SORE
Jika harus mendapat predikat, mungkin Clayton saat ini menyandang predikat juara satu mengagumi dalam diam. Kadang kalimat yang ia sampaikan kepada Natasha pun kesannya ambigu, ia merasa belum pantas mengungkapkan perasaannya. Tapi jika ditanya apa yang Clayton inginkan, ia hanya ingin Natasha. Hanya Natasha. Bersama Natasha, Clayton bisa merasa lebih hidup dan memaknai hidup lewat kesederhanaan begitu juga dengan Natasha.
Tapi, belum tentu hal itu juga berlaku untuk Natasha, belum tentu Natasha juga merasakan hal yang sama, bukan?
Kali ini Natasha dan Clayton sedang berboncengan dengan motor matic Clayton, diam-diam Clayton menunggu Natasha pulang kerja dengan alibi tidak sengaja lewat hanya untuk mengantarkan Natasha.
“Nih, pakai dulu,” kata Clayton sambil memberikan helm kepada Natasha. Helm itu diterima Natasha lalu ia memakainya, sedikit kesusahan saat memasang pengait helm, Clayton yang sudah duduk di motor menarik tangan Natasha mendekat, “sini,” katanya, lalu Clayton memasangkan pengait helm yang dipakai Natasha.
Tidak bisa bohong, Natasha memandang wajah Clayton sedekat ini dan juga sebaliknya membuat Clayton merasa sedikit gugup.
“Makasih,” ujar Natasha sambil tersenyum yang membuat gigi rapinya terlihat jelas.
“Dah, naik, gih.” Natasha pun naik ke motor, sore itu cuaca seakan mendukung Clayton dan Natasha untuk menikmati sore di atas motor.
Lagi dan lagi, berhenti di lampu merah, Clayton mengarahkan spionnya ke arah Natasha, di saat yang bersamaan Natasha juga melihat ke arah spion melihat Clayton juga hingga keduanya bertukar tatap dan Natasha menjulurkan lidahnya seakan meledek. Tapi Clayton malah menoleh dan memandang Natasha dari jarak dekat, “jangan gemes-gemes,” katanya.
Natasha melipat bibirnya lalu berusaha sebisa mungkin mengontrol salah tingkahnya. Belum usai dengan jantung yang berdegup kencang, Clayton menarik tangan Natasha yang semula hanya memegang jaketnya kini Clayton tuntun untuk melingkar di pinggang dan perutnya.
“Pegangan.” Clayton berkata lewat spion yang bisa dibaca oleh Natasha. Sadar. Keduanya sadar. Keduanya paham bahwa ini nyata, begitu juga saat lampu merah padam digantikan lampu hijau, saat itu juga Natasha menaruh dagunya di pundak Clayton.
DEG!
Hati pria mana yang tidak berantakan? Tapi Clayton hanya tersenyum dari spion lalu menempelkan helm mereka beberapa kali sedikit bergurau dengan Natasha, “Jangan bercanda di jalan!” omel Natasha. Clayton mengangguk dan tangan kirinya mengelus lengan yang melingkar di perutnya itu. Apakah mereka sedang berlomba membuat satu dan yang lain salah tingkah?
Di tengah jalan, tiba-tiba hujan turun agak deras dan Clayton langsung menepikan motornya ke sebuah minimarket yang ada di pinggir jalan lalu memerintahkan Natasha untuk menunggu sejenak.
“Nat, tunggu disini ya bentar aku beli sesuatu dulu,” kata Clayton saat keduanya sudah berdiri di teras minimarket karena hujan, Natasha mengangguk sambil merapatkan jaketnya guna menahan agar dingin tidak menusuk tubuhnya. Langit gelap, gemuruh di langit dan angin yang berembus sesekali menambah dingin suasana saat itu. Tak lama Clayton keluar dengan membawakan dua cup kopi hangat.
“Nih, diminum dulu biar nggak dingin baru nanti kita jalan lagi, aku bawa jas hujan tap cuma satu nanti kamu pake aja,” kata Clayton seraya mengulungkan satu cup kopi hangat pada Natasha. Gadis itu menerimanya dan berkata, “Kamu gimana? Tunggu reda aja deh,”
“Enggak papa, pakai aja nanti udah capek juga kan pulang kerja? Maaf ya Nat, kamu jadi kena hujan,” kata Clayton.
“Yaelah mana tau juga bakalan hujan santai aja sih.” Natasha memberikan senyum termanisnya, tak lama setelah dua cup kopi milik mereka kosong keduanya melanjutkan perjalanan, seperti yang Clayton katakan, ia mengambil mantel hujan di motornya dan memberikannya kepada Natasha. Ia membawakan helm yang Natasha pakai kala Natasha mengenakan jas hujannya. Setelah itu Clayton memasangkan helm untuk gadis di depannya mata keduanya sempat beradu lagi beberapa saat.
“Clay,” Natasha merapalkan nama Clayton lirih.
“Apa, Nat?” tanya Clayton.
“Makasih ya, kamu sampai segininya, kamu bakalan basah itu, nggak papa?”
“Santai, anak laki nggak boleh menye menye. Hujan doang ini hehe,” balas Clayton, Natasha tersenyum simpul lalu naik ke motor matic Clayton, benar saja hujan belum reda dan Clayton membiarkan tubuhnya diterpa hujan demi mengantarkan Natasha pulang. Hati Natasha berdesir sedikit kala itu melihat segala perhatian kecil yang Clayton berikan. Frekuensi yang sama, perhatian kecil yang bermakna, itulah yang mereka jalani saat ini. Merasakan debar tak biasa, merasakan kenyamanan yang tidak mereka dapatkan dimanapun tapi masih bergelut dengan logika satu sama lain, apakah perasaan ini masuk akal?