TWINS

Malam ini, Letta masih berada di rumah sakit, Grace dipindahkan ke ruang rawat dan Jevin masih ada di ruang ICU, keduanya sama-sama belum sadarkan diri. Hanya ada Letta yang menunggui Jevin di ruang tunggu ruang ICU. Maka sembari menunggu Grace sadar, Mevin berjalan menghampiri Letta yang ada di sana. Saat Mevin tiba di depan ruang ICU, ia melihat Letta yang berdiri dari luar ruangan sambil memandangi Jevin yang masih tergeletak memejamkan matanya.

Mevin berjalan mendekat dan menepuk pundak Letta. Wanita itu tidak berkutik, ia tahu itu Mevin. Jemari Letta menempel di kaca ruang ICU ia bisa melihat Jevin terbaring tidak sadarkan diri disana.

“Jevin belum bangun, Mev,” kata Letta dengan suara parau.

“Maafin aku.” Mendengar penuturan Mevin itu Letta membawa pandangannya serta matanya yang basah untuk menatap Mevin.

It isn’t your fault, both of you already did the right thing and choose the right way.”

“Aku nggak nyangka Jevin bakalan nyusul Grace. Letta, aku―”

Belum usai Mevin dengan kalimatnya, Letta memotongnya, “kamu nggak salah, yang perlu kamu tahu, kamu ataupun Jevin sama-sama saudara yang baik untuk satu sama lain.”

Mevin mengernyitkan dahinya menatap Letta bingung, “aku nemu ini di mobil Jevin,” kata Letta sambil menyerahkan dua lembar foto polaroid milik Jevin yang memang ada di dashboard mobilnya. Mevin menerimanya, menatapnya dengan seksama.

“Ada tulisan dibaliknya,” kata Letta. Mevin pun membacanya dengan seksama. Bola matanya bergerak mengikuti setiap kalimat yang tertulis di sana.

Dari Jevin This photo took when we were in high school. Dimana saat itu gue iri irinya sama Mevin, he is smart and can get a lot of attention from our family. Sedangkan gue cuma bisa berantem, bikin mama dipanggil BK, ngerokok, balapan, having sex before marriage, and then gue jatuh sejatuh-jatuhnya. Gue adalah anak paling bodoh yang melakukan itu semua secara sadar. Gue sadar, haha But then, I find my turning point and it's really broke my heart into a pieces. Mama nangis, Papa nangis, even Cici sama Mevin juga. Semua nangis dalam satu waktu saat gue ngaku semua dosa yang gue lakuin diem diem. Sakit banget hancurin empat hati orang di rumah secara bersamaan. Tindakan apalagi kalau bukan tindakan bodoh gue kebongkar? Papa diemin gue untuk waktu yang lama, Mama Lea selalu reach out gue setiap saat tapi gue aja yang nggak tau diri. Mevin, Ci Lauren juga selalu nanya ke gue tapi gue yang menutup diri. Gue takut sama Papa, gue malu sama keluarga. Gue malu sama Mevin, gue malu sama Mevin karena banyak hal. Dia bisa bersyukur dan jalanin hidup dengan sewajarnya bahkan dengan keadaan yang saat itu belum pernah ketemu orang tua kandungnya belum pernah ketemu papanya. Gue yang dilahirkan dari rahim Mama Lea dan dengan keluarga utuh nggak bisa menghargai hidup yang Tuhan kasih. How stupid I am. Sekarang gue sadar, Mevin hatinya besar, lihat gue sama Letta bahagia dia nggak dendam. Gue tau, I know exactly rasanya, bayangin aja dia sama Letta pacaran dan putus karena LDR. Mevin harus putus dan ngalah karena jarak. Diem diem dia udah nyiapin undangan tunangan, dan Letta nggak tau. Nggak ada yang tau sampai akhirnya gue yang nemu undangan itu. Jauh hari setelah mereka putus. Hancur nggak hati lo kalau di posisi gue? Gue lebih dari hancur. Ada nggak yang lebih jahat dari gue? Rumah sepi tanpa Mevin, setelah Mevin ikut Papa Jo nya di Aussie, Mama Lea sakit, Cici nangis, Papa juga. Mama sakit nggak cuma sehari, bahkan ada di ambang kepergian. Gue mulai paham kenapa Mevin dikirim Tuhan di tengah-tengah keluarga Adrian. Because he safe our family, he is the source of our happiness, gue nggak pernah nggak nyebut Mevin kembaran gue. Dia tetap kembaran gue sampai kapanpun, persetan orang mau ngomong apa tentang gue sama Mevin. Sekarang Mevin udah nemu dermaganya, Grace. Gue bisa lihat dari sorot mata mereka. Nggak bisa bohong, mereka butuh satu sama lain. Mereka melengkapi satu sama lain, mereka digariskan untuk hidup bersama. Mereka bukan bersatu karena hobi yang sama, tapi luka yang sama. I can see how deep Mevin loves her, jauh melebihi apapun. They are soulmate for each other. That's why gue mau bayar semua yang udah Mevin lakuin ke gue. I'll make sure that Grace is in a good condition sampai ketemu Mevin. Kali ini Mevin harus bahagia, dia berhak dan dia yang paling berhak bahagia. I'll do my best as much as I can, so, dear God please protect Grace and Mevin especially Grace for now. I want them to life happily ever after, their life full of joy, I want the best for them.

Gue janji bakalan bawa Grace ke pelukan Mevin lagi. I'll do my best for my twin bro. Gue mau Mevin bahagia sama Grace. Gue mau dia bahagia, karena selama ini kebahagiaannya udah gue renggut. Kata maaf mungkin nggak akan cukup. Tapi gue selalu berdoa buat dia setiap hari bahkan gue kadang malu kepergok nangis sama Mama Lea waktu berdoa buat dia. Selama dia di Aussie dan udah putus sama Letta gue merasa jadi bajingan banget. Saudara kembar macem apa gue ini? Disebut saudara nggak pantas. Kayaknya gue bahagia ya? Big no. Setiap saat hati gue hancur dan penyesalan itu datang. Kaca di kamar nggak tau udah berapa kali ganti karena ulah tangan gue yang nggak tau harus nyalurin emosi dimana.

Mama Lea told me, “Jevin, berdamai sama diri kamu. Percuma kamu maaf maafan sama Mevin kalau kamu nggak bisa menerima diri kamu. Penerimaan akan keadaan yang utama itu dari diri kamu.”

Gue mulai menerima keadaan dan mulai melakukan apapun dari awal. Gue mulai berdamai sama diri sendiri. Gue lihat Mevin juga udah mulai move on dan fokus ke karirnya. I thanks God for this, dari situ gue lihat sisi lain Mevin yang kuat. Gue malu sama diri gue sendiri, sampai sekarang bahkan detik ini nggak pernah sekalipun gue lupa sebut nama Mevin dalam doa. Ya, semua keluarga gue doain tapi khusus Mevin gue punya permintaan special buat Tuhan. Gue mau yang terbaik, paling baik dari yang terbaik buat Mevin. Tanpa luka, tanpa air mata, tanpa kehilangan. Jangan lagi, jangan ada yang hilang dan pergi. Semua harus bahagia sampai akhir. Buat Mevin kalau lo baca ini, maaf gue jadi kembaran yang nyusahin, nggak becus, nggak guna, kerjanya cuma renggut kebahagiaan lo aja. Gue pernah nyakitin lo secara langsung dan nggak langsung, perdebatan paling besar antara kita waktu SMA inget kan? Waktu itu gue dengan brengseknya ungkit masalah lo bukan anak kandung Papa sama Mama. Gue akui itu kesalahan terbodoh dalam hidup gue. Tapi waktu gue minta maaf lo dengan lapang dan ikhlas peluk gue, said that everything is fine. Hati lo bener bener kaya hati Mama Lea dan Mama kandung lo. You deserve all those blessings! Mevin, biarin gue tebus semuanya ya dengan apapun yang gue bisa, dengan apapun yang gue mampu selama hidup gue.

Semoga lo baca surat ini suatu saat, waktu nggak ada gue. Sorry bro, gue masih terlalu gengsi kalau lo tahu gue nulis beginian haha Anjir kan? Emang anjir gue tuh, but really. You are the best brother, and bestfriend in this world! Geli nggak lo gue bilang gini? Tapi serius, mau lo percaya apa enggak salah satu anugerah dalam hidup gue ya bisa jadi saudara lo. Semoga lo baca ini dan gue lagi nggak disana. Thanks, haha. Elleandru Jevino Adrian

Usai membaca tulisan yang ada di balik foto-foto itu, Mevin pun menyandarkan tubuhnya ke tembok dan perlahan luruh ke lantai, Mevin melipat lututnya dan melipat kedua lengannya lalu membenamkan wajahnya.

“Mevin, aku tahu Jevin punya banyak kesalahan di masa lalu ke kamu, tapi kalian sama-sama butuh satu sama lain, tetep doain Jevin ya? Aku juga nggak berhenti berdoa buat Grace, biar Grace cepet pulih lagi, aku tahu Grace sama kamu saling mencintai, cinta Grace ke kamu bahkan lebih besar daripada aku dulu. Kalian saling melengkapi, kalian butuh satu sama lain. Mevin kita jangan pernah putus berdoa sama Tuhan, ya? Believe in miracle? Semua yang terjadi udah kehendak yang kuasa, kamu pernah bilang kita cuma lakon di skenario kehidupan ini, kan?” Tangan Letta sudah bergerak mengelus punggung Mevin yang bergetar.

Namun Mevin tidak menghiraukannya. Tangisan Mevin perlahan terdengar lagi, kini Letta membungkam mulutnya dengan telapak tangannya, bibirnya bergetar, seketika tubuhnya juga bergetar terisak bukan main melihat Mevin menangis dan sesekali menoleh melihat Jevin. Andai saja Jevin sekarang bisa membuka mata, pasti Jevin dan Mevin saling memeluk sebagai dua saudara yang memang saling mendukung dan membutuhkan.

“I believe that God will show the miracle for Jevin and Grace, dan aku percaya cinta Jevin ke kamu juga jauh lebih besar. Yang kuat, ya?” jawab Mevin sambil perlahan mendongakkan kepalanya menatap Letta. Maka Letta mengangguk dan memberikan senyuman mengiyakan perkataan Mevin. Keduanya pun bangkit berdiri, Mevin membantu Letta berdiri, tapi saat Letta meraih tangan Mevin, ia merintih lagi, rasa sakit di perutnya datang lagi.

“Lett, kenapa?” tanya Mevin, Letta hanya memejam dan merintih, Mevin juga membantu Letta untuk duduk di kursi. Letta langsung bersandar di kursi dan memegangi perutnya.

“Lett, jangan bohong, kenapa?” tanya Mevin sekali lagi. Letta perlahan mengatur napasnya, ia memandang Mevin di sebelahnya.

“Aku divonis kista, rasa sakitnya dan semua gejalanya suka datang tiba-tiba. Perut bagian bawah aku sakit banget, udah ada rencana operasi tapi sekarang keadaan lagi kayak gini. Aku nggak mau operasi sebelum Jevin sehat ...”

“Lett, udah parah? Sejak kapan?”

Letta tersenyum pasrah, “udah, aku udah di tahap divonis bakalan susah punya anak, Mev. Aku bener-bener nggak tahu lagi, Jevin dan Grace lagi kayak gini, aku sendiri juga nggak baik-baik aja, semua lagi nggak baik-baik aja, Mevin ...” Letta tertunduk, membenamkan wajahnya di telapak tangannya. Hati Mevin juga berdesir nyeri, Mevin raih punggung Letta lalu ia usap perlahan, isakan Letta semakin keras tapi Mevin tak henti berikan usapan di punggung Letta sambil berkata, “kuat ya ... kuat ... jangan lupa berserah sama Tuhan.”