MAMA DAN MEVIN

Saat menelfon Grace, Mevin berusaha tahan tangisnya tapi tidak bisa lagi. Emosinya tidak bisa ia kendalikan lagi, ia berada di dasar jurang luka dan kesakitan paling palung saat ini. Mevin tengah berada di kamarnya, ia duduk di lantai dan bersandar di tempat tidurnya, ia meraih vas bunga yang ada di nakas yang ada di sebelahnya yang masih terjangkau tangannya lalu ia banting keras-keras di depannya. “Arghhhhh! Brengseekkk!!” jerit Mevin saat itu, lalu ia juga menarik sprei serta bed covernya hingga membuat kamarnya berantakan, barang-barang di dekatnya yang sekiranya masih terjangkau tangannya ia banting dan serakkan begitu saja, ia kesusahan dan tidak bisa menggerakkan bagian tubuhnya dari pinggang hingga kakinya. Mevin pukuli bagian pahanya dan lututnya, ia menangis disana sejadinya, tumpahkan semua perasaannya.

Perasaan dimana ia tidak bisa menerima dirinya sendiri sekarang. Mevin yang selama ini berusaha menjaga senyumnya dan Grace agar tetap utuh, kini, bak seakan perlahan dibunuh kenyataan dan kesakitan yang menggerogoti jiwanya. Suara bising dari kamar Mevin ternyata membuat Lea dan Jeremy bergegas ke sana.

Malam itu, untuk pertama kalinya, Lea dan Jeremy melihat kehancuran anak mereka. Lea dan Jeremy sebenarnya baru saja menelfon Jovian untuk memberitahukan keadaan Mevin sekarang karena sampai saat ini pun Mevin belum memberitahu keadaannya kepada Papa kandungnya itu. Jovian shock bukan main, panik dan khawatir tapi Lea dan Jeremy berusaha meyakinkan bahwa sebisa mungkin mereka akan mendampingi Mevin, bahkan Jeremy juga mengingatkan Jovian kalau sekiranya ia bisa berkunjung dari Australia, Jeremy berharap Jovian bisa datang dan menengok keadaan Mevin.

Baru saja Jeremy dan Lea hendak beritakan kabar itu kepada Mevin tapi yang mereka lihat adalah Mevin yang tengah hancur. Lea dan Jeremy kaget bukan main saat membuka pintu kamar Mevin. Bahkan kini Mevin tengah menyeret tubuhnya sekuat tenaga tapi beberapa tetes darah terlihat di lantai.

“Mevin!” Jeremy berteriak dan langsung meraih tubuh Mevin, tapi anaknya itu memberontak, beberapa pecahan kaca vas tadi mengenai kaki Mevin saat ia menyeret tubuhnya sehingga menimbulkan luka dan goresan di kulit Mevin.

“Vin, kamu ngapain?!” tanya Jeremy panik, sedangkan Lea masih berdiri disana, membeku karena tidak tega melihat keadaan Mevin saat ini. Jeremy berusaha meraih tubuh anaknya itu berniat mengangkat tubuh Mevin tapi Mevin memberontak. “Papa keluar aja sama Mama!”

“Kamu kenapa kaya gini?” tanya Jeremy sambil mencengkram kedua bahu Mevin tapi anaknya itu memalingkan wajahnya. Lea perlahan berjalan mendekati Mevin dari sisi sebelahnya, Lea tangkup pipi anaknya itu, ia bawa Mevin dengan matanya yang merah itu menatap wajah Lea.

“Anak Mama kenapa kaya gini?” tanya Lea lembut. Mevin hanya bisa menunduk, perlahan Lea raih tangan Mevin, Lea satukan jemari Mevin dan miliknya dalam satu genggaman.

“Jangan kaya gini, sayang, jangan―” Jeremy hanya bisa mengatur napasnya dan menahan air matanya yang menumpuk, ia pun beranjak mengambil obat dan kapas untuk membersihkan luka di tubuh Mevin.

“Kuat itu perlu, kan, Ma? Lemah itu bukan suatu kesalahan, kan? Kali ini Mevin kalah sama keadaan.” Mevin tertunduk lesu. Bibir Lea bergetar saat menjawab penuturan anaknya itu, “iya, nggak salah, tapi jangan sampai lukain diri sendiri, sayang.”

“Capek, Ma.” Mevin kini melepaskan genggaman tangan Mamanya itu. Lea tidak menjawab apa-apa ia langsung menarik tubuh Mevin, mencium pipi Mevin dan memeluknya erat. Pada sebuah masa, tidak pernah sekalipun Lea tega melihat anak-anaknya menangis. Saat Lauren harus menangis karena Willy, saat Jevin menangis karena merasa bersalah terhadap Letta dan Mevin, dan saat Mevin ada di titik terendahnya seperti ini.

“Ada Mama, ada Papa,” kata Lea sambil merenggangkan pelukan perlahan, Jeremy yang datang membawa kapas dan obat pun langsung mengobati goresan dan luka di kaki Mevin di beberapa titik. Mevin hanya diam dan tertunduk menahan tangisannya. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, kini Jeremy mengangkat tubuh Mevin dan ia gendong di punggungnya dan ia baringkan Mevin di tempat tidurnya, lalu Jeremy tidak bisa berkata apa-apa, ia hanya mengelus puncak kepala Mevin sebentar lalu melenggang keluar dari sana. Lea masih disana duduk di sebelah Mevin dan menggenggam tangan anaknya.

“Temenin Mevin sampai tidur, boleh, Ma?” tanya Mevin.

“Tidur aja, Mama temenin Mevin sampai tidur.” Lea mengangguk lalu mengecup punggung tangan anaknya itu.

“Mama,” kata Mevin sambil masih menggenggam tangan Mamanya.

“Iya sayang? Kenapa?” tanya Lea sambil membelai kepala Mevin.

“Boleh Mevin minta tolong?” Lea mengangguk.

“Temenin Mevin ke Singapore ketemu Grace. Boleh?” tanya Mevin yang membuat Lea terperangah kaget.

“Kenapa? Ada apa sama Grace? Iya pasti Mama temenin.”

“Mevin harus ketemu Grace, Ma pokoknya. Boleh ya, Ma?”

“Iya, boleh, Mama temenin dan anterin Mevin, sekarang Mevin tidur dulu, oke?” ujar Lea lagi, Mevin tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Akhirnya, Mevin memejam perlahan dan Lea masih disana sampai anaknya itu benar-benar terlelap. Lea juga menyelimuti tubuh Mevin baru ia beranjak keluar dari sana.


Betapa terkejutnya Lea saat ia melangkah masuk ke kamarnya, ia melihat Jeremy yang tengah duduk di kursi di meja kerjanya, tangannya ia gunakan untuk menopang kepalanya yang agak tertunduk, tapi punggungnya bergetar. Lea berjalan mendekat tanpa kata, perlahan ia melingkarkan lengan di tubuh Jeremy. Lengan Lea melingkar di leher Jeremy dan Lea mengecup puncak kepala Jeremy.

“Jeremy―sayang, jangan nangis,” kata Lea lirih. Jeremy tidak membalas perkataan itu, melainkan kini ia menyandarkan tubuhnya kepada Lea.

“Nggak kuat lihatnya, nggak bisa, Lea―terlalu sakit.” Lea memberikan beberapa usapan berulang di pundak Jeremy, ia kehilangan kata-katanya, seketika bisu, seluruh keluarganya merasa sakit sekarang. Sejenak Lea juga terpikir oleh keadaan Grace di Singapore, lalu ia memikirkan Mevin lagi. Sungguh keadaan sedang ada di titik kacau dan kalutnya sekarang. Bahkan Jeremy menangis keras lebih keras dan menyakitkan daripada tangisan Jeremy saat hendak mengajukan surat gugatan cerai dengan Lea dulu.