah bikin Yoel jadi anak kalem ini?”

Perkataan Letta jelas membuat Yoel terbelalak dan terkejut untuk sesaat.

“Yoel nggak ganggu belajarnya dia dan sebaliknya kan?” tanya Letta lagi.

Yoel pun menjawab, “she is beautiful, kind and never give me any judgement, she has a bright smile and soft voice, like Mama.

Letta mengacak rambut Yoel sejenak, “bisa aja gombalnya anak mama ini!” katanya.

“Yoel, jangan pacaran dulu ya nak. Dia kelas dua belas, Yoel juga masih kelas sebelas, berteman deket aja dulu, mama nggak larang. Saling menyemangati buat belajar setiap hari, jangan diajarin aneh-aneh, Yoel juga jangan jadi lupa belajar atau jauh sama Tuhan. Ya?”

“Ma, we share about our daily life, we share laugh and even what’s pastor said at church haha,” kata Yoel sambil terkekeh.

Really?” tanya Letta tak percaya. Yoel mengangguk antusias.

She is a good person, bahkan setelah dia tahu kita sebenernya satu angkatan dia nggak malu dan nggak ngejauh. Yoel juga seneng deket sama dia as a close friend, she shared about her passion juga karena dia mau kuliah, walaupun Yoel belum kuliah kita bisa saling kasih advice satu sama lain,” kata Yoel dan ia tersenyum setelahnya.

Letta sedikit melongok menatap dan mendengarkan penuturan Yoel. ia tidak percaya bahwa anaknya bisa sesoft ini. Yoel yang penuh gebrakan dan banyak tingkah kini bisa sedewasa ini saat memiliki teman dekat.

“Yoel kalau punya pacar masih sayang mama nggak?” tanya Letta sambil sedikit cemberut.

“Masih lah, Mama jangan kayak gitu.” Yoel pun bergelayut manja memeluk Letta.

“Kalau Yoel udah nikah Yoel masih sayang Mama nggak?”

“Masih lah, Ma. Selamanya Yoel sayang Mama, Papa, Koko, Icel.”

Letta memeluk Yoel dan mencium puncak kepala Yoel beberapa kali, “anak Mama udah besar. Pokoknya tugas Yoel sekarang belajar dulu kan mau jadi calon Menpora, mau menang lomba-lomba lagi, kan?”

Yoel mengangguk.

“Perjalanan Yoel masih panjang, nggak papa buat jadi temen deket buat saling semangati belajarnya, asal jangan lupa belajar, jangan jadi jauh sama Tuhan, jangan jadi main mulu dan harus sama-sama jadi dampak baik. Ya? Promise?” kata Letta.

Yoel mendongak dan mengangguk lalu memeluk Mamanya lagi.

“Anak pinter,” kata Letta lalu menepuk pelan punggung Yoel.

“Yoel hari ini nggak berulah kan?” tanya Letta sambil merenggangkan pelukan. Yoel menggeleng.

“Yoel hari ini nggak bikin masalah di sekolah kan?” tanya Letta lagi.

“Yoel udah nggak pernah bikin onar di sekolah, Ma.” Anak lelaki itu tersenyum.

“Aduhhh ini anak Mama beneran kan ya, jadi kalem banget gini, Yoelllll….” Kata Letta sambil mencubit kedua pipi Yoel.

Yoel hanya pasrah lalu berkata, “tapi bolehin naik motor lagi ya?”

Letta melepaskan cubitannya lalu bangkit berdiri, “nggak, kamu harus dianter jemput dulu.”

“Mama….” Yoel merengek sambil mengikuti langkah Letta dan menggoyangkan lengan Mamanya itu. Letta hanya menggeleng.

“Mama… Please…

No, Yoel.”

“Mamaaaa…”

“Yoel.” Letta menghentikan langkah lalu berkacak pinggang.

“Iya… iyaa… tapi Mama atau Koko aja yang jemput jangan Papa.”

“Lah kenapa?”

“Buku pelajaran Yoel sama worksheet selalu diperiksa setiap jemput, dilihat nilainya satu-satu, males bangett…” kata Yoel sambil menghentakkan satu kakinya dan membuat kesan sedikit gemas.

Letta mengacak rambut Yoel lagi, “ya udah besok Mama atau Koko deh yang jemput.”

“Yess!!!!” Yoel girang.

“Tapi kasih lihat yang mana cewek itu, hehe,” kata Letta sambil mencolek hidung mancung Yoel.

“Mamaaaaa…..”