The Truth

Tanpa ada pikiran negative tentang apa yang dilakukan Dominic di belakang Cathlyn, gadis itu pun memutuskan untuk menikmati me time nya di kedai kopi Theo. Terlebih saat pesannya diabaikan Dominic, ia semakin kesal dan memilih menikmati me time nya tanpa menunggu Dominic. Cathlyn dan Theo memang memiliki frekuensi pembicaraan dan hal-hal kecil yang sama yang mereka sukai. Theo mengetahui apa yang Domi lakukan di belakangs sahabatnya ini namun bukan ranah Theo jika mencampuri urusan mereka berdua. Cathlyn mulai kehilangan bayangan seseorang yang selalu menemaninya.

Nama yang selama ini ia jaga dan ukir harus perlahan mulai jarang hadir. Di kedai kopi Theo, Cathlyn menyalakan laptopnya dan memasang earphone serta memilih bangku agak di pojok belakang. Ia focus memainkan game AyoDance yang baru saja ia install. Theo datang membawakan segelas Latte dan toast serta french fries.

“Perasaan gue cuma pesen Latte doang kenapa jadi beranak pinak?” Tanya Cathlyn heran sambil melepaskan earphone yang menyangkut di telinganya. Theo yang duduk di depannya menutup sedikit laptop Cathlyn yang menghalanginya melihat wajah cantik gadis di depannya itu.

“Ngegame sama Overthinking itu butuh tenaga, Cantik.”

Mendengar ucapan Theo itu Cathlyn mengerucutkan bibirnya,

Pret, banget dah, nggak ada yang bilang gue cantic pereuz banget lo, Theo. Gue nih cewek jadi jadian haha.”

“Serius cantik kok, with or without make up.”

Cathlyn sedikit tertegun mendengar perkataan Theo.

“Eh anyway gimana suka nggak sama modif motor barunya? Skotlet nya kurang apa? Udah nutup semua body kan?” tanya Theo mengalihkan pembicaraan.

“Iya gue suka banget! Makasih ya, cuma lo yang ngerti gue ajak diskusi beginian!” Cathlyn mengacungkan jempol di depan Theo sambil tertawa kecil.

“Buset kenapa lucu banget kalau lagi begini,” gumam Theo dalam hati menyadari tingkah lucu gadis di depannya ini.

“Gue kudu gimana sih, Theo? Dominic tuh makin nggak jelas kan? Kaya ada sesuatu aja yang dia sembunyiin, he is still treat me like a queen but after that hilang aja susah dihubungin. Komunikasi nggak lancar tapi kalau ketemu nggak ada yang berubah, you know dia udah resign dari kampus, dia lagi daftar FA as he said before tapi entah kelanjutannya gimana. Capek bro!” Cathlyn curhat dengan nada sedikit ngomel. Theo mendengarkan gadis di depannya ini dengan seksama. Sembari Cathlyn menyesap lattenya, Theo menyandarkan tubuhnya ke kursi lalu menyilangkan tangannya di depan dada. Menatap gadis di depannya yang mulai menutup laptopnya. Cathlyn menghela nafas lalu mengambil dan menyantap beberapa kentang gorengnya,

“Enak ni, Yo,” ujar Cathlyn, ia juga mencoba toast gratisnya itu juga.

“Theo, enak nih pas banget.” Cathlyn mengacungkan jempol di depan wajah Theo.

Theo hanya terkekeh kecil melihat tingkah gadis yang sedang galau ini.

“Apa gue bilang, butuh tenaga kan? Butuh asupan konsumsi kan? Haha,” tawanya tipis.

“Dunia nggak adil, bro.” Cathlyn mengambil french fries dan menikmatinya lagi. Theo mencondongkan badannya mendekat ke meja dan menopang dagunya dengan satu tangan dan menatap Cathlyn.

“Apanya yang nggak adil, sist? Mana letak nggak adilnya?”

“Kaga adilnya adalah kenapa waktu ketemu aja dia masih jadi Dominic yang sama, kenapa kalau lagi nggak ketemu alias virtual komunikasi dia bener bener berubah? Dia aslinya dua orang apa gimana?” Cathlyn mengusap bibirnya dengan tissue lalu menyeruput Latte nya lalu melanjutkan bicaranya lagi.

Seems like I lost my support system, I miss the old of us gitu anjir bahasa gue asik bener kan bahasa gue,” kata Cathlyn yang mengundang gelak tawa Theo.

“Ya lo nggak kehilangan lah. Orang Dominic masih bisa lo lihat masih bisa ketemu yang hilang apanya? Yang hilang ya cuma suasana yang lama aja. Cinta itu nggak egois dan nggak maksain. Cinta nggak cuma perihal saling take and give. Jadi nggak bisa satu pihak give doang nggak bisa satu pihak yang take doang jadi sama sama ada take and givenya. Dominic masih ngabarin lo kan? Kalau lo ngerasa dia berubah atau dia juga bisa ngerasa lo berubah, take your own time. I mean you both, kalau lagi ada di titik jenuh ya ngomong lah baik baik berdua.” Ucapan Theo itu membuat Cathlyn terpaku dan terdiam. Seketika itu juga bayangan tentang pria bernama Dominic berseliweran di pikirannya.

“Theo, ini udah kesekian kalinya gue ngalah sama keadaan. Gue kadang sampai nanya gue ada salah apa gimana kenapa jutek banget kaya esia hidayah. Gue capek tau, Theo. Kalau lo tahu kadang gue mikir dia mau break aja apa gimana sih?” suara Cathlyn terdengar putus asa.

“Di kamus gue nggak ada kata break. Break itu apa? Ngasih space? Buat apa? Mikir mau lanjutin? Terus satu pihak benerin mikirin kelanjutan hubungan dan berusaha perbaikin, tapi brengseknya kadang satu pihak lain malah cari cadangan pengganti. Selama ini kasus break tuh kaya gitu doang, Lyn. Kelar mah kelar aja lanjut yaudah ayok, kadang orang ngajak break cari kesempatan aja biar dia waktu ngelepas udah ada gantinya.”

“Theo ....”

“Hm?”

“Gue pengen nangis deh, lo tau nggak sih Dominic pernah bilang mau ajak gue married. Tapi ajakan marriednya nggak sinkron sama sikap dia kalau di virtual bahkan in real life. You know gue blak-blak an aja ya, Yo. A few times ago, dia ajak gue cuddle gue nggak percaya cowok ngajak cuddle pure cuddle aja mungkin gue terlalu negthink tapi takut aja bablas, apalagi ngajaknya di hotel dia smoker terus suka tipsy bahkan kobam. Gue pernah sekali staycation sama Dominic, ya you know lah orang pacaran ngapain. But he want more than that we usually did. I mean, gue kaget dia kenapa bisa ngajak gue having sex segampang itu. Gue nggak mau kan, dia ngambek dia kaya langsung agak diem gitu,” tutur Cathlyn, matanya berkaca kaca.

“Serius?!” mata Theo mendelik kaget mendengar ucapan Cathlyn, ia teringat beberapa kala itu ia melihat Dominic pergi ke sebuah apartemen dan bersama dengan wanita lain. Serendah itu kelakuan Dominic kepada Cathlyn? Theo terdiam.

“Theo ...“ Cathlyn membuyarkan lamunan lelaki itu.

“Eh ... I... iya?” Theo terbata-bata.

“Gue pengen nangis deh, lo pindah sebelah gue sini dah biar gue kaga dilihat orang.” ucapan Cathlyn membuat Theo kaget dan panik. Gadis ngegas di depannya ini belum pernah mengatakan ingin menangis bahkan belum pernah Theo melihat ia menangis. Dengan cepat Theo memindah kursinya ke sebelah Cathlyn dan dilihatnya Cathlyn sudah berkaca kaca dan membenamkan wajahnya di tangan yang ia lipat di atas meja. Punggung Cathlyn bergetar menangis dengan sedikit tersedu.

“Gue terlalu capek Theo sama semuanya gue capek pura-pura fine jalanin ini semua. Mau sampai kapan? Gue takut one day dia ninggalin gue, gue udah sayang banget sama dia. Tapi kalau harus lakuin hal hal kaya gitu gue nggak bisa, Theo.” Ucapan Cathlyn ikut menggetarkan hati Theo walaupun ia menahan sedikit tawa saat mendengar “Hujan di pipi” begitulah Cathlyn dengan gayanya yang masih sedikit bercanda padahal sedang patah hati. Tangan Theo menepuk pelan pundak Cathlyn.

“Nangis aja nangis sepuas lo, hujan badai di pipi nggak masalah nanti gue kasih kopi rum buat take away,” hibur Theo. Namun Cathlyn malah semakin terisak.

“Theo, gue kudu gimana sama Dominic biasa gue peluk dia, dia peluk gue we both spend time together hug and kiss each other how can, Theo? But I can’t do something that he asked, he gave me this ring tho.” Theo mengingat cincin yang berada di jari Cathlyn yang pernah Cathlyn perlihatkan. Hatinya sedikit hancur tiap kali melihat cincin yang terpasang di jari Cathlyn pemberian Dominic itu.

Try it slowly, tolak pelan pelan. Gue nggak mau menghakimi ya Lyn, tapi sex doesn’t make someone stay entah cewek atau cowok yang minta please. You need to take a risk about that, gue yakin lo nggak segila itu. Ancem putusin aja kalau domi ajak begituan lagi!”

“Theo!!” Cathlyn semakin menangis Theo bingung dan panik.

“Buset, jangan nangis gini ah elah.”

Cathlyn perlahan mendongakkan kepalanya dan duduk bersandar di kursi, Theo reflek mengambil tissue dan mengusap air mata yang berjatuhan di pipi Cathlyn.

“Anjir, kok gue ikut sedih sih,” kata Theo.

“Cewek ngegas nggak boleh nangis, percintaan usia dua puluhan emang pelik mungkin yang lo alamin bikin semua nggak adil buat lo. Tapi please lo punya pilihan buat stay or Leave.” Kalimat Theo membuat Cathlyn sedikit berpikir.

“Susah yo buat ninggalin gitu aja apalagi buka lembaran baru sama orang yang baru, ngelupain nggak segampang jatuh cinta,” pungkas Cathlyn.

“Emang gue nyuruh lo langsung jatuh cinta? Enggak kan?” Ucapan Theo sekarang hati dan pikiran Cathlyn tidak terang dan juga tidak gelap. Terlalu banyak ketidakpastian. Bagaimana ia melepas Dominic? Bagaimana ia menjalani hari tanpa Dominic? Bagaimana jika Dominic menemukan pelabuhan cintanya sedangkan Cathlyn belum? Bagaimana Cathlyn bertahan jika harus melihat Dominic ada di pelukan orang lain? Bagaimana ia menjauhi Dominic secara perlahan? Semuanya berkecamuk dalam hati dan pikiran Cathlyn. Ternyata benar, hubungan di usia krusial kadang semenakutkan ini. Padahal Dominic masih ada dan masih bisa ia lihat dan pastikan keadaannya. Haruskah ia mulai melepas rasanya terhadap Dominic karena perubahan sikap Dominic? Cathlyn seperti kembali terisak namun Theo dengan sigap menyandarkan kepala Cathlyn di dada bidangnya membiarkan gadis itu menangis sepuasnya.

Tiba-tiba bel kedai kopi itu berbunyi nampak dua orang memasuki kedai, wajah mereka nampak tidak asing, seorang gadis dan seorang lelaki berhenti sesaat sebelum memilih pesanan mereka. Gadis itu menepuk nepuk lengan lelaki disebelahnya, jari telunjuknya menggantung menunjuk tempat duduk Theo dan Cathlyn. Celine yang kebetulan bertemu Dominic saat di parkiran pun berjalan berdua memasuki kedai kopi itu. Dominic melacak keberadaan Cathlyn lewat GPS yang ada, sedangkan Celine memang hanya sengaja ingin ke kedai kopi tersebut, lelaki bernama Dominic itu langsung menghampiri Theo. Celine mengikuti di belakangnya. Langkah kaki lelaki ini nampak seperti tidak sabaran. Mata Dominic melihat Theo memeluk Cathlyn.

“Theo?” ucapnya saat sampai di hadapan Theo dan Cathlyn. Keduanya kaget dan langsung membenarkan posisi duduk mereka, Cathlyn langsung cepat cepat mengusap air matanya dengan tissue dan bertindak seolah tidak terjadi apa apa namun mata nya tidak bisa berbohong.

“Eh, bro!” Theo bangkit berdiri.

BUG! Satu kepalan malah langsung mendarat di pipi Theo.

“Dominic!” Teriak Cathlyn dan Celine bergantian. Theo terjatuh ke lantai akibat pukulan Dominic, ia tidak membalas. Dominic mencengkeram kerah baju Theo. Sedangkan Theo hanya diam dan memegangi pipi dan rahangnya yang terkena pukulan Dominic.

“Apaan sih, Dominic!” Cathlyn menarik tubuh Theo menjauh dari Dominic. Celine mencoba menengahi Dominic dan Theo juga.

“Lo ngapain bangsat sama cewek gue? Selingkuh lo berdua?! Iya, Lyn?!” ucap Dominic emosi.

“Kamu apaan sih?! Yang selingkuh siapa?! Gila kamu ya?!” Cathlyn tidak kalah berteriak.

“Dengerin dulu, jangan emosian!” lerai Celine.

“Ya apaan pake pelukan segala, ngapain?!” Dominic menatap tajam Theo.

“Nggak semua hal kamu harus tahu sekarang!” pekik Cathlyn lalu menyerobot tasnya dan keluar dari kedai kopi itu. Dominic mengejarnya, berusaha meraih tangan Cathlyn namun Cathlyn menghempaskannya. Sampai di parkiran kedai kopi itu Dominic masih menahan Cathlyn.

“Lyn!” Dominic berhasil menarik tangan Cathlyn. Gadis itu menghentikan langkahnya, napasnya terengah engah, ia masih mengatur emosinya agar air matanya tidak tumpah lagi.

“Apa?!” kata Cathlyn dengan nada ketus.

“Kamu ngapain sama Theo? Aku salah apa?!”

Cathlyn menghempaskan tangan Dominic lagi agar tidak mencengkeramnya. “Salah kamu? Kamu bikin aku nggak ngerti kita ini apa hubungan kita ini apa, Dom. You pretend like nothing happened but something wrong with our relationship! Kamu berubah banget kalau kita nggak ketemu, kamu berubah dingin. Kalau ketemu memang you treat me like a queen, tapi semakin kesini aku nggak ngerti sama perubahan kamu dan permintaan aneh aneh kamu, Dom. Theo Cuma nemenin aku curhat aja, he told me how to control this feeling! Kamu dateng main pukul aja, kan? So, what?!”

“Terus kamu nyalahin aku kamu ngira aku sengaja?!”

“Nggak enak kan tiba-tiba dituduh? That’s what I feel right now!” mata Cathlyn menatap Dominic tajam namun mata itu mulai berair.

Dominic langsung memeluk Cathlyn erat.

“Lepasin!” Cathlyn memberontak namun Dominic menahannya.

“Kalau kamu nggak bisa lanjutin kita udah aja, Dom. Aku capek aku nggak bisa kasih hal yang kamu minta.” Cathlyn mulai menangis di pelukan Dominic. Dominic menangkup kedua sisi pipi Cathlyn dilihatnya dalam dalam mata gadis yang menangis tersedu itu. Ditatapnya tajam sampai gadis itu hanya bisa terisak menatap Dominic.

“Nggak, Lyn. Kita belum selesai!”

“Mau sampai kapan? Kamu harusnya paham setiap langkah yang kita ambil seiring sama perpisahan bukan kebahagiaan! Kelakuanmu makin kesini makin bikin aku asing!”

Dominic belum bisa melepaskan gadis ini, tapi tidak bisa terus menyiksanya dalam ketidakjelasan. Ini sudah diujung perpisahan. Perpisahan yang seharusnya terjadi diantara mereka. Yang Dominic tahu hanyalah ia mencintai Cathlyn, ia tidak ingin Cathlyn pergi, ia tidak ingin melepaskan Cathlyn namun ia tidak bisa berhenti menyukai Cathlyn. Gadis itu tersenyum diatas tangisnya menatap lelaki di depannya.

“Kita udah di puncak perpisahan, Dominic. Jadi udah, ya? Ya?” suaranya bergetar parau. Hati Dominic semakin hancur. Isak tangis hebat tidak bisa dibendung Cathlyn. Sayatan luka itu kali ini semakin perih. Mengucapkan perpisahan sepedih ini ternyata. Bagaimana dua insan yang saling menjaga saling mencintai dan berbagi suka duka harus melepas satu sama lain. Ini baru perpisahan yang masih bisa saling bertemu. Bagaimana perpisahan Cathlyn dengan Theo? Sinar bulan dan taburan bintang malam itu menjadi saksi keikhlasan Cathlyn melepas dan keegoisan Dominic mempertahankan menggenggam Cathlyn.

“Lepasin aku, ya? Aku nggak kuat sama perubahan sikap kamu, Dom.” pinta Cathlyn lirih. Dominic kembali memeluknya lagi. Lebih dalam dan hangat dari sebelumnya. Dominic merenggangkan pelukan dengan cepat.

“Say that you don’t love me anymore! Look at my eyes, Lyn!” ucapan Dominic itu membuat gadis bernama Cathlyn menggigit bibir bagian bawahnya menahan isakan tangisnya yang akan meledak.

“Lyn!” Dominic memegang kedua bahu Cathlyn dan menggoyangkannya dengan sedikit kencang. Gadis itu tertunduk pasrah.

Sementara itu di depan pintu kedai Celine terburu buru ingin menghampiri Dominic dan Cathlyn namun Theo mencegahnya.

“Nggak usah.” Pinta Theo dan memberi isyarat agar Celine diam di tempatnya. Akhirnya Theo dan Celine menunggu di dalam kedai dan memberi space untuk Cathlyn dan Dominic.

“Dominic, please!

“This time told us different stories, it takes time to understand. Takes time to realize and reflect. Things will get better, Dominic. With or without me. I Promise.” hati Dominic hancur saat itu juga mendengar ucapan Cathlyn. Terlebih Cathlyn yang harus mengatakannya dengan berat hati.

Dominic meraih jemari Cathlyn, menggenggamnya dengan kedua tangannya. Cathlyn sibuk menatap dan membuang pandangannya ke samping kanan kiri dan mengerjapkan matanya dan menghela napas untuk menahan air matanya tumpah namun tetap saja butiran kristal itu jatuh membentuk sungai kecil di pipinya.

“Lyn. “

“Dominic! Listen to me for this time, please. I beg you. Kamu sayang nggak sih sama aku? You promised me that we’re gonna getting married! Jangan kaya gini! Aku nggak bisa kasih hal yang kamu minta before marriage.”

Mendengar ucapan itu Dominic melepaskan genggaman tangannya, membingkai pipi Cathlyn dengan kedua tangannya menghadapkan wajah Cathlyn kepadanya. Menatap tajam mata Cathlyn. Jelas ia melihat masih ada cinta dan harapan bersama dari sorot mata Cathlyn. Tangan yang ia genggam pun masih hangat.

“Maafin aku. Maaf, aku selama ini cuma nyakitin kamu aku bodoh banget nggak pernah lihat kamu dan berapa banyak luka yang aku goresin, Lyn. I know, when I look into your eyes like now I see pain. When I hold your hands I can feel your fear. You hide all of your scars that I made. I’m sorry, Lyn. Tapi aku masih Dominic dengan perasaan yang sama, Lyn.” Mendengar kata kata Dominic ini, tangis Cathlyn pecah saat itu juga. Dengan sigap Dominic mendekap Cathlyn dalam pelukannya.

“Nangis Lyn sesuka kamu sepuas kamu pukul aku sampai kamu puas tapi jangan tinggalin aku, aku nggak mau pisah jangan pernah ada kata pisah, I deserve it.” ujar Dominic yang langsung dibalas pelukan erat dari Cathlyn.

“Nggak ada kata pisah ya? Aku minta maaf setelah ini aku nggak akan jadi Dominic yang berbeda menurut kamu, aku nggak akan minta hal hal bodoh itu lagi. You can keep my promise, Lyn. Aku janji aku pegang janjiku buat tetep married sama kamu! Aku janji!”kata Dominic lagi.

“Dom aku udah nggak bisa, udah ya?” Cathlyn masih terisak Dominic merenggangkan pelukan menatap gadis yang menunduk sambil menangis di depannya ini,

You can leave me if I asked you that kinds of things again, Lyn.” ujar Dominic masih menahan dan tidak membiarkan Cathlyn mengakhiri hubungan mereka.

“Dom, udah. Aku capek!” Cathlyn meraih jemarinya sendiri melepaskan cincin yang pernah Dominic pasangkan di jari manisnya. Cathlyn mengembalikan cincin itu kepada genggaman Dominic.

“Yaudah kalau capek kita break aja dulu, Lyn masih bisa kan?” Dominic malah mencengkeram bahu Cathlyn, gadis itu menepisnya kasar. Keduanya saling menatap tanpa satu kata pun, hanya air mata yang mengalir di pipi Cathlyn.

“Aku nggak bisa!” Mereka berdua bagaikan bintang dan langit malam. Yang muncul selalu berdampingan dan melengkapi satu sama lain. Tetapi malam selanjutnya akan terasa sepi, langit kesepian, seakan hari demi hari bintang indah itu pergi meninggalkan langit sendiri. Hati Dominic dan Cathlyn pun mungkin akan terasa sepi. Indahnya cinta yang menghiasi hari mereka dan hati mereka perlahan menghilang dan hanya meninggalkan sepi.

“Nggak ada kata break di kamus hubunganku!” Ucapan itu dilontarkan Cathlyn dengan keras kepada lelaki di depannya ia mengingat apa kata Theo kala di kedai tadi. Dominic terdiam terpaku mendengar ucapan Cathlyn.

“Kamu mau putus? Iya? Aku lagi apply ke flight attendant Lyn biar aku bisa punya masa depan buat kita. I do this for you and for us!”nada suara Dominic meninggi. Theo yang geram dari kejauhan melihat Dominic semakin tidak terkendali pun mendekat ke arah mereka.

“Dom santai.” Theo menengahi mereka berdua.

“Apa lo?! Nggak usah ikut campur!” bentak Dominic sambil mendorong tubuh Theo hingga Theo tersungkur ke tanah.

“Domi! Apaan sih!” Cathlyn juga panik dan membantu Theo berdiri, Theo langsung menepis lembut Cathlyn memberi tanda ia baik baik saja. Theo bangkit berdiri dan langsung menghantam Dominic dengan satu kepalan tangan BUG!

Dominic tidak mau kalah, ia membalas dua pukulan kepada Theo yang membuat Theo tersungkur lagi. Celine mendekat kearah mereka juga melerai kakaknya dan Dominic, namun tenaga dua lelaki ini lebih besar daripada Celine dan Cathlyn.

“Nggak, lo berdua kenapa sih?!” Cathlyn masih menangis, Celine yang sedikit panik berusaha menenangkan Cathlyn.

“Pukul gue sesuka lo! Tapi Cathlyn harus tahu kebrengsekan lo, Dom!” Theo emosi dan menatap Cathlyn sesaat sebelum menatap Dominic yang mencengkeram kerah bajunya sekarang.

“Apa maksud lo bangsat?!” tanya Dominic emosi,

“Turutin kemauan Cathlyn putus! Karena Cathlyn nggak pantes dapet cowok tukang selingkuh kaya lo! Kelakuan rendahan lo ngajak Cathlyn lakuin hal yang nggak seharusnya kalian lakuin udah nunjukin betapa toxic nya lo, Dom!” Cathlyn terkejut bukan main dengan ucapan Theo, BUG! BUG!

Kali ini dua pukulan mendarat lagi di pipi Theo, lelaki itu tidak membalasnya sama sekali, Dominic berkuasa atas tubuh Theo. Ia masih mencengkeram kerah baju Theo dan mendelik tajam.

“Jaga ya mulut lo jangan sembarangan!”

“Lo pikir gue nggak tahu? Lo pikir lo pantes dapetin Cathlyn?!” balas Theo

“Domi! Theo udah!”Cathlyn menarik tubuh Dominic, Celine menarik tubuh Theo menjauh dari Domi, keadaan sangat chaos.

“Awas! Lepasin Lyn!” Dominic menghempaskan Cathlyn dengan kasar,Cathlyn juga menjadi jatuh tersungkur, siku tangan yang menahan tubuhnya berdarah akibat dorongan keras dari Dominic. “Aw!” rintih Cathlyn, Dominic langsung menghampiri Cathlyn dan meminta maaf karena ketidaksengajaannya itu. Namun Cathlyn menepis tangan Dominic.

Tell me, is it true? Kamu selingkuh?!” Cathlyn bertanya dengan suara parau, luka di tangannya belum ada apa apanya dibandingkan sakit hatinya kali ini.

“Lyn ....”

“Jujur Dom!”

“Lyn aku bisa―”

“Haha, so it’s true?” Cathlyn bangkit berdiri dengan tenaganya sendiri. Theo dan Celine mendekati Cathlyn.

So, leave me, Dom. Aku udah suruh kamu bilang kan kalau kamu bosan, aku udah bilang ngomong kalau jenuh, aku nggak ada toleransi buat kebohongan besar dalam hubungan!” namun Dominic masih mengelak, Theo dan Celine masih berdiri mematung memandangi kedua sahabatnya yang tengah menyelesaikan pembicaraan pelik itu. Theo memegangi rahangnya yang terasa sakit serta ujung bibirnya yang mengeluarkan darah itu, PLAK!

Satu tamparan dilayangkan Cathlyn untuk Dominic.

Can you just stop it? We are .... enough,” ucap Cathlyn menatap Dominic sesaat lalu meninggalkan Dominic disana dan menuju mobilnya, Celine menyusul Cathlyn dan Theo berjalan mendekati Dominic.

“Udah cukup lo sakitin dia, gue akuin lo main rapi banget tapi Cathlyn amat sangat berhak bahagia!” ucap Theo sebelum berjalan pergi meninggalkan Dominic disana dengan penyesalannya.