WildRace Bagian Tiga

Sore hari yang sedikit mendung, Cathlyn yang sudah menunggu Dominic sedikit cemas, kekasihnya tak kunjung datang padahal janji yang mereka buat adalah pukul lima sore. Satu tangan Cathlyn ia masukkan di saku celananya, satu tangannya ia gunakan untuk memegang ponsel dan berulang kali menyalakan kunci lalu mematikannya lagi. Sedikit ia cemas memikirkan Dominic,

“Udah jam enam Dominic kemana ya?” Cathlyn gelisah dan gusar, beberapa kali ia mencoba menelfon Dominic tapi tidak ada jawaban. Cathlyn khawatir, akhirnya Cathlyn pun memesan taksi online di hari yang sudah senja itu dan menuju rumah kekasihnya itu. Ia pun bergegas saat taksi yang ia pesan sudah tiba. Seperti biasa, Cathlyn dengan kostum santainya, celana jeans, tanktop dan kardigan hitamnya serta sepatu kets.

Hari ini Cathlyn, Dominic, Celine, Madelline dan Theo berniat untuk menonton konser musik namun Dominic yang berjanji akan menjemput belum juga tiba. Akhirnya Cathlyn berinisiatif untuk menghampiri kekasihnya di rumahnya.

“Pak stop di depan gerbang aja ya,” ucap Cathlyn pada pengemudi taksi itu saat menyadari sudah dekat dengan rumah kekasihnya.

“Oke non,” jawab sang supir taksi lalu menghentikan laju taksinya dan Cathlyn pun menyerahkan beberapa lembar uang lalu turun dari taksi tersebut.

Cathlyn sudah ada di depan rumah Dominic, ia kembali menelfon Dominic tapi tidak ada jawaban, ia melihat mobil Dominic masih terparkir di halaman rumahnya, pagar depan rumah tidak ditutup, Cathlyn memberanikan diri untuk masuk. Dengan langkah pelan dan melihat sekitarnya jika saja ia melihat penghuni rumah ini atau melihat Dominic. Namun langkahnya seketika terhenti melihat orang yang tidak asing untuknya, ya tentu saja, Dominic.

“Apa susahnya nurutin kemauan Ayah?!” ucap seorang pria paruh baya yang berdiri di depan Dominic, mereka berdua ada di teras rumah terlihat dari tatapannya kemarahan terpancar dari wajah Ayah Dominic. Dominic hanya tertunduk dan diam.

“Harus mau!” ucap Ayahnya dengan lebih lantang.

“Engga, Yah!” balas Dominic dengan nada tinggi.

PLAKK!

Satu tamparan mendarat di pipi Dominic, Cathlyn yang melihat hal itu dari kejauhan hanya bisa terdiam dan membungkam mulutnya sendiri dengan telapak tangannya.

“Ayah!” seorang laki laki yang sepertinya berusia sama dengan Dominic keluar dari dalam rumah lalu melerai mereka berdua. Berdiri di depan Dominic menghalau dan menatap ayahnya tajam,

“Kenapa sih? Kenapa selalu maksain? Nggak bisa kah kita nggak selalu diatur?!” pekik laki-laki itu.

“Kamu juga, Jonathan sama aja!” tangan ayahnya sudah mengayun namun laki laki bernama Jonathan itu lebih dahulu mencengkeram kerah baju ayahnya.

“Pukul aku atau Dominic silahkan aja, tapi jangan harap kita masih anggep ayah ada di rumah ini!” ucapan Jonathan itu membuat ayahnya emosi, ia meraih vas bunga kecil di sebelahnya dan membantingnya di depan Jonathan dan Dominic, lalu masuk ke dalam rumah.

Cathlyn yang melihat hal itu kaget bukan main, jantungnya berdegup tak beraturan, sekujur tubuhnya terasa dingin seketika.

BRUKK

Cathlyn tidak sengaja menyenggol sebuah pot yang ada di halaman rumah itu yang membuat Jonathan dan Dominic kaget. Cathlyn kebingungan ia menjadi kikuk sesaat, Dominic yang melihatnya pun langsung bergegas menghampiri Cathlyn diikuti Jonathan.

“Lyn, kamu kok udah disini?” tanya Dominic sambil memegang kedua bahu Cathlyn, Dylan ikut menghampiri.

“S―sorry, aku kesini kesini karna khawatir Dominic nggak ada kabar. Sorry aku tadi ga sengaja lihat―” ucapan Cathlyn terbata bata.

“Oh lo pacarnya Domi?” tanya Jonathan sambil tersenyum, Cathlyn mengangguk sambil tersenyum canggung.

“Yaudah sana buruan pergi dek, Ayah biar urusan gue kasian si Cathlyn udah sampe sini,” ucap Jonathan sambil menepuk pundak Dominic dan memberi senyum kepada Cathlyn dan anggukan kepala yang dibalas Cathlyn juga. Jonathan pun masuk ke dalam rumah meninggalkan mereka berdua Dominic pun menarik tangan Cathlyn. Dominic merangkul pundak Cathlyn seraya menuntunnya ke mobil. Dominic membukakan pintu mobil dan membiarkan gadisnya masuk lalu menutupkan pintu mobil untuk Cathlyn. Sebelum bergegas, sekali lagi Dominic meraih tangan kekasihnya itu namun disadarinya tangan Cathlyn yang dingin,

“Tangan kamu dingin banget, Lyn.” ia menatap gadis yang tengah ia genggam tangannya itu.

“Takut lihat kalian tadi berantem, panik juga , takut―” ucap Cathlyn lirih.

Dominic pun meraih kedua tangan Cathlyn, digenggamnya kedua tangan gadis itu erat, ia memeluknya dan menepuk lembut pundak gadis itu.

“Dom, berantem kenapa sih?” Cathlyn merenggangkan pelukan lalu menangkup pipi kekasihnya itu agar menghadapnya. Dominic sedikit tertunduk,

“Aku minta berhenti kuliah di FK aku nggak ada passion, walaupun ada Theo sahabatku dari kecil juga aku nggak minat. Aku masuk ke FK karena permintaan Ayah, aku minta resign Ayah nggak kasih,” kata Dominic, ibu jari Cathlyn mengusap pipi Dominic lembut.

“Talk to him patiently, sayang. Terus kamu mau resign mau lanjut pendidikan apa? Udah tahun akhir.”

“Flight attendant, Lyn.”

“Hah?”

“Kenapa?”

“Terus aku gimana? Kita jauh?” Cathlyn melepaskan tangannya dari pipi Dominic, lelaki itu gentian yang membingkai pipi kekasihnya sambil tersenyum manis. Menarik dagu kekasihnya agar menatapnya. Kedua netra mereka bersinggungan, Cathlyn mengerucutkan sedikit bibirnya.

“Kan belum, aku pun nggak tahu ke depannya gimana. Sampai sekarang belum dikasih ijin, ngerasa percuma aja di FK, sumpah, capek, sayang.” mendengar ucapan Dominic itu Cathlyn sedikit merasa sedih. Namun Dominic tersenyum, jemarinya menarik kedua pipi Cathlyn agar terbentuk seuntai senyum manis disana.

“Cepet senyum.”

Cathlyn tersenyum dengan paksa.

“Udah nggak usah mikirin yang belum terjadi toh itu hanya cita-citaku aja kan,” balas Dominic. Cathlyn mengangguk dan tersenyum simpul, sepersekian detik Dominic mendekatkan wajahnya kepada sang kekasih lalu bibir mereka bertemu dan saling bertaut sesaat.

Jari-jari Cathlyn bermain di surai kekasihnya mengikuti tempo yang Dominic berikan. Cathlyn membalas kecupan itu singkat. Tiba-tiba handphone Cathlyn berdering, yang membuat mereka menghentikan permainan mereka itu, Cathlyn mengambil handphone dari dalam tasnya, ia melihat layar ponselnya lalu menunjukkan nama yang tertera di layar handphone nya kepada Dominic, “Theodore”.

“Haha, udah bawel pada nungguin itu pasti,” kata Dominic sambil terkekeh pelan.

“Yaudah angkat aja bilang kita udah jalan,” lanjut Dominic lagi sambil menyalakan mobilnya lalu bergegas pergi. Dominic memang seseorang yang terkesan lembut dan penyayang. Sembari menyetir kadang satu tangannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Cathlyn bahkan mengecup punggung tangan kekasihnya yang ada di genggamannya itu. Tak jarang ia menyetir dengan satu tangan lalu ia membiarkan kekasihnya menggenggam tangannya dan bermain dengan jemarinya. Celotehan dan guyonan kecil tidak pernah tertinggal selama perjalanan mereka. Hubungan keduanya berjalan baik-baik saja sejauh ini. Jika bertanya apa yang tidak baik? Kondisi fisik Cathlyn yang tidak diketahui Dominic sama sekali.