THAT WHAT'S BROTHERS DO

Yoel beranjak dari tempat tidurnya, meraih meja di sebelah ranjangnya untuk berpegangan, ia mencoba untuk tidak menggunakan tongkatnya. Perlahan, Yoel menapakkan kakinya di lantai, kaki kanannya berhasil memijak dengan aman di lantai. Kini giliran kaki kirinya yang cidera, Yoel perlahan mendaratkan telapak kakinya, tapi tiba-tiba, “Argggghhh,” rintihnya saat ia terjatuh begitu saja ke lantai. Hal itu membuyarkan Eugene yang ternyata sedang mengerjakan tugas kuliahnya di ruang tamu.

Secepat kilat Eugene berlari dan membuka pintu kamar adik laki-lakinya itu, ia mendapati Yoel terduduk di lantai sambil memegangi pergelangan kakinya. Eugene pun langsung berlutut di depan Yoel dan bertanya dengan sedikit panik, “lo kenapa, anjir, kok begini?”

Yoel hanya meringis, “sakit hehe, tadi coba berdiri gitu aja, nggak bisa ternyata,” katanya.

Ctaakkk! Eugene menyentil dahi Yoel yang membuat Yoel semakin merintih dan merengek kesakitan.

Plakk! Yoel gantian menepuk lengan kakaknya itu, “lo kejam banget sumpah, sakit tahu, Ko!”

“Makanya jangan suka ngide sendiri, jatuh, kan?” Eugene sedikit ngomel tapi tetap saja, tangan Yoel ia lingkarkan taruh di pundaknya dan ia membantu Yoel untuk duduk di tempat tidur lagi.

“Diem disini, kalau mau apa-apa bilang, gue di ruang tamu.” Eugene hendak beranjak dari sana tapi Yoel menarik tangan kakaknya itu membuat Eugene menoleh lagi, “kenapa?” tanyanya.

“Duduk bentar, Ko.” Yoel memohon. Akhirnya Eugene duduk di ranjang Yoel tepat di sebelah adiknya. Yoel meraih sesuatu yang ia sembunyikan di balik bantal di sebelahnya. Sebuah kotak ia berikan kepada Eugene yang membuat Eugene kebingungan, “apaan, nih?” tanya Eugene.

Yoel menghela napas panjang dan berkata dengan sedikit menunduk, entah karena malu atau canggung karena baru kali ini ia memberikan hadiah untuk kakaknya itu.

“Ko, gue malu sih sebenernya, but this is a small gift for you, makasih buat lo karena selalu ada waktu gue butuh, walaupun lo galak tapi lo baik, walaupun lo cuek kadang tapi lo perhatian. Walaupun kita jarang punya waktu tapi gue selalu berdoa biar apapun yang lo kerjain diberkati Tuhan. Semangat ya, Ko... kuliah sama kerja part timenya, jangan sampai sakit. Gue nggak pernah kasih kado ke lo selama lo ulang tahun selama ini, tapi tenang aja ini gue nabung sendiri kok belinya, hehe. Semoga lo suka ya, Ko.” Ucapan Yoel direspon baik oleh Eugene.

Eugene pun membuka kotak itu, matanya berbinar melihat jam tangan berwarna hitam di sana dan ia langsung memasangnya di pergelangan tangannya, senyumnya tidak luntur. Usai memasangnya, ia menunjukkan pergelangan tangannya kepada Yoel dimana jam yang Yoel beli sudah terpasang dengan pas.

“Cocok banget di lo!” kata Yoel sambil mengacungkan jempol.

Eugene mengacak rambut Yoel lalu menepuk pundak Yoel beberapa kali, “makasih ya, dek. Walaupun mungkin di mata lo tuh gue cuek, sibuk, galak dan apapun itu, tapi kalau lihat lo sakit gue juga nggak tega, kali. Denger lo cerita kalau ada yang bully lo juga gue nggak terima. Makasih ya, terharu loh gue,” kata Eugene. Sementara Yoel hanya tersenyum dan mengangguk-angguk. Tapi, saat itu Eugene memeluk Yoel dan mengusap punggung adiknya itu.

“Makasih ya, I'm proud to be your brother, jangan pernah mikir gimana-gimana because that what's brothers do,” kata Eugene lalu merenggangkan pelukan.

“Malu nggak Ko, punya adek kayak gue?” tanya Yoel.

Eugene menggeleng cepat, “I said I'm proud.”

“Makasih ya, Ko. Udah jadi kakak yang baik dan ngasih contoh yang baik. Lo jangan sakit ye, nanti yang ngejitak gue sama nyentil jidat gue siapa,” goda Yoel. Eugene terkekeh tapi langsung mendekat ke arah Yoel mengacak lagi rambut Yoel lalu merangkul adiknya itu, perlahan rangkulannya berubah menjadi lengannya yang mengunci leher Yoel sampai Yoel tertawa dan merengek bersamaan.

“Lo mau berterima kasih apa ngejekin, hah,” kata Eugene sambil menjitak kepala Yoel lalu melepaskannya. Keduanya terbahak saat menyadari rambut Yoel yang sudah berantakan bukan main.

“Dua duanya, hehe,” balas Yoel.

Tanpa mereka sadari Jevin ternyata ada di balik pintu kamar Yoel, hendak masuk tapi Jevin melihat kedua anaknya itu sedang berbicara serius sampai Jevin tidak beranjak dari sana. Melihat Eugene dan Yoel seperti ini cukup menenangkan hati Jevin. Beda cerita kalau sudah ada keributan, Jevin hanya bisa geleng-geleng kepala.