TATTO YOEL

Jevin yang panik keluar dari mobil mengambil langkah cepat dan langsung mencari keberadaan Yoel di rumah. Jevin melihat di kamar, di ruang makan dan di ruang tamu tapi ia tidak menjumpai Yoel sama sekali. Akhirnya Jevin mendengar lantunan petikan gitar di halaman belakang, benar saja Yoel ada di sana sedang memainkan gitar. Jevin pun berdiri di dekat Yoel dan berkacak pinggang di sana.

“Papa?” Yoel kaget.

“Kok tiba-tiba udah disini?” lanjut Yoel sambil menaruh gitarnya.

Tapi Jevin tidak menjawab, tangan Jevin langsung menarik satu lengan Yoel dan melihat benar saja ada tatto di sana. “Siapa yang ngajarin tattoan?!” bentak Jevin. Yoel kaget bukan main.

“Siapa yang nyuruh tattoan?!” bentak Jevin lagi. Yoel bangkit berdiri dan menghela napas panjang meski sedikit banyak ketakutan bermukim di dalam hatinya.

“Pa, bercanda. Ini nggak permanen,” kata Yoel sambil tersenyum.

“Bohong!”

Yoel memutar bola matanya, “beneran, ini digosok kenceng tunggu berapa hari deh ini udah ilang,” Yoel mencoba meyakinkan Papanya itu.

“Papa gundulin kamu kalau nggak ilang, Papa sita motor kamu sama Papa nggak kasih uang jajan pokoknya!”

Yoel menggerutu, “banyak amat hukumannya...”

Jevin menunjuk Yoel dengan telunjuk sambil berkata, “biar kamu nggak berulah.”

“Ini tattonya temporer aja karena lagi libur, beneran, kalau minggu depan ini nggak hilang semua hukuman itu boleh dilaksanakan,” ujar Yoel pasrah. Jevin menghela napas kasar dan menggelengkan kepalanya.

“Papa panik lagi makan siang sampai papa tinggal cuma mau jewer kamu kalau beneran ini tatto permanen tau nggak?!”

“Maaf, Pa…” Yoel sedikit cemberut setelahnya.

Yoel menunjukkan tatto di lengannya, “walaupun nggak permanen ini ada artinya tattonya, Papa mau tahu nggak?” katanya.

Jevin pun duduk di kursi yang ada di sana diikuti Yoel, Jevin menyandarkan tubuhnya, jantungnya sudah hampir copot dan hampir saja ia akan menjewer anaknya itu tapi fakta yang didapat adalah bahwa itu tatto temporer. Jevin hanya berdeham malas, masih sedikit kesal dengan tingkah iseng Yoel yang mengerjainya tapi pada akhirnya ia juga tetap mendengarkan penuturan Yoel itu.

“Ini gambar Papa, Mama, Ko Eugene, Yoel sama Icel.” Tutur Yoel, saat nama Eugene disebut maka berdesir pedihlah hati Jevin sebagai seorang ayah. Mata Jevin mengarah ke tatto di lengan bagian atas Yoel itu, Jevin menelan ludah saat melihat karakter keluarganya tertuang dalam bentuk kartun di sana. Terlihat menggemaskan dan bagus.

“Yoel…” Jevin menyela.

“Yoel kangen Ko Eugene. Yoel mau ketemu Ko Eugene tapi nggak bisa.” Nada bicara Yoel melemah setelahnya.

“Yoel…”

“Yoel mau ketemu Ko Eugene, nggak bisa, ya?” mata Yoel berkaca-kaca setelahnya. Tangan Jevin mengepal dan ia menahan dadanya yang terasa sesak.

“Tatto ini nggak permanen, bukan untuk seterusnya. Tapi Yoel nggak tahu sampai kapan lagi Yoel bisa ketemu Ko Eugene…. Sakit, Pa… sakit.” Air mata Yoel jatuh mengiringi kalimat yang ia ucapkan. Jevin pun langsung memeluk anaknya itu. Tidak perlu menunggu beberapa detik, saat Jevin memeluk Yoel, tangisan keras langsung menggema di sana, terlebih saat Jevin menepuk-nepuk punggung Yoel. Anak lelaki itu menangis terisak hebat bahkan untuk mengucapkan kalimat saja ia terbata-bata.

“Jangan nangis, nggak boleh nangis.” Jevin berbisik lirih meski matanya juga sudah panas kali ini.

“Harusnya waktu itu Yoel cegah Ko Eugene pergi, harusnya waktu itu Yoel nggak marah sama Ko Eugene, harusnya waktu itu Yoel temenin Ko Eugene.” Yoel masih menangis dan meremas baju Papanya itu.

“Udah nak, udah. Yoel yang tenang nggak boleh kayak gini terus.” Jevin mencoba tenangkan anak tengahnya itu.

Yoel memberontak tapi Jevin tetap menjaga Yoel di pelukannya, Yoel masih meronta sampai akhirnya Yoel jatuh terduduk ke lantai, Jevin ikut berlutut di depan anaknya itu, mata dan hidung Yoel memerah, bibirnya masih bergetar.

“Yoel,” lirih Jevin.

Yoel mengarahkan matanya menatap Papanya kali ini, Yoel menatap Jevin tajam, “harusnya waktu itu Yoel nggak bolehin Ko Eugene pergi, harusnya Yoel tahu Koko kenapa, Pa!” jerit Yoel sampai tenggorokannya tercekat.

“Nak, Papa juga sama, banyak hal yang Papa sesali banyak sekali hal yang Papa sayangkan selama ini. Papa juga nggak pernah nyangka Ko Eugene akan coba hal-hal gelap itu dan nyimpen semua sendiri, Papa nggak bisa maafin diri Papa sendiri yang lalai.” Jevin mencoba sedikit lebih tegar meskipun hatinya masih babak belur pasca kepergian Eugene.

Tangisan Yoel sedikit reda setelahnya, Yoel menatap Papanya itu lalu berkata, “Papa.. maaf…” katanya pelan.

Jevin pun langsung memeluk Yoel lagi, mata Jevin memejam, air matanya mengalir, “Papa juga sedih. Papa juga sedih, nak… Papa juga hancur, Papa juga mau ketemu semua kembali seperti semula lagi.”

Mendengar tangisan lirih Papanya itu, Yoel tidak bisa bendung kesedihan yang tiada terukur itu. “Yoel janji sama Papa nggak coba-coba hal yang gelap, ya? Janji ya nak? Kalau ada apa-apa bilang ke Papa. Kejadian Eugene bikin Papa nggak bisa maafin diri Papa sendiri. Papa nggak mau semua terulang.”

Yoel mengangguk dan mempererat pelukannya itu. “Ko Eugene bakalan pulang kan, Pa?” tanya Yoel lagi.

“Iya, pasti pulang. Ko Eugene pasti pulang.”

END Nahloh Eugene kenapa wkwkwk jawabannya Cuma ada di novel Broken Vessel nanti yang bakalan rilis tanggal 25 Agustus 2023 so stay tune terus sama keluarga huru hara ini ya <3