PETIKAN GITAR

Malam itu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Clayton masih bersiap-siap menata untuk menutup warmindo kesayangannya. Tangan Clayton bergerak memasukkan beberapa bangku dan membersihkan meja, mengelapnya dengan telaten dan sabar sembari bersenandung lirih.

Usai semua tertata rapi, Clayton duduk di dekat pintu dimana ada bangku kayu panjang, ia mengangkat dan melipat kakinya bersila dan mengambil gitarnya. Jemari lihainya mulai memetik gitar dan menyanyikan beberapa lagu yang ada di pikirannya. Jangan bicara soal music dengan Clayton. Segala macam alat music bisa ia sikat untuk mainkan dengan lihai, mulai dari gitar, piano, drum, ataupun bass.

Tapi tiba-tiba Clayton yang masih tertunduk memperhatikan setiap senar gitar yang ia petik mendadak mendongakkan kepalanya karena melihat kaki yang melangkah mendekat ke arahnya.

“Lah, ngapain, neng?” tanya Clayton saat melihat Natasha disana.

“Ada nasi nggak sama apa kek, telur deh telur, laper banget belum makan malem.” Natasha berkata sambil memegangi perutnya yang kelaparan.

“Udah tutup,” kata Clayton lalu memainkan gitarnya lagi hingga Natasha memegangi dan menahan senar gitar itu dengan telapak tangannya.

“Udah tutup, neng natacong,” kata Clayton sambil mendengus.

Please, gue laper banget, tanggal tua, males gofood ayolah, ya?” Natasha ada di sana dengan tatapan memohon yang tanpa sadar membuat jantung Clayton berdebar.

“Tapi masak sendiri, bisa nggak? Saya capek banget, sumpah. Ada telur ada sosis, terserah mau masak apa,” kata Clayton.

“Iya, nggak papa, beneran ini? Boleh ya masak telur dadar gue irisin cabe sama sosis? Ya? boleh ya?”

“Iye, boleh deh karena langganan,” balas Clayton sambil nyengir.

“Semoga warmindo ini makin laris ...” Natasha melipat tangannya seakan berdoa dan menutup mata.

“Amin.” Clayton mengikuti Natasha.

“Semoga warmindo ini makin banyak varian menunya.”

“Amin.”

“Semoga warmindo ini go internasional. Warmindo mas Isa jaya jaya jaya! Amin.” Natasha melantunkan kalimatnya lalu membuka mata dan mengepalkan tangan seakan memberi semangat. Hal itu disambut tawa renyah dari Clayton.

“Orang laper biasanya galak, ini kok stress,” kata Clayton sambil geleng-geleng melihat Natasha yang mulai memasuki dapur.

“Eh, mas lo temenin ya, lo nyanyi kek biar nggak sepi amat!” teriak Natasha.

“Nyanyi apaan?” tanya Clayton.

“Apa aja.”

“Males ah, saya main petikan aja biar syahdu.” Perkataan Clayton tidak dibantah oleh Natasha karena kini Natasha sibuk memotong sosis, berkutat dengan bawang putih, cabai dan kompor.

Tapi tiba-tiba, “aawwww!” jerit Natasha dari sana yang membuat Clayton langsung menghampiri Natasha dan melihat keadaan Natasha. Clayton mendapati jari Natasha teriris dan darahnya menetes ke lantai.

“Kenapa?” tanya Clayton panic.

“Nggak papa, keiris hehe,” kata Natasha sambil tersenyum meringis menahan perih.

Clayton pun menggenggam tangan Natasha yang berdarah. Ia menariknya ke dekat wastafel lalu menyalakan keran air agar darah di jari Natasha bersih lalu mengusap tangan Natasha dengan tisu. Clayton juga langsung menyambar plester luka yang ada di laci tempat ia jualan lalu menempelkan di jari Natasha yang terluka.

“You okay?” tanya Clayton sambil menatap Natasha. Sedangkan gadis itu hanya mengangguk, Natasha masih terpaku karena bingung dengan sikap Clayton yang panic.

“Mas, kenapa panik banget? Kan cuma luka kecil,” kata Natasha.

Clayton terdiam menyadari tingkahnya, pikiran Clayton kembali ke beberapa tahun lalu dimana di masa lalu, kedua orang tuanya sempat marah besar karena Clayton dan Marcel ditinggalkan berdua di rumah dan Marcel terjatuh dari tangga luput dari perhatian Clayton. Sesaat Clayton terdiam dan memalingkan wajah lalu menggaruk tengkuk lehernya. Natasha justru malah melanjutkan kalimatnya, “Mas ketrigger atau ada trauma? Maaf ya.”

Clayton menatap Natasha nanar dan mengangguk, “iya, sedikit sih, karena dulu saya sama adek saya pernah ditinggal di rumah berdua, terus biasa lah anak laki, adek saya jatuh, ya begitulah, kepalanya bocor berdarah, disitu orang tua saya marah besarnya ya ke saya. Tapi saya juga lalai nggak perhatiin adek.” Clayton melanjutkan kalimatnya dengan kejujuran penuh.

Tapi tiba-tiba Clayton mengalihkan pembicaraan dan memerintahkan Natasha duduk di bangku kayu panjang tadi.

“Duduk sini aja, biar saya yang masakin,” kata Clayton dan Natasha menurutinya. Clayton beranjak ke dapur dan membuatkan makanan untuk Natasha. Ternyata Natasha juga bisa memainkan gitar, ia ambil gitar milik Clayton tadi dan mulai ia mainkan. Sebuah lagu berjudul “As long as you love me” Natasha senandungkan. Pada awalnya Clayton hanya menikmati petikan gitar Natasha, tapi lama kelamaan Clayton kagum dengan suara indah nan merdu dari Natasha. Senandung dari Natasha mengudara keduanya bahkan menyanyikan bagian refrain lagu itu bersamaan.

“I don’t care who you are ... where you’re from ... what you did, as long as you love me ... who you are ... don’t care what you did as long as you love me ...” Clayton dan Natasha menghabiskan lagu itu bersenandung bersama hingga masakan untuk Natasha selesai.

Clayton membawa piring berisi makanan itu kepada Natasha, perempuan itu menaruh gitarnya dan menerima piring dari Clayton dengan senyum sumringah, “makasih, Mas.” Yang tadinya saling mengolok kini ternyata bisa tersenyum kepada satu sama lain, menghabiskan satu lagu bersenandung bersama sampai ujung penghabisannya dan juga memuji suara satu sama lain.