Bukan Hanya Aku 13

Buggg!!

“Sekali lagi lo deket-deket sama Alana, gue bisa bikin jari-jari tangan lo patah semuanya, ngerti lo!” sentak Galang, matanya yang biasanya berbinar dan bibir tebal penuh candaan itu kini berubah. Rahangnya menggertak, dengan mata yang menatap lawan di depannya dengan tajam.

Jika di gambarkan kalau Galang memiliki kekuatan super, mungkin sang lawan akan merasakan kesakitan yang cukup hebat hanya dengan tatapan cowok itu saja.

“Ini semua gak akan terjadi kalo Alana gak nolak gue.. Lo pikir gue ta—”

“AAARGHHHHH BRENGSEKK BAJINGAN SIALAN!!”

Dengan satu ayunan tangan yang terkepal itu, Galang kembali menghadiahi cowok di hadapannya itu dengan bogeman mentah kembali. Cowok itu sama sekali tidak takut, raut wajahnya yang sudah nampak babak belur itu masih bisa menyeringai, membuat Galang semakin kalap untuk menghabisinya.

Galang gak perduli dengan cowok yang memakai seragam SMP itu sudah babak belur karena bogemannya, ini tidak sebanding dengan luka dan penderitaan Alana selama ini.

“GALANG?!!” pekik seorang gadis, tidak lama kemudian tangan Galang yang masih berusaha menghajar cowok di depannya itu di tahan oleh seseorang.

“Lepas gak!! Urusan gue sama dia belum selesai!!” teriak Galang emosi.

Gadis itu berhasil menarik kerah kemeja seragam yang Galang pakai, dan menyuruh cowok yang Galang hajar tadi untuk pergi meninggalkan gang sempit yang ada di antara bengkel dan mini market.

Nafas Galang terengah-engah, keringatnya bercucuran, begitu juga dengan pedih di punggung tangannya yang sudah berlumuran darah. Emosinya masih memuncak dan seseorang menahannya, membuat Galang ingin melihat siapa yang menariknya dan menahannya untuk menghabisi bajingan yang terus menguntit Alana.

Galang menghempaskan tubuh gadis itu hingga gadis itu terjatuh menabrak dinding di antara mereka, dengan kening yang sedikit tergores hingga mengeluarkan darah.

“Aaahhh...” gadis itu meringis memegangi kepalanya.

Saat gadis itu mendongakkan kepala, Galang membulatkan matanya. Itu Karen, Kakak kelasnya di sekolah. Galang buru-buru berjongkok dan memeriksa keadaan keningnya.

“Kak, astaga. sorry-sorry gue beneran enggak tahu kalo itu elo, Kak.” ucap Galang panik.

Galang ingin mengusap kening Karen yang berdarah, namun Karen menepisnya. Tangan Galang kotor dan penuh darah juga, Karen enggak mau keningnya jadi infeksi.

“Tangan lo kotor, Lang.” ucap Karen, ia bangun dari sana sembari memegangi kepalanya yang sedikit pening akibat benturan kecil barusan.

“Kak, duh.. Sumpah gue gak enak banget, kita obati dulu yah.” Galang membantu Karen berjalan keluar dari Gang itu, menyuruh Karen untuk duduk di depan mini market 24 jam itu sementara ia membeli beberapa obat-obatan untuk Karen.

Begitu Galang kembali, Karen sedang membasuh luka di keningnya dengan sapu tangan dan air minum yang ia bawa. Cowok itu membeli obat merah, kapas dan juga plester.

“Kak gue aja yang ngobatin yah. Duh, kalo Mas Kevin tau gue bisa di pentung nih.”

Galang sama Kevin itu satu club, yup, Galang juga anggota club musik. Selain club futsal, Galang juga menekuni musik Galang bahkan punya band sendiri untuk kelas 10 dengan ia sebagai leader dan vokalisnya.

Band yang di pimpin Galang lumayan terkenal, sama besarnya seperti The Gifted yang sering di undang ke acara pensi sekolah lain. Galang yang masih terduduk memegang plastik berisi obat-obatan itu hanya menunduk, ia memperhatikan tangannya yang sudah bersih dari darah itu tadi ia sempat membersihkannya di toilet mini market. Tangannya lebam dan terdapat beberapa goresan di sana.

“Mana obatnya? Malah diem aja lagi lo,” ucap Karen ketus.

Galang langsung tersadar dan buru-buru memberikan kantung plastik itu pada Karen. “Lo harusnya gak usah nahan gue kaya tadi tau, Kak. Itu bajingan emang pantes di hajar sampe babak belur.”

Karen enggak tau apa yang cowok tadi perbuat ke Galang sampai cowok itu bisa emosi dan menghajarnya, setahu Karen, Galang itu bukan tipe anak begajulan yang suka berantem. Apalagi sama anak SMP kaya tadi. Galang emang sering keluar masuk BK tapi itu untuk perihal sepele karena ia sering bermain bola saat jam istirahat, yang menyebabkan kemeja yang ia pakai basah oleh keringatnya.

Karen yang sedang mengobati keningnya itu diam saja, begitu juga dengan Galang yang tiba-tiba diam karena Karen enggak merespon ucapannya. Setelah Karen selesai mengobati luka di keningnya, barulah gadis itu menghela nafasnya pelan.

“Tangan lo mau di obati atau gak?” tanya Karen, membuat Galang menatap Kakak kelasnya itu dengan bingung.

“Ga..gak usah, Kak.”

“Ck,” Karen berdecak. Ia menarik kursi miliknya ke depan Galang untuk mengobati luka di tangan cowok itu.

“Gue gak tahu kenapa lo ngehajar bocah tadi, Lang. Tapi dia tuh masih SMP, mukanya juga udah babak belur kaya tadi. Lo enggak takut kalo dia mati gara-gara lo pukulin kaya orang kesetanan gitu? Gimana kalo keluarganya gak terima dan laporin lo ke polisi?” ucap Karen, sembari mengobati luka di tangan Galang dengan obat merah.

“Aahhh sakit, Kak. Pelan-pelan buset kasar banget,” keluh Galang sembari meringis.

“Payah,” cibir Karen.

“Gue ngehajar dia bukan tanpa alasan, Kak. Si bajingan itu udah nguntit Adek gue, neror bahkan Adek gue hampir di perkosa sama dia,” ucap Galang menggantung.

Karen diam sebentar, ia mendongakkan wajahnya dan melihat raut wajah Galang. Wajah yang biasanya sering tersenyum dan tertawa itu kini terlihat seperti orang putus asa dan penuh kesedihan.

“Dia teman sekelasnya Alana?”

“Bukan, dia Kakak kelasnya Alana. Dia naksir sama Alana, Alana pernah di tembak sama dia. Tapi Alana tolak karena Beno emang terkenal sebagai anak yang nakal.”

“Keadaan Alana sekarang gimana?” setelah Karen selesai memasang plester di tangan Galang, gadis itu duduk kembali ke tempatnya dan menatap Galang.

“Alana gak sekolah, Kak. Gue yang larang, gue lagi berusaha bujuk orang tua gue biar mau mindahin Alana ke sekolah baru.” orang tua Galang itu tipikal orang tua yang mendidik anaknya dengan tegas, orang tua Galang enggak setuju Alana pindah untuk hal seperti itu. Menurutnya, Alana harus tegas dan berani melawan. Bukan malah lari dari masalah padahal yang di hadapkan sama Alana bukan perkara sepele.

Galang sudah menjelaskan kronologinya pada kedua orang tuanya, namun keduanya masih bersikukuh tidak memindahkan Alana dari sekolahnya sekarang. Makanya Galang se frustasi itu sampai nekat menghajar cowok yang menguntit Alana seperti tadi.

Galang sudah kehabisan akal, ia bahkan berniat untuk membunuh cowok tadi jika saja Karen tidak menahannya dan menyuruhnya pergi.

“Alana itu depresi, Kak. Dia takut banget sampai enggak berani keluar rumah. Bahkan buat liat HP nya aja dia takut.”

Karen menunduk, Karen enggak pernah berada di posisi Alana. Membayangkan di ikuti, di teror dan hampir di perkosa saja sudah mengerikan, bagaimana Alana sendiri yang mengalami, Tapi ia paham bagaimana menderitanya terkena depresi.

“Ada orang lain selain orang tua kalian yang mau dengerin penjelasan lo tentang masalah Alana gak, Lang?”

“Nenek, Kak. Nenek juga bujuk orang tua gue, tapi enggak mempan. Opsi gue cuma satu bunuh itu bajingan.”

“Gak gitu, Lang. Kalau emang lo gak bisa bikin Alana pindah sekolah. Lo harus bikin cowok tadi yang pindah.”

“Hah?” Galang mengerutkan keningnya. “Caranya?”

“Alana pasti punya bukti-bukti kalo cowok tadi udah neror dia, bikin semua orang tahu hal ini. Termasuk guru-gurunya.”

“Kalo Alana di celakain gimana, Kak?”

“kasih bukti ke orang tua nya dan bilang mau memenjarakan anak mereka kalau mereka gak bisa ngasih efek jera ke anaknya. Atau sekalian aja kalian bikin laporan ke polisi.”

“Bakalan berhasil gak yah...” gumam Galang.

“Seenggaknya kalau udah banyak orang yang tahu kejahatan yang cowok itu bikin, akan lebih banyak orang yang bersimpati sama Alana. Teman-temannya juga pasti bakalan lindungi Alana, dan terlebih. Beno bakalan dapat sanksi sosial dari orang-orang.”

Galang mengangguk, “gue bakalan coba deh, Kak.”

Galang melihat ke jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 7, mereka sudah terlambat masuk ke sekolah. Tapi memang Galang berniat bolos hari ini sih.

“Kak, lo yakin mau tetep berangkat? Udah jam 7 kak.”

Karen yang baru memakai tas nya itu otomatis jadi merogoh sakunya, mengambil ponsel miliknya dan melihat jam di sana. Ternyata benar, ini sudah jam 7 dan gerbang sekolahan sudah di tutup. Jam pelajaran pertama juga sudah di mulai, bahkan Kevin dan Juna juga mengiriminya pesan. Keduanya menanyakan Karen dimana.

“Bakalan di omelin ini sih,” gumam Karen.

“Gue sih emang mau bolos, lo mending balik aja, Kak.”

“Balik gimana? Di rumah ada Mas gue. Kalo dia nanya kenapa gue balik gimana? Terus ini lagi, kepala gue bonyok.”

“Mau ikut gue aja? Gue mau perpus, mau ngadem sih. Abis itu siangan dikit mau ke toko buku buat beliin Alana komik.”

Karen tampak menimang-nimang ajakan Galang, sampai akhirnya ia mengangguk mengiyakan. Galang pun tersenyum waktu Karen setuju ikut dengannya, cowok itu langsung mengajak Karen ke parkiran tempatnya menaruh motornya itu. Namun Karen yang mengekori Galang itu mengerutkan keningnya waktu Galang bersiul.

Itu lagu yang sangat ia kenali, lagu milik boy grup The Boyz yang berjudul Thrill Ride lagu itu di rilis di tahun 2021 bagaimana bisa Galang menyanyikan lagu itu?

Karen kemudian berjalan cepat hingga kini dia berdiri di depan Galang yang tampak penasaran melihat wajah bingung Karen.

“Kenapa Kak?” tanyanya.

“Thrill Ride, lagu itu di rilis di tahun 2021..” ucap Karen, jauh dari bayangan Karen. Galang juga terkejut dengan ucapannya, cowok itu menarik Karen agak ke pinggir agar tidak menghalangi pejalan lain.

“Kok lo bisa tahu kak?!” pekiknya.

“Jangan-jangan.. Lo dari masa depan? 2023?” tebak Karen.

Galang mengangguk, keduanya sama-sama terkejut. Karen pikir ia satu-satunya orang dari masa depan yang kembali ke masa lalu, ternyata Galang juga sama dengannya. Tapi apa alasan Galang kembali? Apa karena Alana? Pikir Karen.