Miracle Pamit

Miracle yang tengah mengemasi baju-bajunya di kamar menoleh saat ia mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka. Ia menoleh, mendapati adik perempuannya di sana, Shallom berjalan masuk sambil membawa sesuatu yang ia sembunyikan di punggungnya. Miracle pun menghentikan kegiatannya, ia yang tengah duduk di tepi ranjangnya mendongak menatap Shallom sambil berkata, “apa, dek?” tanyanya lembut.

Shallom seakan bingung harus berkata apa, tapi akhirnya Shallom mengulungkan sebuah kotak untuk kakaknya itu, Miracle menerimanya dan sayup terdengar Shallom yang berkata, “ini buat koko, Shallom nggak tahu koko suka atau enggak, tapi semoga koko suka. Biar koko inget sama Shallom terus kalau koko lihat dan pakai ini.”

Miracle pun penasaran dan langsung membuka isi kotak itu, sebuah jam tangan berwarna hitam diberikan Shallom untuk Miracle. “Bukan jam mahal, tapi Shallom nabung untuk beli ini.” Shallom berkata sambil menunduk. “Dek, ini bagus banget, makasih ya. Makasih udah nabung buat beliin koko jam tangan ini,” kata Miracle tersenyum. Shallom mengangguk, tapi ia menoleh ke kanan dan kiri seakan risau.

“Sini, duduk,” ujar Miracle sambil menyingkirkan kopernya sejenak lalu menepuk space kosong di sebelahnya, Shallom menurutinya dan duduk di sebelah kakaknya itu.

“Kok kayak sedih gitu?” tanya Miracle. Shallom menggeleng pelan, tapi masih enggan menatap kakaknya.

“Dek?” panggil Miracle lirih.

“Shallom?” panggil Miracle untuk kedua kalinya dan Shallom mengangkat wajahnya membawa pandangannya menatap kakak lelakinya dengan mata berkaca-kaca dan bibirnya yang sedikit melengkung ke bawah.

“Eh, kenapa? Jangan nangis, kamu kenapa?” tanya Miracle.

“Koko mau kuliah di luar kota, empat tahun itu lama, Shallom sama siapa? Sepi banget rumah ini nanti,” katanya dengan raut wajah sedih, kalau mau bertaruh, tidak sampai satu menit juga Shallom akan meledak dalam tangisnya.

Hati Miracle menjadi sedih mendengar penuturan adiknya itu. Tangan Miracle pun bergerak mengusap lembut punggung Shallom, benar saja Shallom melanjutkan penuturannya dengan tangisannya yang beradu, “Shallom sendirian dong di rumah, lama banget empat tahun…”

“Dek, kan setiap libur koko bisa pulang,” ujar Miracle.

“Iya, tahu, tapi sedih… Shallom tuh sedih langsung ditinggal koko jauh, sedih, nanti Shallom sama siapa di rumah?”

“Papa sama Mama, hehe,” balas Miracle yang membuat Shallom memukul lengan Miracle.

“Haha, sorry… sorry …” Miracle meringis kesakitan sambil mengacak rambut adiknya itu.

“Koko nggak sedih, ya?” tanya Shallom. Miracle menghela napas panjang dan tersenyum.

“Sedih lah, dek. Masa enggak sedih, ini juga pertama kalinya koko merantau, pasti juga kangen sama keluarga. Kamu yang nurut sama Mama sama Papa, jangan ngeyel kalau dibilangin Papa sama Mama, jangan keseringan main, nggak ada koko yang anter jemput kamu. Belajar yag bener, ya?” Miracle masih menuturkan kalimatnya, tapi air mata Shallom masih terus mengalir.

“Sedih… sedih banget … koko…” tangisan Shallom mengeras, Miracle pun langsung memeluk adiknya itu. Sebenarnya Miracle juga sedih harus berpisah jauh dengan keluarganya apalagi adik perempuannya ini, tapi demi menuntut pendidikan semua harus dijalani. Ternyata, tangisan Shallom itu terdengar hingga ke luar kamar Miracle dimana pintu kamar Miracle juga terbuka. Hal itu diketahui Mevin dan Grace, kedua orang tua mereka. Mevin dan Grace berdiri di depan pintu kamar Miracle itu dan menyaksikan bagaimana kedua kakak beradik itu tengah saling memeluk dan tangisan Shallom yang belum mereda.

“Nggak tega, ikut sedih jadinya,” kata Grace lirih sambil menatap Mevin.

“Samperin?” tanya Mevin balik, Grace mengangguk, akhirnya keduanya berjalan mendekat ke arah Miracle dan Shallom. Mevin duduk di sebelah Miracle dan Grace duduk di sebelah Shallom. Pelukan keduanya belum dilepaskan. Grace pun mencoba menenangkan Shallom dan Mevin hanya mengusap pundak dan punggung anak lelakinya itu.

“Shallom…” bisik Grace lirih yang membuat Shallom merenggangkan pelukan.

“Shallom kenapa nangis?” tanya Grace sekali lagi. Shallom pun menyeka air matanya dengan punggung tangannya lalu mengatur napasnya dan berkata, “sedih, koko mau kuliah, harusnya seneng tapi sedih, ya Shallom seneng, tapi banyak sedihnya…” kata Shallom diakhiri isakan di akhirnya, akhirnya Grace merangkul anaknya itu dan mengecup pipi Shallom lalu menenangkan anak perempuannya itu.

“Shallom, listen to papa, koko kan kuliah, dan kuliah ada liburnya kok. Nanti libur semester juga koko bisa pulang, atau kita yang jenguk koko juga bisa. Iya, kan? Shallom masih bisa video call koko, nanti kalau Shallom udah kuliah juga gini, malah dua tahun lagi Shallom kuliah, dimana koko juga masih kuliah, gimana tuh nanti Papa sama Mama sedihnya? Semua ada masanya nak, sekarang didukung ya kokonya buat kuliah. Bisa telepon sama video call koko kan?” kini Mevin yang angkat bicara.

“Tuh, nggak usah nunggu koko yang pulang, kamu bisa jenguk ke sana juga sama Papa sama Mama, kan? Jangan nangis ah, dek. Jadi sedih, hehe,” kata Miracle.

Shallom mengangguk meskipun punggungnya masih bergetar, akhirnya mereka berempat saling merangkul.

God please protect and bless koko, give him strength and wisdom, until we meet again,” bisik Shallom lirih.

Amen,” kata Mevin, Miracle dan Grace hampir bersamaan. Mereka saling menatap satu sama lain, memberikan senyum dan merangkul lagi. Begitulah kehidupan keluarga Mevin, doa adalah jadi yang utama dalam kehidupan keluarga Mevin. Bagaimanapun kita semua masih ingat perjalanan dan gelombang badai apa saja yang dihadapi Mevin dan Grace, juga bagaimana Mevin juga Grace berjuang untuk sembuh dari lukanya masing-masing. Masih teringat jelas juga bagaimana Mevin dan Grace sadar bahwa di dalam kehidupan ini yang memegang kendali adalah Tuhan, maka hal sekecil apapun itu selalu mereka serahkan kepada Sang Empunya kehidupan lewat doa, didikan Mevin dan Grace tidak pernah salah dan bukti nyatanya adalah Miracle dan Shallom yang memang mengikuti apa yang diajarkan Mevin dan Grace. Sepelik apapun kehidupan kita, seterjal apapun kehidupan kita, setidaknya kita tidak pernah lupa kalau ada yang memegang kendali dalam kehidupan kita semua.