PARENTS
Saat ini Mevin tidak sedang sendirian, rembulan musim dingin saat itu dengan hawa dingin yang sedikit menyeruak menemani Jovian, Jeremy, Lea, Grace dan Mevin saat itu di sebuah ruang makan VIP di sebuah hotel yang sudah Jovian pesan. Mentari sudah terlelap, mungkin hanya rembulan yang terjaga. Sebuah ketegangan mungkin menyelinap diantara semua yang berkumpul kala itu. Jovian mengawali pembicaraannya.
“Jovian, terima kasih udah datang sama Auryn sama Mikayla. Kaya yang kamu sendiri tahu dari Mevin, dia disini sama Grace udah bertekad untuk komitmen di satu janji pernikahan. Seperti yang kita tahu, waktu pemberkatan, pihak orang tua nggak bisa dua ayah dan dua ibu sambung. Karena kamu Ayah kandungnya Mevin, aku terima dan aku mau kamu yang putuskan gimana baiknya. Jangan pikirin kami, I mean Lea and me, tapi Mevin.” Kalimat pembuka dari Jeremy cukup membuat Mevin gugup. Mevin yang duduk bersebelahan dengan Grace dan berhadapan dengan Lea dan Jeremy pun terlihat gugup.
Beberapa kali Mevin menelan ludah dan tenggorokannya tercekat, kakinya di bawah meja resah, tangannya terlipat di bawah meja, akhirnya Grace yang merasakan kegugupan pasangannya itu bergerak meraih jemari Mevin sebelah kiri dan membawanya dalam sebuah genggam, Mevin yang merasakan itu langsung menggenggam jemari Grace erat dan menaruh genggaman itu di lututnya. Mevin merasakan ibu jari Grace juga mengusap lembut punggung tangannya. Hal itu membuat Mevin menatap Grace sejenak lalu mereka saling tersenyum.
“Jujur, aku sebagai Ayah kandungnya pun merasa jauh dari kata sempurna. Untuk hal sakral seperti ini kalau ditilik ke masa lalu, posisi itu memang hak ku tapi aku sendiri merasa berhutang banyak sama keluarga kalian, Jeremy. Kalau Grace sendiri gimana? Siapa nak yang nemenin Grace buat jadi pihak orang tua untuk sungkem setelah pemberkatan?” tanya Jovian sambil melihat ke arah Grace. Sontak Lea, Jeremy juga Mevin melihat ke arah Grace.
“Papa Kevin aja, posisi Mama nggak diisi siapa-siapa, Grace mau cuma Papa Kevin yang jadi pihak orang tua Grace. Is it okay, Om, Tante?” ucap Grace dengan nada ragu, Mevin mengeratkan genggamannya.
“Nggak dong, sayang, itu kan keputusan keluarga, dan nggak adanya pihak ibu karena kepergian memang sah saja untuk tidak diisi yang penting komitmen kalian dan penerimaan keluarga akan keputusannya.” Lea berkata dengan nada teduhnya.
“Itu sudah keputusan terbaik, Om setuju kok.” Jovian menambahkan.
“Tapi keluarga Papa Kevin sudah setuju, nak?” tanya Jeremy, Grace mengangguk dan tersenyum. Sebuah kelegaan tersirat di wajah mereka semua.
Mevin menatap sekilas Lea dan tersenyum lalu tertunduk sebentar. Ia mengangkat wajahnya menatap satu per satu orang tuanya sekarang. Semua ada disana, Mevin menghela napas perlahan.
“Papa Jovian memang pernah tanya sama Mevin, mau siapa yang jadi pihak keluarga waktu pemberkatan nanti, Papa Jovian also told me to ask God, and I did.” Mevin melantunkan kalimatnya.
“Papa Jovian, Papa Jere, Mama Lea the more I know three of you the more I feel how great and how thankful I am to be your son. Papa, Mama thanks for being a great person who always encourage me to do my best in everything. I wonder sometimes how could a person be so patient and dealing with a lot of hard condition. I know Papa Jovian you love Mama Petra so much. I would never imagine that someone who was once a stranger to me could have a vey big impact in my life. I love you, thank you, Papa Jovian. Papa Jeremy, Mama Lea mungkin Mevin nggak akan ada sampai usia saat ini kalau nggak ada Papa Jeremy dan Mama Lea. Kalau Mevin mau egois, Mevin mau semuanya jadi pihak orang tua, tapi gimanapun semua ada aturannya, karena Papa Jovian adalah Papa kandung Mevin, semua Mevin serahin ke Papa Jo.” Mevin menyelesaikan kalimat yang sangat ingin ia ucapkan kepada orang tuanya itu yang tertahan.
“Boleh Papa jawab sekarang?” balas Jovian kepada anaknya itu.
Mevin menghela napas panjang, “Mevin hargai apapun keputusan Papa, itu yang terbaik.” Jovian menatap anaknya tajam dengan jantung yang berdegup kencang, Lea memegang tangan Jeremy yang juga sangat dingin saat itu.
“Untuk posisi pihak orang tua setelah pemberkatan untuk sungkem dan speech untuk minta restu, Papa mau posisi itu diisi Papa Jeremy sama Mama Lea untuk kamu.” Jawaban itu disampaikan gamblang oleh Jovian sambil menatap Jeremy, Lea, Mevin dan Grace bergantian, sementara itu Grace merasakan tangannya digenggam Mevin dan tangan Mevin semakin dingin.
“Jo ....” Jeremy melafal lirih.
“Sebelum naik altar, setelah turun altar juga Mevin sama Grace bisa untuk minta restuku, tolong, jangan ditolak, Jeremy, Lea, aku mohon ada di sana untuk Mevin.” Suara Jovian mulai bergetar.
“Papa―” Mevin berkata dengan suara beratnya seakan tak percaya.
“Papa mau yang terbaik buat Mevin, we can have a time before the wedding, Papa juga pengen berdoa buat kamu sama Grace, we can talk and pray together before the wedding ceremony.” Jovian tersenyum namun matanya berkaca-kaca.
“Kamu aja, Jovian,” sanggah Jeremy.
“Tadi kan udah sepakat mau hargai keputusanku, tolong, Jer, Lea, untuk Mevin. Bukan untuk aku―” perkataan Jovian sukses membuat Lea menunduk dan terisak. Suasana haru dan hening sejenak menyelubungi ruangan itu, Lea nampak menyeka pipinya dengan jarinya. Jeremy masih tertunduk
“Sebagai rasa terima kasihku ke kalian berdua, Jer, Lea. Terima kasih udah rawat Mevin sejak lahir sampai sekarang. Bahkan sebenarnya yang aku lakukan sekarang juga nggak bisa membalas itu semua. Terlalu banyak yang kalian lakukan dan korbankan. Aku pernah menjadi seorang pecundang, sebagai seorang Ayah buat Mevin dan suami untuk Petra. Di hari bahagia Mevin aku mau dia punya pihak keluarga yang lengkap. Tolong, Jer, Lea. Ya? Aku mohon.” Jovian juga tidak bisa menahan air mata harunya, tapi ia paksakan untuk tersenyum. Sungguh, Grace baru kali ini merasakan perasaan seperti ini di dalam keluarga. Kehilangan orang tua memang buruk, tapi mempunyai keluarga yang lengkap juga kadang menyakitkan, ada orang tua kandung dan sambung tidak selalu membuat kita bahagia. Karena, kadang ada yang harus mengalah dan disakiti. Semua ada suka dan dukanya sendiri.
“Papa Jo, beneran, Pa?” tanya Mevin.
“Iya, Papa Jo gampang, kita bertiga mau ketemu sebelum atau setelah pemberkatan juga boleh. Keputusan Papa sudah bulat, Mevin berkenan kan?” tanya Jovian. Mevin langsung melepaskan genggaman tangan Grace lalu bangkit berdiri dan menghampiri Jovian dan memeluk ayahnya itu.
Baru kali ini, tangisan Mevin langsung pecah begitu saja saat Mevin memeluk Jovian. Hal itu membuat Lea juga menangis tanpa suara dan dirangkul oleh Jeremy. Sudah lama Jeremy dan Lea tidak mendengar dan melihat Mevin menangis tapi kali ini semuanya tumpah ruah lebur jadi satu.
“Anak Papa udah besar, udah mau berkeluarga, bahagia terus, Mevin. Mama Petra pasti lagi senyum bangga lihat perjuangan Mevin. Mama Petra past bahagia banget, you deserve all those happiness, maaf untuk semua hal sulit yang harus Mevin jalani karena sikap Papa, bahagia terus anak Papa Jo.” Jovian berbisik lirih. Mevin tidak menjawab, lidahnya terlalu kelu untuk berkata-kata. Ia hanya bisa menangis kala itu.
Mevin dan Jovian pun merenggangkan pelukan, Mevin menghampiri Jeremy dan Lea, kedua orang tuanya itu langsung memeluk Mevin bersamaan, sementara itu Jovian menghampiri Grace. Jovian duduk di bangku kosong di sebelah Grace, “bahagia terus sama Mevin, ya? Pernikahan itu nggak main-main, dan Om yakin kalau anak Om nggak pernah main-main sama kamu. Grace, kamu satu-satunya wanita yang bisa bikin Mevin jatuh cinta seperti ini dan korbankan semuanya. Janji pernikahan di hadapan Tuhan nanti semoga bisa kalian jaga selalu selamanya.” katanya. Grace sudah menangis dan ia mengangguk, dengan hangat, Jovian juga memeluk calon menantunya itu.
Malam itu, adalah sebenar-benarnya kebesaran hati Jovian diuji lagi. Tapi Jovian sudah bulat dengan keputusannya. Nama anaknya dan mendiang istrinya adalah nama yang tidak pernah lepas ia doakan di setiap pejamnya. Bersama setiap embusan napasnya ia titipkan harap agar kebahagiaan meliputi hidup Mevin, harta berharganya yang selalu mengingatkannya kepada mendiang istrinya. Melihat Mevin tumbuh dan menikah pun suatu kebahagiaan untuk Jovian, tapi biarkanlah Mevin merasakan mempunyai pihak orang tua yang lengkap saat wedding ceremony nanti.