SUARA YANG DIRINDUKAN
Mendapat pesan dari Mamanya secara tiba-tiba membuat Grace merasa trigger dan cemas. Ia tengah berada di apartemennya sendirian, Grace merasakan dadanya sesak, ia menggigit kukunya sendiri, kakinya gemetar, tangannya dingin. Ia hendak menangis tapi tidak bisa, padahal hanya satu kalimat yang Mama Grace kirimkan tapi cukup mengacaukan diri Grace. Mengingat pertemuan terakhir Grace dan Mamanya saat itu sangat tidak baik, masih teringat jelas di benak Grace bahwa Mamanya mengatakan bahwa Grace adalah Aib Keluarga bahkan menamparnya.
Grace berjalan dengan sempoyongan menuju nakas dekat tempat tidurnya. Ia mencari obat yang sudah lama tidak ia konsumsi. Setelah beberapa lama merogoh laci, ia menemukan obat yang ia cari. Benzodiazepine, sebuah obat yang masuk ke golongan anti cemas yang telah menemaninya belakangan ini. Grace memang selama ini membatasi dirinya mengonsumsi obat, terlebih Alicia juga tidak banyak menganjurkan banyak obat. Tapi kali ini, Grace kalah dengan keadaan.
Bisa dibilang ia cemas akut, cara kerja obat ini adalah untuk meningkatkan sensitivitas otak terhadap salah satu zat kimia di otak kita. Efek dari obat ini adalah inhibitor, atau efeknya membuat kita lebih rileks dan membuat kita sedikit tenang saat merasa cemas berlebih, meredakan gejala-gejala fisik dari kecemasan. Tapi obat ini tidak boleh dikonsumsi untuk waktu yang lama, karena jika lebih lama akan menimbulkan adiktif. Contohnya, ketegangan otot, debaran jantung yang berlebihan seperti apa yang Grace alami.
Grace tidak dapat mengontrol kecemasannya yang berlebih. Debaran jantungnya semakin kuat disana. Tubuhnya seketika kaku dan beku. Tanpa berpikir panjang, sebelum efek kecemasan berlebihnya semakin menjadi, Grace meneguknya, meski Alicia membuatnya lepas dari konsumsi obat perlahan, kali ini Grace sangat membutuhkannya, karena Grace sendiri tidak menyangka bahwa Mamanya akan datang lagi menghubunginya. Grace baru saja menerima dirinya, apa yang ia alami, tidak mudah untuk membuka diri dan menerima dirinya. Baru saja Grace memulai menemukan kedamaian dirinya sendiri, tapi selalu saja ada penghalang yang muncul, termasuk pesan singkat dari Mamanya saat ini.
Usai meneguk obat itu, Grace duduk di lantai menyandar pada tembok, ia meremat rambutya lalu menjambaknya beberapa kali. Grace memejamkan mata dan mencoba mengatur napasnya. Handphone Grace kembali berdering. Kali ini bukan dari Mamanya, kali ini dari nama yang tidak pernah ia sangka sebelumnya.
“Tante Lea”
Mama Mevin menelfonnya? Dengan kepala yang masih pening, Grace mengangkatnya dengan suara bergetarnya.
“Halo, Tante?” kata Grace.
“Grace, maaf tiba-tiba nelfon, nggak ada maksud apa-apa. Mevin juga nggak tahu kalau Tante telfon kamu. Tante cuma mau tahu keadaan Grace. Grace gimana keadaannya? Grace udah makan, Nak?” kalimat itu dirapalkan Lea dengan nada teduh. Grace yang mendengarnya langsung menangis sejadinya. Tak butuh waktu lama, Grace terisak di sana.
“Grace? Kenapa, Nak? Grace?” tanya Lea panik di seberang sana.
Grace merasakan perbedaan yang sangat jauh saat ia menerima pesan dari Mamanya dan dari Tante Lea. Ia bisa merasakan sesuatu yang jauh berbeda. Grac membungkam mulutnya dengan telapak tangannya sendiri.
“Grace?” ujar Lea lagi.
“Nggak pernah ada yang nanya Grace kaya gitu, keluarga Grace nggak ada yang nanya Grace kaya gitu, Tante ....” ucap Grace dengan suara paraunya.
“Nangis aja, Nak... nangis aja, Tante temenin, jangan nangis sendiri.” Ucapan Lea saat itu membawa Grace menangis sejadinya, dan ponselnya masih ia genggam dan ia tempelkan di telinganya, Grace memegangi dan kadang menepuk dadanya sendiri meluapkan segala perasaannya. Lea di seberang sana mendengar tangisan Grace juga merasa berdesir nyeri. Hatinya pedih mendengar tangisan anak itu.
“Luapin semua sampai Grace tenang,” kata Lea lagi.
“Grace udah mau nyerah, tapi semua orang bilang ada harapan, Grace udah mau pasrah tapi masih harus berjuang. Doa Grace belum dijawab Tuhan untuk kembalikan keadaan seperti semula, Tuhan belum pulihkan keadaan. Tapi selalu ada cercah harapan lewat orang-orang sekitar, seperti Tela, Alicia bahkan Tante yang nggak pernah Grace duga sebelumnya.” Grace merapalkan kalimatnya dengan napas yang tersengal. Jika mau bertaruh, Lea sudah menangis sekarang.
“Grace, God doesn’t always answer the prayers, but He gave his best at the right time, we just need to allow God to work. Grace, God heard more than you prayed and He will answer more than you expected. Remember, He will provide all things, in His way at the right time, we will see Him make it all. Tunggu sebentar lagi, ya? Grace kuat?” pertanyaan Lea membawa Grace semakin menangis, kalimat seperti ini belum pernah ia dengar dari siapapun di dalam hidupnya selama dua puluh tahun lebih, ini pertama kalinya. Jika diselami, kadang kita tidak pernah menyangka orang yang Tuhan kirimkan untuk menjadi penolong untuk kita itu seperti apa. Yang memanusiakan kita juga kadang bukan berasal dari keluarga kandung yang terikat karena ikatan darah. Keluarga adalah mereka yang ada di setiap saat yang ada di saat terendah hidup kita. Yang bersedia mengulurkan tangan dan membantu kita berjalan meski harus sama-sama berdarah, tidak hanya dari ikatan darah.
“Tante, tunggu Grace pulang, ya? Doain Grace ya, Tante. Nanti kalau udah sembuh dan pulang ke Indonesia, Grace mau peluk tante, boleh?”
“Tante duluan aja yang peluk Grace, boleh? Tante tunggu Grace pulang, ya? Kita semua nunggu Grace pulang, termasuk Mevin.”
Grace menangis keras saat mendengar nama kekasihnya disebut oleh Lea. Maka Lea membiarkan Grace menangis dulu, tak ada kata yang terucap dari Lea. Hening. Grace masih terisak. Bahkan ia kadang menggigit lengannya guna menahan tangis dan tangannya yang mulai gemetar.
“Lanjutin dulu nangisnya, aku temenin sampai akhir.” Sebuah suara menusuk rungu Grace, bukan suara Lea yang ia dengar. Tangannya dingin dan gemetar.
“Grace?” suara itu terdengar lagi. Sekujur tubuh Grace menjadi dingin, tangannya gemetar, ia genggam ponselnya erat napasnya tersengal.
“Take a deep breath, Gracelline. Tenang, ambil minum dulu kalau bisa, and then talk to me.”
“Me ... vin?”
“Ini aku, Mevin. I miss ... you ....”
Maka saat itu menangislah Grace saat ia mendengar pria di seberang sana juga terisak. Tangis keduanya lebur jadi satu