PERASAAN YANG MENGENDAP
Sesuai janji Theo, ia menyusul Cathlyn di tempat yang Cathlyn kirimkan alamatnya. Langit temaram semakin pekat karena cuaca dingin dan mendung. Sepanjang jalan ia memendam kekesalan karena teringat perlakuan rendahan Dominic di belakang Cathlyn. Ia masih menahan untuk membeberkannya kepada Cathlyn karena itu bukan ranahnya dan Dominic sendiri yang berkata akan menyelesaikannya. Theo sampai di tepi jalan, Cathlyn memarkirkan motornya di sebuah bangunan kosong yang nampak tidak berpenghuni. Theo memarkirkan motornya disebelah motor Cathlyn. Gadis itu menyambut kedatangan Theo dengan senyum manis.
“Hey, kenapa bisa mogok?” tanya Theo sembari turun dari motor dan melepas helmnya. Cathlyn menggaruk kepalanya sambil tersenyum, “nggak tahu, Theo, gue juga bingung mana ngerti gue masalah mesin tahunya cuma make motornya aja.” mendengar jawaban Cathlyn itu, Theo hanya tertawa kecil. Lantas ia mulai mengotak atik motor Cathlyn di beberapa bagian, mencoba staternya dan lain-lain. Cathlyn hanya duduk di bangku kayu panjang yang ada di teras bangunan kosong itu.
“Lo masih balapan?” tanya Theo sembari memperbaiki mesin motor Cathlyn, gadis itu berjalan mendekat lalu mengambil posisi jongkok di sebelah Theo.
“Iya, sesekali, tapi akhir akhir ini cuma ikut kumpul club nya aja nggak ikut racingnya,” ujar Cathlyn. Theo mengangguk sambil masih focus dengan apa yang ia kerjakan.
“Gimana sama Domi?” tanya Theo lagi, Cathlyn heran secepat itu topik pembicaraannya berubah.
“Hah kenapa tiba-tiba Domi?”
“Nggak papa make sure aja kalau lo berdua baik baik aja.”
“Baik kok, cuma ya gitu Dominic sibuk urus dia yang mau masuk Flight Attendant kan jadi ya gitu deh.” ucapan Cathlyn terdengar lesu.
“All the best aja deh, Lyn. Jangan sedih-sedih ya. Gue nggak mau denger lo sedih nggak bisa gue lihat atau denger lo nggak baik-baik aja, Lyn,” kata Theo lalu membersihkan tangannya seusai menyelesaikan memeriksa mesin motor Cathlyn. Lalu ia bangkit berdiri sambil mencoba menyalakan mesin motor Cathlyn serta mencoba stater serta gas motor tersebut. Cathlyn bangkit berdiri dan menatap Theo heran.
“Nah, udah beres sekarang yuk balik? Gue ikutin dari belakang,” kata Theo, Cathlyn mengangguk namun tiba-tiba hujan turun perlahan. Keduanya saling menatap bingung, Theo mengedikkan dagunya mengarah ke tempat Cathlyn duduk tadi. Maka keduanya memutuskan berteduh di sana. Saat menatap Cathlyn lelaki bernama Theo ini menyadari sudah genap lima tahun ia mengagumi Cathlyn sejak bangku kelas tiga SMA sampai tahun akhir kuliah menjelang wisuda walaupun ada di fakultas berbeda, Theo berada di fakultas kedokteran dan Cathlyn di fakultas bisnis namun berada dalam satu lingkup kampus yang sama membuat keduanya masih sering bertemu. Tidak ada kata henti untuk hubungan pertemanan mereka. Hubungan pertemanan untuk Cathlyn dan hubungan cinta dalam diam untuk Theo.
“Anyway, Theo karna lo nanya soal Dominic this is from him.” Cathlyn menunjukkan cincin di jari manisnya. “Domi ngelamar lo?” tanya Theo kaget, pertanyaan itu ia utarakan sambil menunjuk cincin yang Cathlyn kenakan, gadis itu mengangguk antusias sambil menatap sesuatu yang melingkar di jari manisnya sesekali tersenyum.
“Lyn ...”
“Iya, apa?” pertanyaan theo Cathlyn jawab dengan tenang.
“Kalau Dominic nyakitin lo bilang ke gue ya, Lyn. I wish you happiness.” Theo tersenyum manis simpul yang teruntai di wajahnya seakan menyembunyikan rasa cemburunya dengan rapi. Cathlyn terdiam, lalu mengangguk sambil tersenyum. Selama hampir tiga puluh menit mereka berdua menunggu hujan deras reda. Kini tinggal rinai kecil yang turun.
“Yuk balik? Nanti kemaleman,” kata Theo, Cathlyn mengangguk. Theo bergegas membuka jok motornya lalu mengambil jas hujan yang ia bawa dan memberikannya kepada Cathlyn.
“Ngapain? Nggak usah,” tolak Cathlyn halus.
“Pakai aja, nggak usah ngeyel.”
“Tapi ini tuh nggak der―”
“Pakai aja Svetlana Cathlyn Yemima.”
“Hm, iye,” jawab Cathlyn sambil sedikit memanyunkan bibirnya yang membuat Theo terkekeh kecil lirih. Cathlyn memakai jas hujan itu, Theo mendekat lalu membantu Cathlyn mengancingkan jas hujan itu dan memasangkan helm kepada gadis pujaannya itu.
“Jangan sampai sakit. Sekarang gue kawal di belakang ya nggak usah ngebut. Oke?” kata Theo sambil mengelus pundak Cathlyn pelan. Gadis itu mengangguk sambil mengacungkan jempol dan tersenyum. Kerlingan mata Cathlyn tidak sebanding dengan apa yang Dominic lakukan di belakang, Theo takut jika suatu saat kerlingan mata Cathlyn berubah menjadi derai air mata karena ulah bodoh Dominic. Theo terlalu kehilangan banyak kesempatan di hari lalu dan di masa lalu, bahkan ia membantu Dominic mendapatkan hati Cathlyn saat sebenarnya hatinya teriris.
Theo mengabaikan dan tidak memikirkan perasaannya kala itu ia pikir perasaannya bisa hilang seiring berjalannya waktu namun ternyata ia salah. Perasaannya tidak pudar sampai tahun ke lima. Semakin bertambah, entah kapan akan pudar.tak peduli seberapa kuat ia berusaha mengikisnya bayang Cathlyn selalu hadir. Theo hanya bisa mengagumi tanpa bisa merawat dan merengkuh. Terlepas dari perasaan dibalik hatinya, tidak ada yang tahu. Perihal kesetiaan terdengar seperti omong kosong tapi perasaan Theo masih sama dan setia untuk waktu yang lama di tahun ke lima. Sedangkan sang Tuan si Puan, Dominic malah penuh dengan pengkhianatan di belakang Cathlyn.