Their First Night

Petra sedari tadi memperhatikan suaminya yang tengah meracau di atas ranjang. Bibir sang tuan tak henti berkata dan merapalkan kalimat demi kalimat, Jovian mencurahkan semua isi hatinya tentang peliknya perasaannya saat ini. Petra hanya diam mematung lalu mendekat dan mulai melepaskan dasi, ikat pinggang dan melonggarkan kancing kemeja yang Jovian kenakan, mengusap kening pria yang penuh peluh itu.

“Jov, jangan ngedrunk terus,” katanya dengan suara parau.

“Lea.. aku mau Lea..” kalimat itu dirapalkan Jovian mungkin dibawah alam sadarnya.

“Nggak ada Lea disini.” Petra berkata sedikit ketus namun tangannya sudah berhasil melucuti ikat pinggang dan dasi Jovian, kini ia membuka beberapa kancing kemeja suaminya itu.

“Nggak!” Balas Jovian masih dalam racaunya. Petra kesal, ia bangkit berdiri namun Jovian menarik lengan wanita itu, ia membuat Petra terlentang di tempat tidur sekarang.

Jovian pun mengukung tubuh Petra di bawahnya, wajahnya berdekatan dengan wajah Petra hingga embusan napas mereka bisa mereka rasakan satu sama lain.

“Jov...” Petra terbelalak saat Jovian menempelkan ujung hidungnya dengan ujung hidung Petra.

So pretty,” kata Jovian sambil membelai pipi Petra.

“Mirip Lea,” katanya lagi.

Can you just stop talking about her? Aku istri kamu!” pekik Petra, wajah sayu Jovia berubah menjadi datar, matanya memerah.

“Aku nggak akan pernah jadi Lea!” balas Petra dengan nyaring ia sedikit memberontak namun Jovian menahannya,

Forget her! She is other man’s wife now!” perkataan Petra itu yang membuat Jovian sedikit geram lalu menekan kedua pipi Petra dengan tangannya.

“Jangan pernah punya perasaan sama aku! Satu tahun nikah kita udahin semuanya.” Jovian mengatur napasnya yang berderu.

“Punya perasaan atau enggak itu urusanku, urus masa lalu kamu yang belum selesai! Kamu pecundang yang belum bisa beranjak padahal kamu yang menghempaskan, ngerti?” kekeh Petra. Jovian yang mendengar perkataan itu langsung melumat bibir Petra kasar,

“Jovian, hmphh―” Petra memekik sambil meremas baju Jovian saat suaminya itu melumat bibirnya dengan tempo terburu-buru. Jovian mengunci kedua kaki Petra dengan kakinya, tak dibiarkannya Petra memberontak. Beberapa botol alkohol memang ambil andil untuk perilaku Jovian saat ini. Beberapa kali Petra melawan tidak membuahkan hasil hingga akhirnya tak ada perlawanan lagi dari Petra hingga saat itu juga Jovian melumat kasar kedua belah bibir Petra dan menggigitnya. Petra pun menekan dan sedikit mendorong tubuh Jovian hingga sedikit terbentang jarak diantara mereka.

“Apaan sih, Jov?!” pekik Petra. Jovian menjauh, Petra buru-buru bangkit dari tempat tidur namun saat hendak keluar kamar, Jovian menahannya menarik dan membenturkan tubuh Petra ke tembok.

I need you right now,” ucap Jovian dengan suara beratnya, tubuh Petra terpenjara diantara dua lengan yang menahan di sisi kanan dan kirinya. Jovian kembali melumat bibir Petra namun kali ini dengan sedikit lembut,

“Jov...” bisik Petra dalam lumatannya.

Don’t go, please don’t,” kata Jovian lembut. Pria dengan sejuta misteri yang sulit diterka itu memang membuat Petra terombang ambing dalam perasaannya. Akhirnya permohonan itu dikabulkan Petra. Seiringan dengan wajah keduanya yang mendekat, bibir Petra sudah membalas lumatan dan aksi dari Jovian. Petra yang hanya menggunakan lingerie sexy dress saat itu pun mulai melepaskan semua kancing kemeja Jovian. Keduanya saling melucuti helaian benang yang menempel di tubuh mereka. Hingga saat ini tidak ada lagi sehelai benang pun yang menutupi tubuh keduanya.

Jari panjang Jovian meraba seluruh lekuk tubuh Petra, bergerak cepat di bawah sana di pusat pertahanan tubuh Petra, wanita itu melemah. Petra mulai kehabisan tenaga ia hanya bisa pasrah, ia membiarkan sang tuan merajai tubuhnya, terlalu lelah hati dan fisik Petra saat ini. Akhirnya Jovian pun mengangkat dan menggendong tubuh Petra dan membaringkan wanita itu di tempat tidur, Jovian menahan tubuhnya dengan sikunya dan tidak melepaskan pagutan dan lumatan yang mulai terjalin lembut walaupun masih saling membalas itu.

Petra sempat menahan sejenak tubuh Jovian sebelum ia mengambil napas dan akhirnya sang puan yang sudah dibuai renjana nikmat kala itu menarik dagu Jovian lagi dan meraih bibir sang tuan, diusapnya lembut dengan telunjuknya sebelum dibiarkan bertaut dan bertukar saliva. Jovian masih memimpin permainan. Tidak ada lagu yang disenandungkan, hanya ada nama dalam setiap lenguhan. Nama masing-masing dalam setiap desahan. Peluh bercucuran menemani dua sejoli yang merasakan gelenyar panas dalam tubuh masing-masing.

Tangan Jovian mulai lihai memainkan dua gundukan kenyal yang ada di dada Petra, meremas dan membuat kepuasan satu sama lain, permainan Jovian menjadi lembut setelahnya. Kepala Petra sempat menengadah dan ia melenguh saat jari Jovian bergerak sensual memutar dan memilin puncak payudara Petra. Ciuman Jovian kini berpindah ke leher jenjang Petra. Dan jari Jovian kembali bermain di pusat tubuh Petra membuat wanitanya mengerang dan mendesah.

Nama Jovian yang terucap di setiap lenguhan Petra, kini keduanya sudah hanyut dalam buaian nikmat malam, tak ada yang melawan, menolak atau memberontak. Gerakan jari Jovian di bawah sana semakin cepat, bibirnya kini berpindah ke payudara Petra meraup dan melahapnya tanpa henti, gerakan lidah memutar dan menekan membuat Petra semakin menggila di bawah sana.

“Jov, ngh..

Moan my name, louder, as long as you want,” balas Jovian Saat itu juga Jovian sedikit menggigit puncak payudara Petra hingga membuat tubuh Petra membusung namun kembali diraupnya payudara itu tanpa henti. Lidah Jovian juga menjelajah dada dan perut Petra memberikan kenikmatan di setiap inchi nya. Kini Jovian membuka paha Petra lebar, mengecup setiap jengkal hingga kini ia ada di depan pusat tubuh Petra,

Don’t ever do that kalau kamu belum, akkhhh mhhhh―” belum sempat Petra menyelesaikan kalimatnya pertahanan Petra di bawah sana sudah diserang oleh lidah dan bibir Jovian. Jovian benar-benar membuat tubuh Petra bergetar saat itu, lidahnya bermain di bawah sana dan bergerak naik turun dan menekan dengan cepat, dihisap dibukanya bibir vagina Petra dan dimainkannya lidah Jovian disana dengan cepat, rematan diberikan Petra di rambut dan punggung Jovian.

Mhhh Jovian you can take all of mine nnghhh” lenguhan Petra diabaikan Jovian karena ia masih asik bermain dengan pertahanan Petra. Jari dan lidah Jovian bergantian bermain di bawah sana. Dada Petra beberapa kali membusung hingga ia mabuk kepayang.

“Jovian ahhh” Petra melenguh, saat Jovian sudah merasakan pusat tubuh Petra yang basah, Jovian kembali naik menguasai tubuh Petra, diarahkannya pusakanya dengan milik Petra hingga Jovian memberi tiga kali hentakan agar miliknya masuk dengan sempurna.

“Ahhh!” pekik Petra saat merasakan sesuatu robek di bawah sana. Sakit dan perih di saat yang bersamaan. Petra meneteskan air mata, Jovian terbelalak saat menyadari hal itu, ia benar-benar mengambil mahkota Petra malam itu. Mereka sama-sama menjadi yang pertama untuk mengambil harta kepemilikan satu sama lain.

“Petra, I did it, can I?” tanya Jovian.

Just take it, I want you, I’m yours, love.” Petra sudah memejamkan matanya disana walaupun air mata mengalir. Jovian membelai lembut pipi Petra dan mengecupnya berkali-kali. Jovian memang tengah mabuk hingga mungkin ia akan lupa atas apa yang mereka lakukan. Dibungkamnya mulut Petra dengan belah bibir Jovian, agar wanita itu tidak merintih. Rasa sakit berusaha Jovian redam, Petra memeluk leher Jovian erat hingga ia menyadari Jovian sudah menggerakkan pinggulnya disana. Sensasi rasa sakit dan perih perlahan sirna, Petra mengatur napasnya dan mulai menikmati rasa nikmat yang membuainya saat ini. Desahan Petra semakin sering terdengar dan nama Jovian satu-satunya tuan yang merajai hatinya lah yang terucap merdu. Bak candu bagi Jovian.

Jovian adalah pemain lihai yang berhasil meredam rasa sakit yang Petra baru kali ini rasakan, dimanjakannya wanita yang tidak Jovian cintai dengan kecup lembut dan memabukkan di setiap jengkal tubuh Petra, pipi, dahi, telinga, leher dan dada tidak lepas dari kendali dan kuasa Jovian dengan lembut dan lihai, Petra tidak melawan malah menyerahkan diri seutuhnya untuk pria yang merajai tubuhnya kali ini. Petra semakin melenguh dan mendesah di sana, sungguh ini yang pertama kali bagi keduanya.

“Jov pelan ahh mhh,” desah Petra, akhirnya Jovian memberikan gerakan pelan dan lembut tapi memabukkan untuk Petra dan tak bisa dipungkiri Jovian kini juga merasakan hal yang sama. Jovian memberi sela untuk Petra mengambil napas setelahnya,

“Akhh! Jovian!” Kedua mata sayu Petra menatap mata tajam Jovian yang sedang menyeringai usai memberi satu hentakan hebat. Jovian memasukkan jari telunjuk dan jari tengahnya agar dikulum oleh mulut hangat Petra.

I want your lips, I want your mmmpphh―” rengek Petra, Jovian langsung menuruti menyerahkan bibirnya untuk dikuasai Petra. Tangan Jovian meraih gundukan payudara Petra dan meremasnya sensual. Tangan Petra masih meremas rambut Jovian mengikuti tempo ciumannya agar rasa nikmatnya tersalurkan.

Kehidupan kebersamaan mereka tautkan dalam setiap cecapan dan setiap tanda di tubuh Petra saat itu menjadi saksi bahwa Jovian masih ingin Petra ada disana walaupun sering ia tiadakan. Sedikit resah tubuh Petra kala itu hingga akhirnya Jovian memberikan beberapa hentakan hebat yang menjemput pelepasan Petra. “Jov I wanna ahh coming out nghh

Ahh you’re so tight mhhh, Lea I wanna cum ahh nghh, together mhh” desah Jovian kala itu membuat Petra membuka matanya. Jovian masih terpejam, melumat brutal bibir Petra, namun mengapa nama Lea yang disebutkan Jovian dalam desahnya?

“Jov, aku...” belum sempat Petra berkata, Jovian sudah menumbuk miliknya keras-keras, Jovian juga memberikan gerakan lebih cepat hingga akhirnya Jovian masih bergerak namun ia membuka matanya dan melihat mata yang terpejam di bawah sana. Ia kembali bergerak menjemput agar keduanya menjemput pelepasan bersama, Jovian meredam rasa asing dan perih yang mungkin di rasakan Petra saat itu dengan peluk dan kecupan berkali-kali di bibir dan kening Petra.

Namun, ada alasan lain mengapa Petra saat ini meneteskan air mata, nama yang terucap bukan namanya. Saat ini Jovian tidak ingin egois, melakukannya bersama maka kenikmatan itu harus dirasakan berdua, bukan sendiri. Akhirnya beberapa gerakan brutal setelah itu membuat keduanya sampai pada puncaknya dan Jovian melepaskan cairan asmaranya di dalam milik Petra yang membuat Petra menggelinjang dan merasakan nikmat yang dijemput bersamaan, dipeluknya erat tubuh kekar yang menguasai tubuhnya dengan penuh kasih dan dengan tubuh Petra yang bergetar, namun air mata kala itu lolos lagi dari pelupuk mata Petra.

“Hey, why? kenapa nangis?” tanya Jovian sambil menyangga beban tubuhnya dengan kedua sikunya dan membelai pipi Petra pelan lalu mengecup bibir Petra sesaat.

“Aku Petra, Jov! Aku Petra...” jawab Petra dengan penuh penekanan namun suaranya parau.

Jovian sedikit terdiam sebentar, ia mengernyitkan dahi, bingung dengan apa maksud Petra.

“Aku bukan Lea, Jov. You moan her name when you having sex with me, this is our first time! This is our first night after married and when you take all of mine as a woman as your wife and then you moan her name, not mine, how can...” Petra menangis setelahnya, Jovian dan Petra merubah posisi berbaring bersebelahan. Jovian yang menyadari kesalahannya terdiam, Petra berbalik badan memunggungi Jovian, ia menangis disana membiarkan air mata tumpah ruah membasahi bantalnya. Punggung Petra bergetar membuat Jovian terbelalak dan merasa bersalah.

SIAL! BODOH! Jovian tak henti merutuki dirinya. “Petra.. maaf...” kalimat itu diucap Jovian lirih, Jovian meraih tubuh yang meringkuk itu, menariknya, mengecup bagian punggung yang terekspos disana. Dengan sepersekian rasa yang masih membara, Jovian mengerti ia telah menyakiti hati Petra, ia pun membuat Petra berbalik badan, Petra sudah menangis, Jovian menarik selimut dan mendekap Petra hangat dalam gulungan selimut.

“Aku bukan Lea, aku bukan Lea!” tangis Petra semakin keras. Jovian masih mempertahankan ucapan maafnya, ia memeluk Petra erat malam itu, wanita itu menangis di dada bidang Jovian setelahnya. Kali ini hati Petra hancur luruh, bahkan disaat seperti ini, saat pertamanya dengan Jovian harus nama Lea yang terlontar? Memang cinta tak pernah ingkar pada pemiliknya, namun Jovian adalah miliknya, suami sah Petra sekarang. Hati wanita mana yang tidak perih dengan hal seperti ini? Sedih, amarah, tidak ingin kehilangan bersatu membingkai perasaan Petra sekarang.

“Maaf, maafin aku, sayang.” bisik Jovian lirih di telinga Petra, wanita itu hanya bisa memeluk tubuh Jovian erat saat sang tuan merajainya dalam peluk. Apa? Sayang? Petra mendongak sesaat, “Apa kamu bilang?”

“Maafin aku, Petra.” Saat itu juga Petra menggigit bibir bawahnya menyadari dingin malam berembus bukan dari udara dan hawa di malam itu melainkan dari hati dan sukma Jovian yang menyokong kesunyian dalam hati Petra.

“Kamu nggak akan bisa buka hati buat aku juga, kamu masih stuck disana.”

“Aku butuh waktu, maaf, maafin aku.” Setelah itu puncak kepala Petra dihujam kecupan berkali-kali dan pelukan itu bertambah hangat, dekapnya bertambah dalam, tepukan pelan di punggung Petra membawa Petra melingkarkan tangan di tubuh Jovian, akhirnya dibuai dinginnya malam saat itu atmosfer tenang setelahnya berkuasa, menemani dua insan yang baru saja bersatu dalam keintiman suami istri itu hingga pagi menjelang walaupun dengan pilu yang meradang di hati Petra.