THE RESULT

Yoel menuruti apa yang dikatakan kakak laki-lakinya itu, ia mengendarai motornya dengan sedikit lebih cepat hingga sampai di rumah. Pintu rumah sudah terbuka tapi Yoel masih berada di motornya yang terparkir di garasi. Ia melepas helm dan jaketnya lalu menaruhnya di atas motornya. Tak langsung masuk, baru dua langkah menjauh dari motornya, ia mundur lagi berbalik badan dan mengacak rambutnya kasar. “Mampus, gimana ya nanti, dimarahin nggak ya?” ia bergumam sendiri dengan cemas. Yoel mondar mandir di dekat motornya tidak sadar kalau sudah ada Eugene di belakangnya.

“Heh!” Eugene menepuk punggung adiknya itu dan membuat Yoel terperanjat.

“Anjir, kaget!” kata Yoel sambil mengelus dadanya.

“Buruan masuk,” kata Eugene dengan nada datar. Tangan Eugene pun diraih Yoel lalu Yoel berkata, “gue nggak naik lagi, ya? Anjir… jangan cuek cuek sama gue, Ko.”

“Masuk buruan nggak usah berisik,” ujar Eugene sambil menepis tangan adiknya itu pelan dan berbalik badan.

“Ko!” pekik Yoel lalu menarik tangan Eugene lagi, Eugene pun melayangkan tatapan malas ke adiknya itu membuat Yoel tertunduk, “masuk nggak?” kata Eugene sekali lagi dengan tegas. Yoel tidak mengatakan apapun, ia hanya tertunduk lesu dan berjalan masuk ke rumahnya. Saat menginjakkan kaki di rumah itu, Yoel melihat kedua orang tuanya yang duduk di sofa juga Michelle, adiknya. Tapi saat Michelle melihat Yoel datang, Michelle langsung masuk ke kamarnya dengan sedikit berlari. Sementara Jevin dan Letta, langsung menatap tajam Yoel. Jevin bangkit berdiri saat Yoel mendekatinya, tak lupa Yoel memberi salam dan mencium tangan kedua orang tuanya itu.

“Malah kemana tadi Mama ditinggal?!” kata Letta dengan tegas.

“Kabur.” Yoel menunduk tidak berani menatap Mamanya.

“Bagus kayak gitu?” tanya Jevin dengan tegas.

Yoel menggeleng, “enggak, maaf ya Pa, Ma…”

Eugene hanya bersandar di pintu sambil menyilangkan tangan di depan dadanya tidak sabar melihat reaksi adiknya kali ini.

“Tahun kemarin gimana rapotnya?” tanya Letta.

“Nggak naik kelas.” Yoel berkata dengan lesu.

“Menurutmu gimana sekarang rapotnya?” tanya Jevin.

Yoel menggeleng pelan, bahkan untuk menatap kedua orang tuanya saja ia tidak berani.

“Nih, buka, baca sendiri!” Jevin berkata sambil menyerahkan rapot milik Yoel, anak lelaki itu menerimanya dengan tangan gemetar dan membuka rapotnya. Bola mata Yoel bergerak perlahan mengamati setiap angka yang tertulis juga catatan tambahan yang ada. Jelas, rapot itu milik Christiano Yoel Geneva Adrian. Mata Yoel membulat saat membaca nilai yang ia dapatkan, didominasi angka sembilan dan setiap nilainya nyaris menyentuh skor sempurna. Yoel mengangkat wajahnya menatap kedua orang tuanya yang kini saling merangkul itu.

“Christiano Yoel Geneva Adrian, peringkat satu dan udah jelas naik ke kelas sebelas!” kata Eugene yang datang dari belakang Yoel lalu merangkul adiknya itu.

“Anak Papa sama Mama naik kelas! Yoel besok kelas sebelas!” seru Letta girang. Yoel masih bingung, tidak percaya, ia menatap Eugene, Jevin dan Letta bergantian.

“Naik kelas? Beneran? Ranking satu?” tanya Yoel lagi dengan mata berkaca-kaca.

Tanpa kata, Jevin langsung menghampiri anaknya itu dan memeluk Yoel, “Ranking satu Christiano Yoel Geneva Adrian anak Papa, naik kelas ke kelas sebelas!” katanya. Yang terjadi selanjutnya adalah Yoel yang langsung menangis di pelukan Papanya itu. Letta dan Eugene terharu melihatnya.

“Yoel ranking satu beneran? Na… naik kelas? Nggak prank, kan? Beneran kan?” tangis Yoel sambil berkata dengan terbata-bata.

Eugene mengacak rambut adiknya itu pelan, “iya bocil, naik kelas, rangkingnya juga bukan prank!”

Jevin melepaskan pelukan, membiarkan Yoel bergantian dipeluk Letta dan Eugene. Sungguh, Jevin terharu bukan main.

“Udah gue bilang lo pasti naik kelas!” kata Eugene lagi sambil memeluk adiknya itu girang.

“Nggak percaya tahu, Ko. takut banget pas mau terima rapot,” ujar Yoel sambil menyeka air matanya.

“Gue aja optimis kalau lo bisa naik kelas, masa lo malah pesimis, buktinya sekarang lo ada di titik ini. Hebat cil!”

Letta juga beranjak memeluk Yoel dan mencium pipi anaknya itu, “Yoel kelas sebelas, yeayyy!!” serunya bahagia. Yoel masih sibuk menyeka air mata dan memandangi rapot yang masih tidak bisa ia percaya kala itu.

“Kayak mimpi, hehe, tapi… ta… tapi beneran naik…Paaa… Maaa…” ucap Yoel yang awalnya berusaha tertawa tapi menangis lagi di ujung kalimatnya. Hal itu membuat Letta dan Jevin gemas, sekali lagi, Letta dan Jevin memeluk Yoel sesaat. Hingga selanjutnya saat Michelle keluar dari kamar, gadis itu membawa sebuah paper bag lalu berlari kecil menghampiri kakak laki-lakinya itu.

“Koko selamat! Koko hebat, Koko pinter! Yeayyyyy!” kata Michelle saat berpelukan dengan kakaknya itu. Lalu Michelle menyerahkan paper bag itu.

“Kado sesuai janji Papa, selamat ya.” Jevin berkata sambil tersenyum. Yoel berlutut di lantai, menaruh paper bag itu lalu membuka isinya, wajah Yoel langsung sumringah mendapati sepatu Nike Jordan yang ia inginkan diberikan Papanya. Yoel langsung melompat lompat girang di tempatnya lalu memeluk Jevin dan Letta.

“Makasih, Pa.. Ma… makasih banyak!” katanya.

Letta dan Jevin memeluk Yoel juga. Rasanya terharu dan bahagia bercampur jadi satu.

“Peluk Ko Yoel!” seru Michelle sambil mendekat ke arah Yoel dan kedua orang tuanya itu. Maka saling memeluklah Yoel, Jevin, Letta, Eugene dan Michelle saat itu.

“Lo nggak boleh insecure lagi, Yo. Banyak banget hal yang bisa dibanggain dari lo.” Eugene berkata sambil menepuk punggung Yoel, jujur ia sebagai kakak juga bangga karena ia juga mengerti bagaimana selama ini Yoel belajar, tidak pernah membolos les dan lain sebagainya. Yoel sadar dan mengerti, bahkan sejak ia tidak naik kelas sekalipun orang tuanya tidak akan membencinya atau memarahinya habis-habisan yang membuatnya trauma atau lain sebagainya. Yoel juga membuktikan bahwa ia bisa berubah, tahun ini Yoel capai prestasinya, peringkat dan nilai terbaik, prestasi lain dan kali ini Yoel naik kelas dengan usahanya dan keringatnya. Seluruh keluarga Jevin bahagia dan lega, yang paling menegangkan di semester ini sudah terlewati. Tidak ada kata terlambat untuk pendidikan, meski harus mengulang satu tahun di semester kemarin tidak jadi masalah. Karena Yoel benar-benar menunjukkan perubahan dan berbagai prestasi baru. Yoel naik ke kelas sebelas!