PROUD PARENTS

Jevin mengendarai mobilnya dengan panik, kalau sudah menyangkut Yoel pikirannya pasti sudah berkelana kemana-mana. Jevin sudah tahu betul biasanya anak tengahnya itu selalu memberikan gebrakan tidak terduga, ada saja tingkah yang mungkin menggelitik perut atau bahkan menguji tekanan darah Jevin semakin tinggi. Sesampainya di rumah, ia memarkirkan mobil dan langsung buru-buru keluar, ia melangkah masuk ke dalam rumahnya dan mendapati Letta, Eugene, Michelle dan tentu saja Yoel ada di sana. Tapi satu hal yang Jevin rasakan sedikit aneh, raut wajah mereka tidak menunjukkan kesedihan. Yang Jevin lihat adalah Eugene dan Michelle yang memeluk Yoel dan Letta yang mengabadikan momen itu dengan ponselnya.

“Yoel kenapa?” tanya Jevin saat ia sudah di ambang pintu.

Letta langsung berbalik badan, Jevin jelas melihat mata Letta yang masih sembab, jelas Letta baru saja menangis, tapi saat Jevin melihat ke arah Yoel, ia mendapati hal yang sama, mata Yoel juga sembab, sementara Eugene dan Michelle menunjukkan raut wajah bahagia dan haru.

“Yoel kenapa? Yoel bikin ulah apa?” tanya Jevin lagi sambil berjalan mendekat ke arah mereka.

“Yoel aja yang kasih tahu Papa,” kata Letta sambil mengusap lembut lengan Jevin dan tersenyum menatap Yoel. Akhirnya Yoel meraih sesuatu dari atas meja, lalu menyerahkannya kepada Papanya itu. Letta tadi sudah membaca hasil mid term yang Yoel bawa, begitu juga dengan Eugene dan Michelle.

Eugene tersenyum melihat Papanya yang membaca hasil laporan nilai adiknya itu, “jangan kaget, jangan marah pokoknya, Pa,” katanya.

Jevin masih membaca dengan seksama, bola matanya bergerak mengikuti setiap kalimat yang ia baca.

“Pa, above average semua, puji Tuhan… I got the highest score for this mid term in my classroom,” kata Yoel dengan sedikit malu-malu. Jevin berulang kali melihat ke arah anaknya dan ke hasil mid term yang ia baca.

“Papa kok diem aja, say congrats to Ko Yoel papaaaa,” protes Michelle. Jevin menaruh benda yang sedang ia pegang itu di atas meja lagi, Letta pun berbisik, “Yoel ranking satu kali ini,” katanya.

Jevin kehabisan kata kata, anaknya yang sempat tidak naik ini dan beberapa kali membuat ulah di luar dugaan, dan hampir tidak memiliki kata lelah ini nyatanya menunjukkan progress, Yoel benar-benar berjuang, ia tepati perkataan dan janjinya.

“Yoel kan udah janji sama keluarga ini, kemarin Yoel nggak naik karena kesalahan Yoel sendiri, Yoel mau buktiin kalau Yoel bisa berubah. Yoel juga selalu berdoa sama Tuhan biar Tuhan jaga Yoel, I mean protect me and guide me to walk in the right pathway as God tell us. Ternyata juga cacian anak-anak yang pernah ngejek Yoel nggak naik kelas bikin Yoel termotivasi kalau Yoel bisa jadi lebih dari mereka. Ternyata bener, kalau kita berusaha dan berdoa and it must be balance, kita juga dapet hasil terbaik.” Perkataan Yoel benar-benar membuat semua terperangah.

“Michelle makasih udah selalu hibur koko, Mama makasih udah selalu ingetin Yoel dan kasih tahu mana yang harus Yoel lakuin dan mana yang jangan, Papa, Mama makasih untuk nggak pernah malu sama Yoel yang nggak naik kelas. Koko, makasih udah mau ngajarin, walaupun di tengah kesibukan kuliah lo, tugas sama kerja part time tapi kalau gue nggak bisa, lo selalu ajarin. Makasih banyak, Papa, Mama, Ko Eugene, Michelle.” Ucapan tulus dari Yoel ia sampaikan dengan memandang satu per satu anggota keluarganya, mata Yoel kembali berkaca-kaca lagi. Tanpa basa-basi, Jevin langsung memeluk anak tengahnya itu, Jevin memeluk Yoel dengan rasa haru yang tumpah ruah. Yoel membalas pelukan Papanya itu erat-erat.

“Makasih ya nak, makasih udah mau berjuang. Papa bangga sama Yoel, jangan pernah mikir kalau Yoel malu-maluin atau yang lainnya. Enggak sama sekali. Mau gimanapun kalian, tetap kalian tuh anak Papa sama Mama. Gimanapun kami sebagai orang tua juga ya inilah Papa Jevin sama Mama Letta orang tua kalian. Papa bangga sama Yoel, bangga sama Eugene sama Michelle juga yang udah dukung Yoel.” Jevin pun merenggangkan pelukan dan menangkup kedua pipi Yoel.

“Bersyukur sama Tuhan, dipertahankan, kalau bisa ditingkatkan, Tuhan nggak pernah tidur Tuhan selalu lihat usaha anak-anakNya. Jangan nyerah ya, nak. Once again, I’m so proud of you, Papa feels blessed beyond measure!” kata Jevin sekali lagi lalu mengacak rambut Yoel pelan lalu mengecup puncak kepala anaknya itu.

“Iya, Pa. Makasih banyak, Yoel bakalan belajar lebih lagi. Bener-bener Yoel aja nggak nyangka bisa dapet posisi ini, Tuhan baik banget sama Yoel walaupun Yoel nakal, hehe,” katanya.

“Anak mama nggak ada yang nakal, anak mama anak yang baik. Koko Eugene kakak yang baik buat Yoel dan Michelle. Yoel juga anak yang baik, kakak yang baik buat Michelle dan adik yang baik buat Ko Eugene. Michelle juga anak manis dan baik, adik kesayangan Ko Eugene dan Ko Yoel, kan? Mama bangga sama kalian.” Letta berkata dengan senyum haru di wajah ayunya. Kini, Eugene dan Michelle dari samping kanan dan kiri merangkul Jevin dan Yoel, mereka saling memeluk. Letta yang melihat hal itu mengucap syukur dalam hatinya tanpa henti. Air matanya menetes saat mendengar ucapan selamat dan bangga dari Michelle dan Eugene untuk Yoel.

Akhirnya mereka saling memeluk bersama, mengabadikan momen itu dalam beberapa foto yang diambil. Yoel berfoto dengan Letta dan Jevin sambil menunjukkan hasil nilainya dengan bangga, Yoel juga mengambil gambar dengan Eugene juga Michelle, juga mereka berlima. Jevin tidak pernah sekalipun memarahi atau berkata malu dan lain sebagainya karena Yoel yang tidak naik kelas. Jevin juga menilik masa mudanya dulu yang jauh dari kata baik. Yoel belum ada apa-apanya dibanding Jevin dulu, tapi Jevin selalu menekankan kepada anak-anaknya untuk menikmati setiap proses yang ada, berusaha, dan juga mengandalkan Tuhan.