YANG HILANG SELAMA INI

Sudah hampir satu minggu Jeremy tidak pergi bekerja, bukan tanpa alasan, Jeremy mencabut posisi Jevin. Ia gantikan dengan orang lain untuk sementara. Kekecewaan mendalam mengendap di dalam hati Jeremy dan Lea sebagai orang tua yang membesarkan Jevin dengan sepenuh hati, memastikan agar Jevin tidak kekurangan kasih sayang, yang pernah dipatahkan oleh tingkah laku Jevin saat SMA.

Sekarang, harus terulang lagi kemarahan itu disaat Jevin sudah berkeluarga. Dengan orang yang sama, Stella. Kali ini, Jeremy dan Lea berniat mengunjungi Jevin ke rumahnya, pesan yang mereka kirimkan tidak dibalas oleh anaknya itu, hati orang tua mana yang tidak hancur dan cemas? Tiba di rumah Jevin, Letta memencet bel berulang kali tapi tak membuahkan jawaban apapun, akhirnya Jeremy bergerak membuka pintu rumah yang ternyata tidak dikunci itu. Sunyi senyap dengan kondisi lampu yang tidak menyala, berantakan, begitulah kira-kira keadaan kediaman Jevin saat ini.

“Jevin! Jevin!” pekik Lea sambil berjalan cepat mencari keberadaan anaknya itu di rumah Jevin. Saat Lea hendak menaiki tangga untuk menuju kamar Jevin di lantai atas, Jeremy menahan lengan istrinya itu, Jeremy pun berjalan pelan ke arah ruang makan.

Benar saja, Jeremy melihat juntaian kaki anaknya di lantai, Jevin duduk bersandar di tembok ruang makannya, pandangannya kosong ke depan, beberapa barang berserakan di dekatnya.

“Astaga, Jevin!” pekik Jeremy kaget, Jeremy dan Lea langsung mendekat dan menghampiri Jevin tapi anaknya itu masih memandang ke depan dengan tatapan kosong.

“Jevin!” kata Lea dengan nada tinggi, hal itu membawa Jevin menatap Mamanya yang berlutut di sebelah kanannya, Jevin memaksakan senyum, tapi ekor matanya mengeluarkan air mata, mata sembab dan merah tak terhindarkan. Jevin mencoba meraih tangan Mamanya itu, ia bawa punggung tangan Lea menempel di dahinya, tubuh Jevin membungkuk saat ini, hingga saat Jeremy yang di sebelah kiri Jevin mengusap punggung anaknya itu, menggemalah tangisan Jevin seketika, hal itu membuat Lea dan Jeremy kaget bukan main.

Semarah apapun mereka sebagai orang tua kepada Jevin, tapi melihat Jevin rapuh serapuh-rapuhnya seperti ini juga membuat Lea dan Jeremy merasa iba.

“Maafin Jevin, Ma. Maafin Jevin.” Jevin mengulang kalimat yang sama entah berapa kali.

“Angkat wajah kamu, Jev.” Lea bertitah tapi Jevin tetap di posisi itu.

“Jevin!” Nada Lea meninggi, Jevin dengan tubuh yang masih bergetar menangis mencoba memberanikan diri menatap Mamanya itu.

“Maafin Jevin, untuk kesekian kalinya Jevin nyakitin dan ngecewain keluarga, Letta dan juga... Eve...” Satu nama terakhir yang Jevin sebut membuat Lea luruh dalam tangis juga.

“Kamu niatnya aja baik, tapi nggak disertai tindakan yang benar, percuma, Jevin!” Jeremy berkata dengan nada tinggi.

“Jevin takut Pa. Jevin takut kalau Jevin jujur, Letta nggak bisa terima,” kata Jevin sambil menoleh menatap Papanya itu.

Never make assumptions towards someone’s feeling, kamu bahkan belum coba ngomong ke Letta!” bentak Jeremy sambil bangkit berdiri. Hal itu cukup membuat Lea dan Jevin kaget.

“Bayangin hancurnya Mama sama Papa, wanita yang udah pernah jatuh ke lubang dosa sama kamu datang lagi dan bikin orang lain terseret di masalah ini, Letta.” Jeremy menegaskan sekali lagi.

“Jevin, dalam hidup, biarlah kebenaran itu terbukti walaupun sakit. Begitu juga tentang kamu sama Letta, kamu harus jujur, apapun reaksi Letta nanti, yang penting kamu jujur, nggak menutupi semua dengan kebohongan yang berlipat.” Lea mencoba mengusap punggung anaknya itu.

“Papa besarin dan didik kamu bukan untuk jadi seorang pembohong! Bukan untuk hal seperti ini! Apa harus nunggu pergi dulu apa harus nunggu hilang dulu kayak gini biar kamu sadar? Kehilangan Eve belum cukup, nak? Kamu sakitin Letta lagi? Belum cukup?! Istri nggak dianter kontrol malah kemana kamu? Letta itu butuh ditemani, bukan ditinggal!” ujar Jeremy penuh kemarahan lalu menggebrak meja makan Jevin. Lea memejam dan tersentak kaget begitu juga dengan Jevin saat ini.

Kali ini Jevin berada di titik terendah dalam hidupnya lagi, benar adanya jika ia menyakiti Letta, berarti juga ia menyakiti mendiang Eve, yang sudah menitipkan Letta dan Jevin untuk menjaga satu sama lain. Jevin tidak bisa berbagi keluh kesah dengan Mevin karena keadaan Mevin yang masih terpukul atas keadaan yang menimpanya, Lauren yang sudah berumah tangga yang juga sedang fokus ke kehamilannya, saat itu juga Jevin teringat bagaimana keadaannya saat semua baik-baik saja. Bagaimana harmonisnya keluarga besarnya terutama pernikahannya dengan Letta.

“Apa yang udah hilang dari Jevin selama ini? Coba lihat, Letta, kepercayaan Mama dan Papa, kepercayaan Letta, moment berharga kamu sama Letta juga hilang, kan? Kurang banyak yang hilang, Jevin?!” kata Jeremy disertai amarah yang memuncak kali ini. Lagi dan lagi, Jevin berlutut di depan Papanya itu lalu meminta ampun, bersimpuh menangis tersedu hingga untuk berbicara saja ia terbata-bata.

“Harus apa lagi yang hilang?” kata Jeremy.

“Maaf Pa.. ma..af...” dalam simpuhnya, Jevin memohon ampun kepada Papanya.

“Kalau kamu jujur ke Letta mungkin nggak akan jadi begini, insiden Grace kemarin udah cukup bikin keluarga kita terpukul jangan ada lagi kalau bisa, tapi sekarang Tuhan tegur lagi kamu dengan kejadian ini. Kalau Jevin jujur ke Letta nggak akan pikiran Letta sesempit itu, asalkan Jevin jujur, Nak. Jevin, kamu bukan nggak percaya sama Letta tapi nggak percaya sama diri sendiri.” Kalimat Lea membuat Jevin mengangkat tubuhnya, ia berdiri di hadapan Lea dan langsung memeluk mamanya itu.

“Ma... Jevin salah, I admit that I’m totally wrong in this case,” tangis Jevin di pelukan Mamanya nyatanya membuat Jeremy juga meneteskan air mata. Lea tidak membalas pelukan anaknya, Lea masih mengatur napas dan menetralkan emosinya.

“Kamu tahu, Jevin, yang bawa Letta pergi siapa?” Suara Lea kini membuat Jevin merenggangkan pelukan. Jevin menggeleng pelan. “Kamu mau tahu siapa yang bawa Letta?” tanya Jeremy dengan ketus, Jevin pun menoleh ke arah Papanya itu, “Suaminya Stella, Jack yang ajak Letta kerjasama yang kasih kerjaan ke Letta, yang selalu nolongin Letta di Rumah Sakit selagi kamu nggak peduli sama istri kamu.”