Apakah Terulang?

“Karen!!” panggil Juna.

Cowok itu ngejar Karen dari parkiran motor menuju lorong sayangnya Karen enggak mendengar panggilannya, Juna pikir Karen akan langsung naik ke lantai atas menuju kelasnya. Namun gadis itu masuk ke ruang tata usaha, sementara Kevin langsung naik ke atas menuju kelasnya.

Juna sempat bingung, namun akhirnya dia memutuskan untuk menunggu Karen di depan ruang tata usaha. Lagi pula jam masuk masih agak lama, lagi pula ini bukan hari nya piket kelas. Jadi dia masih bisa menunggu Karen.

Sementara itu di dalam ruang tata usaha, Karen di suruh Buk Suri untuk duduk di depan meja nya. Buk Suri sempat mendengus beberapa kali setelah menelisik penampilan Karen dari atas sampai bawah.

“Kata Kevin kemarin kamu sakit? Sakit apa?” tanya Buk Suri membuka obrolan mereka.

“Bukan sakit yang gimana-gimana sih, Buk. Kemarin saya sempat ada kecelakaan kecil pas mau ke sekolah.” Karen menunjuk keningnya yang masih terpasang plester.

“Cuma luka kecil kok, Buk. Tapi saya bawa surat izin nya,” lanjut Karen.

“Kasihkan itu ke wali kelasmu nanti,” ucap Buk Suri, yang di jawab anggukan oleh Karen.

“Begini Karen, saya mendapat laporan tentang perilaku kamu. Dan beberapa hal yang menyangkut kamu juga, terutama di study tour kemarin.”

Begitu Buk Suri mengucapkan itu, perasaan Karen mendadak gak enak. Memangnya apa yang telah ia perbuat selama study tour? perilaku apa yang Karen lakukan sampai-sampai Buk Suri memanggilnya ke sini? Karen sudah tau soal masalah Kevin tentang kameranya.

Kevin sudah cerita soal itu, Buk Suri bahkan membicarakan soal beasiswa dan tidak ingin beasiswa murid tidak mampu ini tidak tepat sasaran. Kalau itu, Karen bisa memaklumi, tapi kali ini Buk Suri menegurnya atas perilakunya. Karen enggak merasa berbuat salah apapun, apalagi atas perilaku tidak menyenangkan. Atau kali ini dia keliru? Pikir Karen.

“Saya harap kamu menjawab ini dengan jujur yah, Karen. Apa benar kamu dekat dengan Satya? Saya bukan menyinggung permasalahan personal kamu dengan Satya, ini untuk memastikan jika Satya tidak mencampuri urusan club dengan perasaanya. Karena begini, ada rumor yang tersebar jika kamu sudah mangkir dari latihan selama 5 kali, namun Satya tetap bersikukuh untuk merekrut kamu ke tim inti.”

ah, ternyata persoalan ini. Kalau Karen boleh menebaknya, apakah si pembuat laporan ini adalah Kania?

“Pertama-tama saya mau mengakui kalau benar saya memang mangkir dari jadwal latihan di club sebelum hari perekrutan berlangsung, tapi saya punya alasannya, Buk. Itu karena saya harus merawat Kakak saya di rumah sakit yang terkena usus buntu. Waktu itu saya juga sempat bimbang, saya sempat bingung ingin fokus pada akademik saya saja waktu itu. Saya takut tidak bisa membagi waktu antara latihan paskibra dengan waktu belajar saya”

“Tapi Mas Satya meyakinkan saya harus tetap ikut latihan, dia bilang saya enggak boleh keluar begitu saja dari club. Sampai akhirnya saya yakin dan kembali ke club, saya sempat menjanjikan kemenangan untuk tim kami jika saya terpilih menjadi tim inti. Waktu itu, saya bicara langsung sama Pak Yasir, dan beliau menyetujui itu. Bahkan beliau sendiri yang masukin saya ke tim inti,” jelas Karen panjang lebar.

“Jadi kamu bicara langsung sama Pak Yasir?”

Karen mengangguk, “saya bisa minta tolong sama Pak Yasir buat bantu saya jelasin hal ini ke Ibu kalau Ibu butuh, setelah selesai perlombaan itu. Saya juga memutuskan untuk mundur dari club dan fokus sama akademik saya, Buk.”

Wajah Buk Suri yang tadinya masam saat melihat Karen itu kini nampak bingung, ucapan Karen sangat lugas. Bahkan anak itu berani meminta tolong pada Pak Yasir untuk membantunya meluruskan hal ini, Buk Suri merasa ada yang tidak beres tapi walaupun begitu ia tetap mengintrogasi Karen.

“Kalau soal masalah kamu di study tour? ada yang bilang Juna dan Satya berantem karena kamu,” Buk Suri menunjuk Karen, “saya enggak mau yah, Karen. Prestasi yang sudah kamu bangun dengan susah payah, akan hancur karena sikap kamu apalagi untuk persoalan seperti ini.”

Karen diam, kali ini dia enggak bisa menjelaskan apa-apa. Karen bahkan enggak tau Buk Suri tahu dari mana tentang persoalan ini, Karen ingin menjawabnya dengan jujur. Namun ini akan menyangkut Mas Satya, ia takut salah bicara hingga berdampak pada laki-laki itu.

“Jadi benar Karen? Kalau Satya sempat di hajar sama Juna karena memperebutkan kamu?” tanya Buk Suri sekali lagi.

“Bukan karena Karen, Buk.” ucap seseorang.

Suara itu pula yang membuat Karen dan Buk Suri menoleh ke sumber suara itu berasal, ternyata itu Juna. Cowok itu kini berdiri di belakang Karen. Karena Karen enggak kunjung keluar, Juna akhirnya masuk ke ruang tata usaha untuk mengisi spidol, tadi Hadi yang berencana mengisinya, namun Juna menjegal jalan cowok itu dan menawarkan diri agar dia yang mengisinya.

“Saya memang sempat memukul Mas Satya, tapi itu bukan karena Karen. Ada kesalahpahaman antara saya sama Mas Satya. Saya udah minta maaf soal itu,” jelas Juna.

“Jun..”

“Lanjutkan Arjuna,” ucap Buk Suri menyuruh Juna melanjutkan penjelasanya.

“Ini...” Juna mengepalkan tangannya kuat hingga buku-buku jarinya memutih. “Ini soal masalah keluarga, Buk. Yang saya enggak bisa ceritakan. Kebetulan Karen ada di lokasi kejadian saat saya memukul Mas Satya, Karen juga kaget sampai pingsan. Tapi itu bukan karena dia.”

Juna hanya beralibi saja, dia enggak ingin Karen mendapat teguran dan berdampak pada beasiswa nya. Biarlah nanti ia menjelaskan ini pada Satya, ia yakin Satya akan setuju.

Wajah Karen dan Buk Suri mendadak kaget, keduanya terkejut saat Juna mengatakan masalah keluarga. Selama ini, enggak ada yang tahu kalau Juna dan Satya adalah kakak beradik, mereka enggak pernah menceritakan ini ke siapapun.

“Kamu dan Satya—”

“Iya, Mas Satya kakak saya, Buk. Dan Karen enggak ada sangkut pautnya sama masalah saya dan Mas Satya. Dia cuma kebetulan ada di sana saja,” jelas Juna.

Setelah menjelaskan hal itu pada Buk Suri, keduanya pun keluar dari ruang tata usaha. Karen bahkan masih bingung, yang di katakan Juna itu hanya alibinya saja atau memang kenyataanya Satya adalah Kakaknya?

“Jun, kamu serius? Ma..maksud kamu yang tadi kamu jelasin ke Buk Suri?” tanya Karen waktu mereka sedang menaiki satu persatu anak tangga.

“Yang mana sayang? Yang soal masalah keluarga? Kalo itu iya itu alibi aku, tapi aku yakin Mas Satya juga gak akan marah kalau aku bohong kaya gitu.”

“Bukan!”

Juna terkekeh, sepertinya ia tahu yang di maksud Karen. “Soal aku sama Mas Satya saudaraku?”

Karen berhenti, ia mengangguk dengan hati-hati. Takut ini menjadi topik sensitif bagi Juna.

Juna tersenyum, dan ia mengangguk. “Iya, aku Adiknya Mas Satya. Tapi aku cerita soal ini ke kamu nanti aja yah?”

Karen mengangguk, “iya gapapa.”

Juna melihat jam di ponselnya, sudah hampir setengah tujuh dan sebentar lagi bel jam pelajaran pertama akan segera berbunyi. Mereka harus segera menuju ke kelas.

“Yuk, dikit lagi bel.” Juna mengusap pucuk kepala Karen, keduanya pun kembali menaiki tangga.

Baru beberapa langkah mereka menaiki tangga, tiba-tiba saja ada seorang laki-laki menjegal jalan keduanya. Itu siswa kelas 11 juga, anak MIPA namanya Anton.

“Ren, ada yang mau gue sampain ke lo,” ucapnya.

Ia menunduk sembari melihat ke sekitar memastikan tidak ada siswa lain yang berlalu lalang. Kebetulan mereka menaiki tangga kedua menuju lantai 3 kelas 11 berada, di sekolah Karen itu ada 2 tangga di pintu selatan dan utara, nah tangga yang berada di pintu utara ini lebih sedikit penggunanya. Biasanya hanya murid-murid yang kelasnya berada di sebelah utara saja, seperti kelas MIPA 4 dan 5 lalu IIS 4, 5 dan 6. Seperti kelas Juna berada.

“Ada apa, Ton?” tanya Juna.

“Gini, sorry gue enggak sengaja nguping soal Buk Suri yang negur lo barusan”

Kania memang melihat Anton berada di sana, cowok itu sedang mengisi spidol dan mengambil kertas ulangan harian di ruang tata usaha. Anton ini dulu pernah satu club dengan Karen, namun cowok itu memutuskan untuk keluar dan pindah ke club penyiaran.

“Gue tau siapa orang yang laporin lo sama Kevin,” ucap Anton yang membuat Karen dan Juna saling tatap satu sama lain.

“Kania, Ren. Waktu itu gue duduk tepat di belakang Buk Suri, Kania cerita soal Kevin yang bawa kamera dan soal lo di club sampai urusan Mas Satya yang dia bilang naksir sama lo makanya lo bisa kepilih jadi tim inti,” jelas Anton.

“Lo serius, Ton?”

Anton mengangguk dengan mantap, “gue serius, Jun. Mereka ngobrolin hal itu jelas banget di kuping gue. Sayangnya gue enggak rekam jadi gue enggak punya bukti.”

“Brengsek!!” pekik Juna. “Dia tuh udah berlebihan, Ren. Harus di kasih pelajaran, biar aku aja yang ngasih pelajaran ke dia.”

Juna menaiki tangga lebih dulu menuju kelas Karen, Karen juga berubah jadi panik. Namun ia menyempatkan diri untuk mengucapkan terima kasih pada Anton, lalu berlari mengikuti langkah kaki Juna. Namun keduanya terhenti ketika murid kelas Karen ramai-ramai berkerubung di depan pintu masuk.

Ternyata Selo dan Kania sedang berantem, ini soal Anwar kemarin. Selo juga kelihatan marah banget sama Kania. Bahkan Karen enggak pernah liat Selo semarah itu. Namun tidak lama kemudian Kania melihat ke arah Karen, mata gadis itu menyalang dan langsung menghampiri Karen dan mendorong bahu nya hingga Karen terjatuh. Untungnya Juna langsung membantu Karen, mati-matian Karen menahan tangan Juna karena cowok itu nampak ingin membalas perbuatan Kania pada Karen.

“LO NGOMONG APA KE TEMEN GUE SAMPE SELO KAYA GINI HAH?!” teriak Kania.

“Gue cuma jelasin apa yang Kak Anwar sampain ke gue, hadiah itu benar-benar buat Selo kok. Harusnya gue tanya ke lo, apa yang lo omongin ke Selo sampai dia bisa bilang kalau gue ketemu Kak Anwar diam-diam dan Kak Anwar deketin gue?!” sentak Karen. Tangannya bergetar, sungguh. Ini untuk pertama kalinya ia terlihat marah seperti ini.

“EMANG BENAR KAN? LO SAMA KAK ANWAR CUMA SEKONGKOL BUAT BIKIN GUE YANG KELIHATAN JAHAT DI SINI KAN? JUN LIAT, CEWEK LO INI JAHAT. DIA CEWEK CENTIL YANG MAU DEKETIN BANYAK CO—”

“Ada apa ini?! Masuk kalian semua ke kelas, enggak dengar bel jam pelajaran pertama sudah berbunyi? Budeg kuping kalian yah?!” teriak Pak Rusli, tanpa mereka sadari bel jam pelajaran pertama sudah berbunyi. Pantas saja Pak Rusli sudah datang.

Kania diam, ia bersungut-sungut berjalan menuju kursinya. Begitu juga murid-murid yang lain, mereka pun bubar begitu Pak Rusli datang.


Di jam istirahat pertama, seperti biasanya Karen enggak pergi ke kantin. Kali ini dia enggak sama Juna, Juna bilang dia sedang ada perlu dengan temannya dari club radio sekolah. Jadi, Karen istirahat bersama Kevin di ruangan club musik, Kevin bilang dia ingin ikut perlombaan untuk band sekolah yang hadiahnya cukup menarik. Seperti uang tunai untuk juara kedua dan juara pertama yang nanti nya berhak untuk membuat rekaman dari lagu mereka sendiri dan tanda tangan kontrak eksklusif oleh sebuah agensi hiburan.

Dari tadi Kevin sudah merengek membujuk Karen untuk setidaknya mau membantu The Gifted dalam perlombaan ini, namun Karen sudah tidak mau bernyanyi lagi. Dan keputusannya sudah bulat, enggak bisa di ganggu gugat biarpun Kevin nangis darah sekalipun.

“Ren... please aku mohon banget kali ini aja sekali lagi, Ren. Ayolah.. Kalau kita juara kedua pun hadiahnya lumayan uang tunai 10 juta, Ren. Bisa kita bagi-bagi,” rengek Kevin, cowok itu sudah duduk di lantai sembari menggoyang-goyangkan kakinya.

Kayanya Kevin udah gak perduli sekalipun kalau Alifia ilfeel dengan sikap kekanakannya begini, bahkan Ryan dan Fajri yang sedang makan nyaris muntah melihat Kevin bersikap seperti itu.

“Kev, aku udah bilang kamu mau nangis sampe air matamu kering pun aku gak mau, udah cukup, Kev. Aku cuma mau bantu kalian waktu study tour aja, lagian kalian belum nyari vokalis lagi?” tanya Karen.

“Belum, Ren. Hadi sih ngebetnya Emily, tapi lo tau sendiri kan Emily di tentang habis-habisan kalo join ke band sama keluarganya,” jawab Ryan.

“Sayang banget yah, padahal suara Emily bagus banget. Dan cocok lagi bawain lagu-lagunya kalian,” Alifia ikut menimpali.

“KARENN.....HAAA PLEASE,” Kevin masih merengek, kali ini malah aksinya sampai tiduran di lantai ruangan club.

“Eh denger ada ribut-ribut gak sih? Kayanya dari luar deh, di lapangan.” Fajri berlari meninggalkan makanannya demi mengintip dari balik korden ruangan club music yang langsung dapat melihat ke arah lapangan.

“EH SUMPAH DI DEPAN RAME BANGET KELUAR-KELUAR!!” pekik Fajri.

Mereka pun akhirnya keluar dari ruangan club, begitu juga dengan Kevin yang meninggalkan rengekannya pada Karen. Ternyata di tengah lapangan ada Megan, gadis itu membawa pengeras suara dan membuat seluruh murid berkumpul di lapangan untuk mendengar penjelasanya.

“Hari ini, gue udah cabut berkas gue dan akan pindah dari sekolah ini. Tapi sebelum itu, gue mau kalian tahu kalau gue enggak kaya yang kalian pikirkan. Soal rumor yang bilang gue hamil sampai akhirnya gue di keluarin itu enggak benar,” ucap Megan.

“Gue emang keluar karna rumor itu, tapi gue enggak hamil!!” teriaknya.

Seluruh murid langsung berbisik-bisik satu sama lain, kaget mengetahui fakta ini. Bahkan Megan membawa surat keterangan dari dokter yang membuktikan jika dirinya tidak hamil.

“Gue di fitnah, ini semua karena gue enggak mau ngikutin kemauan seseorang. Gue di ancam!!”

“Eh gila siapa yang ngacam Megan?”

“Sumpah yah stress banget ini keterlaluan.”

“Megan korban fitnah?”

Samar-samar Karen mendengar bisikan dari murid-murid lain tentang Megan di dekatnya.

“Kania!! Dia yang udah ngancam gue kalo gue gak mau nurutin kemauan dia, dia gak sengaja ngegepin gue ciuman sama cowok gue. Dia foto gue diam-diam!! Dan make foto itu buat jadi senjata, dia nyuruh gue deketin Arjunandra dan rusakin hubungan Juna sama Karen. Gue nolak hal itu, dan Kania bikin rumor kalo gue hamil sampai rumor ini sampai ke guru-guru!!”

Megan menangis saat menjelaskan itu semua, hatinya sakit, dia marah, dia di fitnah, dia korban namun kemarin orang-orang memperlakukannya seolah-olah dia lah penjahatnya.

Karen bisa melihat Kania berlari ke tengah lapangan, matanya membesar menatap Megan meski ia mendapat sorakan kencang dari murid-murid lainya.

“Lo apa-apaan?!!” pekik Kania.

Namun Megan menghampirinya, dan menampar Kania dengan kencang hingga murid lain memberikan tepukkan tangan untuk Megan karena sudah berani membuktikan jika dirinya tidak bersalah.

“Gue berharap, lo menikmati neraka yang udah gue buat ini, Ni.” ucap Megan dengan santainya, setelah itu ia pergi membawa berkas-berkas miliknya sembari melemparkan seragam sekolah ke tengah lapangan.

Karen memang sempat menyuruh Megan untuk membuktikan jika dirinya tidak hamil, menangkis rumor buruk tentangnya. Dan membersihkan nama baiknya di sekolah, tapi Karen enggak pernah menyangka Megan akan berbuat senekat ini.

Setelah Megan pergi, Kania menangis di tengah lapangan dan di soraki oleh murid-murid yang ada di sana. Bahkan ada beberapa murid yang melemparinya dengan sampah, walau akhirnya Kania di seret untuk keluar dari lapangan oleh Selvi dan juga Muthia.

To Be Continue