Breath

Hingga jam istirahat telah usai, Karen masih belum bisa mencerna apa yang telah terjadi sebenarnya. Seingatnya, beberapa jam yang lalu ia masih di atas gedung tepat di sebrang mall tempatnya bekerja, kemudian terjun untuk mengakhiri hidupnya. Namun kenapa saat ini dia bisa kembali ke sekolahnya dulu?

Lalu, kata Kevin saat ini adalah tahun 2015. Bagaimana ini semua bisa terjadi? Bagaimana bisa ia tidak jadi mati lalu kembali ke masa lalu? Pikir Karen. Ia memejamkan matanya, menyandarkan kepalanya ke tembok yang berada di sebelahnya.

Pak Sutoyo, guru sosiologi sedang menerangkan materi, namun Karen hanya bisa mendengus terus-terusan sampai Widya Anjani teman sebangku nya itu menendang kaki Karen dari bawah kursi. Sontak hal itu langsung membuat Karen menoleh ke arahnya.

“Duduk yang benar anjir... Lo kenapa sih?” tanyanya heran.

Karen hanya menggeleng pelan, ia kemudian menegakkan duduknya dan berusaha konsentrasi untuk mendengarkan materi dari Pak Sutoyo itu. Tapi, sayangnya kepalanya malah mencerna hal-hal lain yang menurutnya tidak masuk akal.

kalau gue kembali ke masa lalu, itu artinya ada hal-hal yang bisa gue ubah supaya di masa depan hidup gue enggak berantakan? Iya kan? Di drama biasanya kaya gitu kan?” pikir Karen.

Matanya kemudian menelisik ke baris kursi lain, dimana Kania Venisa, Muthia Armadi, Selvia Rahayu dan Sello Nelci merundungnya. Ah tidak bisa di bilang merundung, mereka enggak melukai Karen secara fisik. Namun mereka berempat menyerang psikisnya hingga Karen menarik diri dari orang lain.

Tanpa Karen sadari, ia meremas pulpen yang berada di tangannya hingga pulpen itu patah menjadi dua. Baru melihat wajah ke empat temannya itu saja rasanya ia sudah berapi-api, apalagi saat mengingat di masa depan kehidupan mereka jauh lebih baik dari pada Karen.

Mereka menjalani hidup selayaknya manusia normal lainya tanpa rasa berdosa sama sekali, padahal setiap hari rasanya Karen ingin sekali mengakhiri hidupnya hanya karena trauma masa lalu yang mereka buat.

tunggu... Kalau begitu, Arjuna juga masih ada di sekolah ini?” pikir Karen.

Ia kemudian memeriksa ponselnya, melihat tanggalan saat ini. Sekarang tanggal 20 Januari dan hubungannya dengan Arjuna kandas di bulan depan tepat saat mereka pulang study tour dari Dieng dan Jogja. Itu artinya, saat ini Karen masih bisa mengubah itu semua kan? Tapi ngomong-ngomong, Karen belum melihat Arjuna saat istirahat tadi.

mungkin enggak ada salahnya kalau gue meriksa Juna di kelasnya,” pikir Karen ia mengangguk pelan dan mengangkat satu tangannya.

“Ada apa Karen?” tanya Pak Sutoyo saat melihat Karen tiba-tiba mengangkat tangannya.

“Saya mau ke toilet, Pak.”

“5 menit yah,” ucap Pak Sutoyo, kemudian beliau kembali melanjutkan materinya.

Begitu mendapatkan izin dari Pak Sutoyo, Karen langsung bergegas keluar kelasnya dan berjalan ke lorong paling ujung. Kelas Juna ada di lorong paling ujung, dekat tangga menuju ke bawah. Arjuna itu ada di kelas 11 IIS 4 sedangkan Karen ada di kelas 11 IIS 1.

Begitu melewati kelas Juna, Karen gak nyangka kalau kelas itu sedang ribut-ribut karena tidak ada guru yang mengajar. Kelas Juna sedang jam kosong, terlihat beberapa murid ricuh sedang bermain ponsel mereka, bermain kartu, sedang mengobrol bahkan beberapa siswa laki-laki di belakang kelas sedang asik menggendang-gendang meja.

Namun mata Karen tidak menangkap sosok Juna di kelasnya, lalu kemana Juna sebenarnya? Pikir Karen. Karena terlanjur penasaran akhirnya Karen memberanikan diri bertanya pada Hadi, Hadi ini ketua kelas 11 IIS 4 nama lengkapnya Alam Hadi Gunawan. Kebetulan sekali cowok itu duduk di pinggir dekat dengan pintu masuk.

“Hadi.. Hadi!!” panggil Karen yang langsung membuat Hadi menoleh ke arahnya.

“Lah, Karen? Kenapa?” tanya Hadi sambil cengar-cengir.

“Juna mana?”

“Lah lo nanya Juna? Dia kan sakit, gimana sih. Udah 2 hari kali dia gak masuk.”

“2 hari? Gak masuk?” gumam Karen. “Sa..sakit apa?”

“Ren, lo gak geger otak beneran gara-gara kena bola sama Galang kan?”

Karen menggeleng pelan, Hadi ini ribet banget di tanyai. Padahal tinggal jawab saja apa susahnya sih?

“Juna tuh cidera lutut, dia di rawat di rumah sakit. Bahkan dia sampe enggak ikut turnamen basket sama SMA Garuda, masa lo lupa sih, Ren?” jelas Hadi.

Karen terdiam, ia baru ingat akan hal ini. Juna memang akhirnya berhenti bermain basket karena cidera lututnya yang parah. Bahkan Juna harus mengubur cita-citanya sebagai atlet basket saat itu, itu jugalah yang membuat Juna menjadi lebih sensitif hingga berdampak pada hubungannya dulu.

Setelah mendapatkan penjelasan dari Hadi, Karen benar-benar pergi ke toilet. Bukan untuk buang air kecil, ia hanya ingin cuci tangan sambil memikirkan langkah apa dulu yang harus ia ambil untuk memperbaiki keadaan.

“Gue harus mulai dari mana? Sedangkan gue udah mulai lupa sama kejadian-kejadian dulu..” gumamnya.


Jam pelajaran pun telah usai, sembari memasuk-masukkan buku-buku miliknya ke dalam tas, Karen sambil berpikir mungkin setelah ini ia harus menjenguk Juna. Ia lupa, dulu kalau tidak salah Karen melupakan hal ini. Maksudnya, Karen enggak sempat menjenguk Juna di rumah sakit karena ia sibuk, tapi Karen sendiri lupa dia sibuk untuk apa.

“Yuk, Ren. Udah di tungguin sama Mas Satya di ruang paskib,” ucap Kania yang tiba-tiba menghampiri Karen. Bukan hanya Kania tapi ada Sello, Selvi dan juga Muthia.

Karen hanya diam, ia menelisik satu persatu wajah yang sangat ia benci itu. Rasanya hatinya sakit, tubuh Karen juga sedikit bergetar karena menahan amarahnya. Ia tidak boleh meledak disini, ada banyak kejadian yang Karen sedikit lupa atau bahkan belum terjadi saat ini.

tapi apa barusan dia bilang? Ruang paskib?

“Ruang paskib?” tanya Karen to the point.

Kania hanya mengangguk, “iya, kita kan ada latihan buat pemilihan siapa aja yang bakal wakilin Orion buat lomba di SMA Pelita.”

ah, benar juga. Waktu itu gue sibuk dan ambis banget sama lomba ini, sampai-sampai gue enggak jenguk Juna waktu dia sakit. Karena lomba ini juga awal mula fitnah dan rasa percaya Juna ke gue memudar.

“Ahhh,” Karen mengangguk-angguk. “Hhmm.. Kayanya gue enggak bisa ikut latihan dulu, Ni. Ke..pala gue agak pusing gara-gara kena bola tadi,” alibi Karen.

“Tapi lo gapapa kan, Ren?” tanya Sello, gadis berdarah Ambon itu menatap Karen khawatir.

Karen menggeleng pelan, “gapapa kok, Lo. Gue cuma agak pusing aja.”

“Terus lo mau langsung balik, Ren?” kini giliran Muthia, si gadis berbadan gempal yang bertanya. Sebenarnya gadis itu baik, tapi tetap saja ia tetap berpihak pada Kania dari pada Karen.

“Iya.. Gue mau langsung istirahat aja.”

Kania mengangguk, kalau tidak salah Karen lihat. Ada seulas senyum hadir di bibir gadis itu.

“Ya udah kalau gitu, nanti gue kasih tau Mas Satya. bye, Ren.” ucap Kania sebelum gadis itu pergi meninggalkan Karen.

“Hati-hati baliknya, Ren.” ucap Selvi sembari menepuk pundak Karen saat gadis itu melewatinya.

Karen hanya diam saja, ia mengepalkan tangannya. Kemudian memakai tasnya dan keluar dari kelas, kebetulan sekali di tangga ia bertemu dengan Kevin. Kevin dan Karen itu beda kelas, jika Karen berada di jurusan IIS maka Kevin berada di jurusan MIPA.

“Kata Kania kamu sakit?” tanya Kevin khawatir, Adik kembarnya itu memang paling protektif.

“Eng..gak sebenarnya sih, aku cuma alasan aja biar enggak latihan.”

“Kenapa?”

“Aku mau jenguk Juna, Kev.”

Kevin mengangguk, “mau aku anterin aja?”

Karen menggeleng pelan, “gak usah, lagi pula biasanya kamu nganterin Alifia pulang.”

“Iya emang, itu dia udah nunggu di tukang batagor. Tapi kalau kamu mau aku antar kan kita bisa gonjengan bertiga.”

“Ogah ah, mending aku naik bus sekolah aja. Nanti di kira cabe-cabean lagi,” sangkal Karen. Padahal dia enggak mau jadi nyamuk di tengah-tengah Kevin dan Alifia.

“Ya udah kalau gak mau.”

“Kev, tapi kasih tau Mas Kara yah kalau dia hubungin kamu. Bilang aku masih latihan aja.”

“Emang HP mu kemana?”

“Mati, batre nya lowbat.”

Kevin mengangguk-angguk, “oke, bye Karen salam buat Juna,” ucapnya kemudian melenggang pergi begitu saja.

Di depan pagar sekolah itu ada pedagang kaki lima yang berjualan, dan Karen bisa melihat Kevin memakaikan Alifia helm dan memberikan jaketnya demi menutupi kaki Alifia agar tidak terkena panas. Kevin memang semanis itu.

“Cih, bisa-bisa nya dia bucin sama cewek lain di saat anaknya baru lahir.” Karen menggelengkan kepalanya, kemudian berjalan ke halte untuk menunggu bus sekolah.

Di tahun 2023 Kevin itu sudah menikah lebih dulu dari Karen, dan sudah memiliki satu anak yang baru saja lahir. Kalau Karen cerita ke Kevin kalau dia yang sekarang berasal dari tahun 2023 Kevin pasti akan mengira Karen ini gila.

To Be Continue