Raymond & Shannon

Shannon dan Raymond kini sudah tiba di apartemen yang Raymond huni sendiri ini. Raymond pun memeprsilakan Shannon masuk ke sana. Tapi langkah kaki gadis itu sedikit ragu dan sedikit takut sampai akhirnya Raymond mengunci pintu dan Raymond menyuruh Shannon untuk duduk di sofa yang ada di sana.

“Kenapa? Santai aja.” Raymond berkata sambil membuka pintu kamar lalu menyalakan lampu kamarnya lalu ia menyusul Shannon duduk di sofa.

“Malu hehe,” kata Shannon.

“Malu sama siapa? Aku sendirian disini,” balas Raymond sambil membelai rambut Shannon.

“And what will we do?” tanya Shannon. Raymond mengacungkan jari kelingkingnya, “aku mau benerin laptop dulu.” Shannon mengangguk-angguk.

“Aku mau masakin kamu makanan, aku mau nonton film sama kamu, aku mau nurutin kemauan kamu, kalau kamu udah seneng dan capek baru aku anterin pulang.” Raymond mengatakannya sambil membuka satu per satu jarinya sampai lima jarinya terbuka dan ia tersenyum. Shannon terkekeh lalu mengangguk-angguk, “okay siap, aku temenin kamu deh benerin laptop kamu dulu, sana diambil.”

Raymond pun berjalan ke kamar, mengambil laptopnya lalu kembali lagi, Raymond duduk di karpet dan Shannon di sofa, Raymond duduk di depan Shannon sehingga Shannon bisa merengkuh Raymond dari belakang dengan posisinya yang tetap duduk di sofa.

Raymond mulai mengotak atik laptopnya dan Shannon memperhatikan dengan seksama. Shannon kadang memainkan rambut kekasihnya itu, memeluk Raymond dari belakang dan mengambil foto mereka berdua yang membuat Raymond gemas.

“Shan, bosen nggak nemenin aku gini? Kalau mau delivery makanan nggak papa, kamu pilih aja pakai handphoneku.” Raymond berkata sambil terus fokus ke laptopnya.

“Belum laper, mau masakan kakak aja nanti hehe.”

“Kakak?” Raymond menoleh.

“Mau masakan kamu aja, sayang.” Shannon berkata lembut sambil mengusap pipi Raymond. Demi apapun juga, Raymond yang memancing, Raymond juga yang salah tingkah. Status keduanya sudah berubah memang, sudah menjadi sepasang kekasih.

“Sayang semangat.” Shannon berbisik di telinga Raymond. Bibir Raymond terlipat, ia hanya mengangguk-angguk saja, jangan sampai Shannon melihat wajah salah tingkahnya kali ini, Raymond memohon dalam hati. Shannon juga kadang bersenandung lirih sambil memainkan ponselnya dengan satu tangannya sementara satu tangannya yang lain sibuk mencubit pelan pipi Raymond.

Lelah berkutat dengan laptopnya, Raymond menyandarkan tubuhnya ia memejamkan mata dan memijit keningnya dengan jari tangannya.

“Pacar aku capek ya? Aku ambilin minum dulu,” kata Shannon lalu beranjak ke dapur untuk mengambilkan minum untuk Raymond. Shannon kembali dengan membawa sebotol juice dan gelas yang sudah ia isi dengan juice itu lalu ia memberikannya kepada Raymond, keduanya pun duduk bersandar di sofa.

“Aku punya banyak bahan makanan karena aku kalau nggak beli makan ya aku masak sendiri, kamu mau dimasakin apa?” tanya Raymond. Shannon pun nampak berpikir, “beef?”

Raymond mengangguk, “ada kok.”

Shannon menggeleng cepat, “eh jangan, masak indomie aja!” Raymond menjitak kepala kekasihnya itu, “makan yang sehat! Kamu kemarin habis sakit perut gitu masa mau makan indomie yang bener aja lah.” Raymond sewot sementara Shannon mengerucutkan bibirnya. Tapi tiba-tiba ponsel Shannon berdering, Shannon melihatnya, sebuah pesan dari Papanya yang mengatakan bahwa Shannon tidak diperbolehkan menonton konser.

“Ah, nyebelin!” gerutu Shannon sambil menyimpan ponselnya lagi.

“Heh, kenapa tiba-tiba?” tanya Raymond.

“Papa nggak bolehin aku nonton konser.”

“Dimana?”

“Malaysia.”

“Besok lagi aja sama aku. Aku dukung Papa kamu hehe,” kata Raymond sambil mencubit pelan hidung kekasihnya. Shannon pun bersandar di tubuh Raymond dan merengek di sana, “aku galau nggak bisa ikut temen-temen, galau, pokoknya sedih,” katanya yang mengundang Raymond menjadi gemas.

Next kita ke konser bareng, yang lebih lebih, konser apa selanjutnya? Mau konser atau festival apa?” tanya Raymond.

“Aku galau pokoknya galau,” kata Shannon merengek lalu merenggangkan pelukan. Raymond mengusap pundak Shannon lembut.

“Shannon?” tanya Raymond pelan.

“Apa?”

“I also can make you scream like on the festival, haha,” goda Raymond.

“Jorok pasti pikirannya kesana kesini kesana kemari membawa alamat, huh!” dengus Shannon kesal.

Hal itu dibalas Raymond dengan tertawa lalu menciumi pipi Shannon bertubi-tubi.

“AAAAA!!!” Jerit Shannon.

“Tuh kan udah teriak kayak nonton konser.” Raymond terkekeh. Sempat menolak dan menjauhkan tubuhnya, Shannon didekap Raymond seketika. Membuat Raymond semakin mudah menciumi pipi dan wajah kekasihnya itu. Shannon sempat menahan tubuh Raymond sejenak tapi setelahnya Shannon pun meraih pipi Raymond dengan satu tangannya, dibelainya lembut lalu diarahkannya wajah Raymond kepadanya. Satu kecupan mesra mendarat di dahi Raymond dari Shannon, Raymond membuka matanya, kini ia menatap Shannon dengan tatapan datar.

“Pacar siapa yang genit? Pacar aku!” kata Shannon berbisik.

“Ya biarin kan genit ke kamu, udah jangan sedih-sedih lagi ah, gantinya konser aku ajak jalan-jalan, deh.” Raymond berkata sambil membenarkan posisinya tidak lagi bersandar di sofa, ia menundukkan wajahnya agar sedikit sejajar dengan kekasihnya itu. Shannon langsung mengambil posisi merangkul dan merengkuh pundak Raymond.

Really?” tanya Shannon, Raymond mengangguk dan tersenyum. Raymond merenggangkan pelukan Shannon dan mengisyaratkan Shannon agar duduk di pangkuannya. Shannon mengiyakannya dan duduk di pangkuan Raymond.

“Aku udah kunci pintu,” bisik Shannon manja.

“Emang mau ngapain?” kata Raymond sambil memeluk melingkarkan tangan di pinggang Shannon.

“Katanya setiap masuk kesini langsung kunci pintu, gimana sih?” Shannon bangkit berdiri namun Raymond menahan pergelangan tangan Shannon. Wanita itu menatap Raymond sesaat, pandangannya mengikuti pergerakan Raymond yang saat ini berdiri di hadapan Shannon. Raymond sedikit menunduk, Shannon meraih dagu Raymond dan membuat Shannon sedikit mendongak. Tangan kanan Shannon membelai pipi Raymond lembut, tangan kirinya merapikan rambut Raymond yang sedikit berantakan.

I love you,” ucap Raymond lirih.

Raymond melingkarkan tangannya di perut Shannon. Shannon mengangguk dan langsung membuat Raymond memeluknya. Shannon membenamkan wajahnya di dada bidang Raymond.

“Sekarang aku nggak kesepian lagi karena ada kamu. Makasih udah mau jadi pacarku dan nemenin aku, sekarang aku udah nggak akan ngerasa kesepian dalam hal apapun lagi. Tadinya aku sendiri, apa-apa sendiri, nggak ada tempat berbagi sekarang ada kamu.” Raymond berbisik.

“*I will always be there for you kok.” Balasan dari Shannon itu mengundang ulasan senyum dari Raymond. Mereka yang saling memeluk itu kemudian saling menatap dan Raymond pun langsung menggendong Shannon bak anak kecil dan membawanya ke kamar Raymond.

“Sayang, mau ngapain?!” tanya Shannon panik. Tapi Raymond hanya diam dan membawa Shannon duduk di kursi meja komputernya. Shannon duduk di pangkuan Raymond namun tidak menghadap ke Raymond. Shannon meraih sebuah figura yang terpasang di meja computer Raymond. Foto itu adalah foto keluarga Raymond, Shannon meletakkannya lagi.

“Papi, Mami, Aku sama Justin.” Raymond bergumam, sambil menempelkan wajahnya di lengan kekasihnya.

“Boleh nggak kalau suatu saat ada aku?” kata Shannon, Raymond pun memajukan posisinya lalu menyandarkan kepalanya di punggung Shannon dan memeluk perut Shannon.

“Iya, dong wajib ini hukumnya,” suara Raymond yang berat menusuk rungu Shannon.

“Haha, semoga kita bisa ada di tahap itu.”

“Pasti bisa,” balas Raymond, kini Shannon memutar posisinya ia menghadap ke arah Raymond, bibir Shannon melengkung sedih saat menatap kekasihnya itu.

“Eh, kenapa kok sedih?” tanya Raymond. Kedua tangan Shannon pun menangkup pipi Raymond, lalu Shannon menghela napas panjang dan menggeleng.

“Kenapa cantiknya Raymond kok jadi sedih mendadak?” tanya Raymond lagi.

“Kamu pasti selama ini sedih ya kalau pulang, nggak ada siapa-siapa. Aku aja yang anak tunggal ada Mama sama Papa di rumah tetep ngerasa sepi banget kadang. Gimana kamu yang bener-bener sendiri. Are you okay with that? I mean really okay?” Raymond tersenyum dan mengangguk, ia memegangi kedua pergelangan tangan kekasihnya itu, salah satu punggung tangan Shannon juga Raymond kecup sejenak.

“Yang penting sekarang ada kamu.” Raymond tersenyum. Shannon pun langsung memeluk kekasihnya itu, Raymond membalasnya erat.

“Disini bebas ya peluk kamu nggak kayak di rumahku ada cctv dimana-mana, hehe,” bisik Shannon iseng.

“Dasarrr!” kata Raymond sebelum menghujam pipi Shannon lagi dengan ciuman beberapa kali. Shannon dan Raymond terkekeh bersama saling memeluk dan bercanda, menghabiskan waktu berdua di sana, untuk pertama kalinya di apartemen Raymond, tentu saja dengan status yang sudah jadi milik satu sama lain.